Dengan Pendekatan Teologis dan Filosofis

Oleh:

DR. H. Asep Ahmad Fathurrohman, Lc., M.Ag

Copy Right @ 2013

Ilmu Pendidikan Islam Sebuah Pengantar (Dengan Pendekatan Teologis dan Filosofis)

DR. H. Asep Ahmad Fathurrohman, Lc., M.Ag

Cetakan I, Desember 2013

Editor :

Giovani Van Rega

Desain Lay Out :

Azinuddien Hanafi

Desain Cover :

Azinuddien Hanafi

Copyright @ 2013 Penerbit Pustaka Al-kasyaf All right reserved

Diterbitkan oleh :

Penerbit Pustaka Al-kasyaf

Jl. Komplek Vijaya Kusuma Blok A No. 21-23 Cipadung-Cibiru Kota Bandung Jawa Barat Indonesia

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan penggunaan mesin foto copy, tanpa izin sah dari penerbit.

Copy Right @ 2013

Ilmu Pendidikan Islam | 2

Kata Pengantar

Oleh : Prof. DR. H. Ahmad Tafsir, MA

(Guru Besar Pendidikan Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung)

Kata Pengantar

Oleh : Penulis

Segala puji milik Allah Swt yang telah memberikan nikmat Iman, Islam dan Ihsan kepada kita semua. Shalawat beserta salam semoga tercurah kepada junjunan, tuntunan dan teladan kita semua nabi Muhammad Saw.

Atas izin, taqdir dan hidayah Allah Swt, akhirnya buku pengantar ilmu pendidikan Islam bagian pertama ini selesai dibuat. Banyak hambatan dan rintangan dalam penyelesaiannya. Setiap kali dibaca, selalu saja ada yang kurang, ingin terus ditambahkan. Inilah bukti bahwa ilmu yang dimiliki manusia itu sangatlah sedikit. Rasa keinginan untuk menyebarkan teori-teori pendidikan dengan pendekatan teologis dan filosofis sangat besar dalam jiwa penulis. Sehingga penulis mencoba mengekplorasi teori-teori tersebut dengan bingkai kedua pendekatan tersebut.

Keterpanggilan ini muncul tidak saja karena untuk menunaikan tri dharma pendidikan, lebih dari itu bahwa penyebaran ide melalui buku termasuk dakwah fikir dan untuk melatih berfikir penulis.

Selain itu penulis juga mengampu mata kuliah ilmu pendidikan, dasar-dasar kependidikan dan ilmu pendidikan Islam. Oleh karena itu, rasa tanggung jawab itulah yang memotivasi penulis untuk menulis buku daras ini.

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan teologis dan filosofis. Yang dimaksud dengan pendekatan teologis adalah eksplorasi teori pendidikan yang berdasarkan dalil naqli yaitu Al-Quran dan Hadits. Walaupun tidak semua, namun ruh menuju kearah tersebut dicoba untuk senantiasa ada. Hal ini perlu, sebab untuk memberikan pemahaman bahwa agama itu mencakup semua hal termasuk bidang pendidikan. Hanya saja agama itu memberikan isyarat dan simbol saja. Istilah, manual dan teknis pendidikan itu diserahkan kepada manusia.

Isyarat dan simbol itu hanyalah sebagai rambu-rambu agar manusia tidak keliru. Penyerahan istilah dan teknis kepada manusia, agar Isyarat dan simbol itu hanyalah sebagai rambu-rambu agar manusia tidak keliru. Penyerahan istilah dan teknis kepada manusia, agar

Ada sebelas bab yang diuraikan dalam buku ini yaitu: Bab I

: Manusia Bab II

: Pendidikan Bab III : Dasar dan Tujuan Pendidikan Bