Nilai Teologis Evaluasi dengan Analisis Tafsir Tarbawy
A. Nilai Teologis Evaluasi dengan Analisis Tafsir Tarbawy
Panggilan Allah kepada umat dengan penuh kemulian yaitu ta’bir
, imam Thabari 152 dalam tafsirnya Juz 12 hal.49 menyatakan kata-kata “aamanu” dengan “shaddaqullah wahdah” yang
aertinya “wahai orang-orang yang telah membenarkan Allah yang Maha Esa”. Ini menunjukkan bahwa setiap kali Allah Swt memuliakan umat ini tidak dengan bahasa yang umum seperti wahai manusia atau langsung dengan memanggil nama misalnya, tetapi dengan
152 Muhammad Ibnu Jarir Thabari, Jami’ul Bayan ‘an Ta’wil Ayyil Qur’an, (Beirut: Dar El-Fikr, 1405 H), Juz. XII, hlm. 49.
--Seni Evaluasi Pendidikan--
bahasa yang sangat khusus yaitu dengan panggilan “wahai orang-orang yang telah beriman” jumlah ini walaupun memakai jumlah fi’liyah atau kata kerja, akan tetapi mengandung makna yang sangat luar biasa. Diantara hikmah panggilan ini adalah;
Allah Swt memberikan pelajaran kepada kita, bahwa dalam memanggil orang haruslah dengan panggilan yang mulia, sehingga orang yang dipanggil merasa dihargai dan
akan memberikan respon yang segera serta memberikan kesan yang mendalam, misalnya kita memanggil istri kita dengan panggilan “wahai istriku yang cantik, yang anggun, yang manis dan sebagainya”, mari kita bandingkan apabila kita memanggil istri hanya dengan namanya saja “tuti kesini? Misalnya” atau dengan panggilan yang buruk, yang kira- kira kedengarannya tidak enak, bahkan akan menyebabkan noda dalam hati. Oleh karena itu marilah kita memanggil istri, anak, orangtua, tetangga, guru, murid, atau siapa saja dengan kalimat mulia yang sesuai dengan keistimewaan orang yang kita panggil.
Apabila ditinjau dari studi ‘ulumul Qur’an, maka ayat ini termasuk kategori ayat-ayat Madaniyah, karena diantara ciri-ciri ayat-ayat madaniyah adalah dengan khithab kalimat “aamanu”.
Allah memerintahkan kepada orang-orang yang telah beriman untuk bertaqwa dengan ta’bir
yang artinya “bertaqwalah kalian kepada Allah, takutlah kalian kepada Allah” . kata “ittaqa” “ittaqa” secara lughawiyah/etimology berasal dari kata
“waqaya” yang makna bermakna memelihara atau bermakna “khauf” yang berarti takut, sedangkan secara isttilahiyah/terminology taqwa ialah
“mengerjakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larang-larangan- Nya” . semua ahli tafsir berpendapat demikian mulai dari imam thabari, ibnu katsir, Qurthubi, Baidhawi
dan sebagainya.
Merefleksikan dan mengamalkan kata “taqwa” tidaklah mudah sehingga Allah Swt selalu mengulang kata-kata ini tidak kurang dari 258 kali;
Ketika Allah Swt memerintahkan shalat merupakan ciri orang-orang muttaqien, ketika Allah swt memerintah berpuasa tujuannya adalah menjadi orang-orang bertaqwa;
Ketika Allah Swt memerintahkan mengeluarkan zakat tujuannya agar menjadi orang-orang yang bertaqwa;
Ketika Allah Swt memerintahkan berhaji tujuannya juga untuk bertaqwa kepada-Nya;
Kesimpulannya bahwa semua perintah Allah Swt yang ditujukkan kepada umat ini agar kita semua menjadi
orang-orang yang bertaqwa. Sementara itu kata taqwa senantiasa beringan dengan kata iman baik secara dzahir ataupun bathin, ini menunjukkan bahwa untuk menuju derajat taqwa maka keimanan harus dijaga dan senantiasa untuk terus ditingkatkan, karena kita sadar bahwa keimanan kita “qad yazid wan yanqus” kadang bertambah pun kadang berkurang. Dalam sebuah keterangan disebutkan bahwa
“iman itu telanjang, pakaiannya adalah takut/taqwa dan buahnya adalah malu”.
Sedangkan apabila kita melihat definisi kata “ulama” merupakan jamak taktsir dari kata ‘alim “orang yang berilmu” menurut Al-Quran surat Fathir;28
“sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya adalah ulama (yang mengetahui kebesaran Allah dan keagungan- Nya).
--Seni Evaluasi Pendidikan--
Sehingga definisi ‘ulama yang tadinya hanyalah orang yang tahu, dianggap kurang cukup apabila ditinjau dari Al- Qur’an karena orang yang pintar kebelinger bukanlah ulama, tetapi ulama adalah orang yang mengetahui kebesaran dan keagungan Allah lewat ilmu pengetahuan atau rasa yang membangkitkan ketaqwaan kepada- Nya. Apalagi kita selaku pendidik/murabbi’ seharusnya termasuk orang-orang yang sangat takut kepada Allah Swt, takut akan ancaman dan siksaan yang Allah janjikan terhadap orang-orang yang berbuat maksiat kepada-Nya.
Setelah Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk bertaqwa kemudian memberikan perintah kedua dengan memakai ta’bir
, fi’il mudhari’ yang diberi qarinah lam amar, sehingga jumlah ini menunjukkan perintah agar orang-orang beriman
memperhatikan. Ta’bir dengan kata “ tandhzur” tidak hanya berarti melihat, tetapi dengan meneliti secara cermat, cepat dan tepat. Apabila kita mempelajari ta’bir fi’il amar ini menurut tinjauan ushul
fiqh 153 “fi’il amar menunjukkan wajib kecuali apabila ada dalil yang menyalahinya”, dimana wajib menurut kaidah ushul fiqh adalah
“apabila dikerjakan memperoleh pahala, dan apabila ditinggalkan maka berdosa/disiksa,
Dari kaidah tersebut, kita mengetahui bahwa hukum memperhatikan
telah dikerjakan (introsfeksi/bertaubat), dan mempersiapkan bekal untuk hari esok (kiamat) adalah wajib. Meneliti bukanlah pekerjaan yang mudah karena yang harus dipersiapkan tidak hanya mata ataupun panca indera, akan tetapi juga memakai logika berfikir yang benar disertai dengan rasa keimanan kepada Allah Swt.
Khitab ini diperuntukkan kepada seluruh orang-orang yang beriman sebagaimana dalam permulaan ayat, dan apabila kita cermati dalam
153 Abdul Hamid Hakim, Al-Bayan, (Jakarta: Sa’adiyah Putra,T. th), hlm. 12 dengan perubahan.
tri dharma perguruan tinggi kata ini termasuk didalamnya yaitu mendidik, meneliti dan mengabdi. Padahal ajaran Islam dalam Al- Qur’an sudah jelas bahwa tugas meneliti itu diperuntukkan untuk semua orang, tidak memandang apakah ia guru, ilmuwan, dosen, hartawan, birokrat dan sebagainya. Sebab meneliti disini tidak hanya diperuntukkan untuk kebahagiaan duniawi semata, akan tetapi juga diperuntukkan untuk kebahagiaan ukhrawi. Sementara itu untuk meneliti agar memperoleh hasil yang maksimal membutuhkan beberapa element selain sumber daya manusia yang berkualivaid, juga fatner peneliti agar dapat dievaluasi apakah penelitian tersebut sudah sesuai dengan kaidah yang berlaku, apakah penelitian tersebut sudah valid, apakah penelitian tersebut sudah terukur dan teruji dan sebagainya. Selain SDM juga dibutuhkan media untuk menyebarkan penelitian tersebut agar tidak duduk dalam teori tetapi berjalan dalam langkah-langkah, sikap-sikap dan tutur kata manusia sebagaimana yang dicontohkan oleh pribadi Rasulullah Saw. Oleh karena itu untuk merepon perintah Allah dalam ta’bir “waltandhzur” saya mengajak mari kita meneliti sesuai dengan keahlian dibidang masing-masing, yang bertujuan tidak hanya untuk memberikan manfa’at kepada manusia akan tetapi menebarkan kalimat Allah agar kita semua diberkahi-dirahmati oleh-Nya menyonsong masa depan yang lebih bertaqwa.
Kata “ nafsun” di dalam ayat tersebut sering diartikan diri atau jiwa, namun apabila kita melihat makna kata tersebut sebagaimana disebutkan oleh syekh Muhammad bin Abi Bakar Razy 154 dalam kitabnya “Mukhtar As-Shihhah” halaman 360, beliau menyatakan bahwa makna nafsun antara lain adalah ruh, jasad, darah dan nafas” Syekh Wahbah Zuhaili 155 berpendapat bahwa lapadz nakirah pada nafsun mempunyai makna “litaqlil” menyedikitkan, artinya hanya sedikit sekali jiwa-jiwa yang memperhatikan perintah Allah ini. Allah Swt memilih kata “nafsun” agar manusia mengerahkan seluruh potensi yang dimiliki untuk memperhatikan, tidak hanya potensi
154 Muhammad bin Abi Bakar Razy, Mukhtar As-Sihhah, (Cairo: Dar El-hadits, 2000), Cet. I, hlm. 360.
155 Wahbah Zuhaily, Tafsir Al-Munir Surah Al-Hasyr, (Damaskus: Dar El-Fikr, 1998), Cet. I, Juz 28 hlm. 101.
--Seni Evaluasi Pendidikan--
akal dalam mengarungi intelegensi question, juga tidak hanya mental agar memiliki emotional question, tetapi juga harus memiliki spiritual question yang semuanya terpadu, bahkan lebih dari itu termasuk jasmani yang harus senantiasa dijaga untuk senantiasa surfive agar mampu melayani-mengolah alam dan beribadah kepada Allah dengan prima. Atas dasar itu Rasulullah Saw bersabda;
“ seorang mu’min yang kuat lebih dicintai Allah daripada mu’min yang lemah ”.
Dalam membina ketahanan jasmani Rasulullah Saw sering mengadakan semacam olahraga seperti berlari dengan Siti Aisyah r.a. atau ketangkasan dalam berperang seperti mengadu pedang, gulat, berenang dan memanah. Bahkan Rasulullah Saw memerintahkan para sahabat agar mendidik anak berenang dan memanah lewat hadisnya:
“ajarkanlah putera puterimu berenang dan memanah” Kata “
” “apa yang telah diperbuatnya” Wahbah berpendapat bahwa yang dimaksud adalah amal-amal shaleh 156 .
Sedangkan penulis lebih cenderung bahwa yang dimaksud semua amal baik atau buruk, karena ayat ini memberikan pelajaran kepada akan pentingnya suatu evaluasi atau introsfeksi, sebagaimana Ibnu Katsir menyatakan:
“instrosfeksilah dirimu sebelum diintrosfeksi” 157 . Evaluasi merupakan media untuk mengukur suatu amal
apakah berhasil atau tidak, sempurna atau kurang, benar atau salah
156 Ibid. 157 Ibnu Katsir, Tafsir Al- Qur’an Al-‘Adzim, (Beirut: Dar Fikr, 1401
H), Juz IV, hlm. 438.
dan sebagainya. Imam Quthubi 158 menyatakan dalam tafsirnya Juz
18 halaman 39 bahwa introsfeksi disini (memperhatikan apa yang telah diperbuat) merupakan cerminan perintah taqwa yang pertama untuk bertaubat terhadap perbuatan-perbuatan maksiat yang telah berlalu, karena Allah Swt mengetahui bahwa manusia tempatnya salah dan lupa, sehingga dipastikan seluruh manusia pernah melakukan dosa bahkan bisa jadi kalau diukur lebih banyak dosa daripada pahala yang telah disahamkan untuk investasi diakherat. Jangan sampai kita menjadi orang yang muflis atau bangkrut dalam artian tidak mempunyai bekal untuk menghadapi hari akherat, malah mempunyai hutang yang begitu banyak kepada Allah karena berlumuran maksiat dan dosa sementara hutang-hutang tersebut belum terbayar dengan bertaubat dan bersegera menuju amal kebajikan.
Kata “ ” hari esok (akhirat), imam Badhawi 159 dalam tafsirnya juz 1 halaman 323 menyatakan makna “ghad” disini adalah hari kiamat, meminjam kata ghad karena saking dekatnya antara
kehidupan dunia dan akherat. Bahkan kata ahli Sufi dalam menafsikan surah Al- ‘Asri yaitu ketika Allah bersumpah dengan waktu ashar, ini menunjukkan bahwa antara kehidupan dunia dan kiamat kubra, tenggang waktunya antara ashar sampai maghrib, itu Allah firmankan 14 abad yang lalu sehingga kalau dikira-kirakan antara 30-20 derajat kiamat akan terjadi, tetapi tidak seorangpun yang mengetahuinya. Bahkan ada ilmuwan berpendapat bahwa kiamat kubra terjadi kalau Allah sudah menampakkan banyak keagungan dan kebesaran-Nya lewat dunia sains dan teknologi. Bahkan Allah Swt berfirman agar kita tidak ragu dengan datangnya kiamat dalam Q.S Thaha;15
158 Quthubi, Al- Jami’ Li Ahkamil Qur’an, (Cairo: Dar Sya’b, 1372 H), Juz XVIII, hlm. 39.
159 Baidhawi, Tafsir Baidhawi, (Beirut: Dar El-Fikr, 1996 M), Juz. I, hlm. 323.
--Seni Evaluasi Pendidikan--
“Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan”.
Menurut imam Qurthubi setiap yang datang itu dekat, sehingga tidak ragu lagi bahwa kiamat itu telah dekat namun hanya Allah yang mengetahui kapan ia datang, hanya saja Allah Swt memberikan informasi tanda- tanda kiamat kubra’ terjadi. Sehingga tugas kita adalah meneliti tanda-tanda kiamat yang telah Allah Swt informasikan baik dalam Al- Qur’an ataupun Al-Hadits ataupun ayat- ayat Kauniyah. Kemudian berda’wah agar manusia mengingat masa depan yang lebih panjang dan luas.
Kata “ittaqullah” yang kedua kata Imam Qurthubi 160 mempunyai makna agar kita menghindari kemaksiatan atau dosa pada kehidupan mendatang, dan ini dilaksanakan setelah muhasabah, kita melakukan planning ulang dengan cita-cita menyongsong masa depan lebih bertaqwa dengan menyiapkan bekal ketaqwaan melalui ilmu pengetahuan-penelitian-pengamalan, seolah-olah kita jangan berkata berapa banyak yang diberikan orang lain, agama, lembaga dll kepada kita...tetapi kita balik pertanyaan itu dengan berapa banyak manfa’at yang telah kitab berikan kepada orang lain, lembaga, bangsa dan agama. Sehingga akan tercermin dalam diri kita untuk senantiasa optimis dengan menggunakan seluruh potensi baik jasmani, akal, hati untuk mengabdikan kepada Allah Swt.
Allah Swt menutup ayat 18 surah Al-Hasyr dengan “sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” . kata “khabir” yang artinya lebih dalam dari sekedar mengetahui, karena dalam istilah kata khabara itu mempunyai makna segudang pengalaman, waspada bahkan isim fail dari kata ini yang dikenal mukhabarat sering dipakai dengan istilah detektif. Seorang Detektif ia bekerja tidak hanya sendiri akan tetapi biasanya memakai team, alat teknologi, dan sebagainya. Saya tidak bermaksud menyamakan, akan tetapi apabila kita meneliti kata-kata dalam Al- Qur’an yang
160 Qurthubi, op. cit.
menyatakan bahwa seluruh manusia itu diawasi, untuk sementara saya dapat menyimpulkan sebagai berikut;
Bahwa di sebelah kanan dan kiri kita Allah mengutus dua Malaikat untuk mencatat semua kegiatan kita dalam sebuah
catatan atau buku yang tentu sudah jelas no. Induk atau registrasinya, yang kecermatan kedua Malaikat ini tidak akan salah mencatat seperti mencatat si A telah merampok, padahal yang berbuat adalah si B. Sekali lagi ini tidak mungkin, dan Allah Swt telah mengukurnya dengan matang sehingga Malaikat diciptakan dari cahaya yang dapat bergerak cepat, pun tidak makan tidak minum, sehingga tidak dapat disogok. Dasar pemikiran ini adalah Q.S Qaf 17-19
19 18 (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya,
seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.
Bahwa Allah Swt lebih dekat dari pada urat nadi sebagaimana dalam Q.S yang sama ayat 16
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya,
Allah Swt telah memasang semacam chip dalam leher manusia yang mampu merekam semua aktifitas manusia termasuk bisikan dan khayalan manusia sebagaimana dalam Q.S Al-Israa; 13-14
--Seni Evaluasi Pendidikan--
Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.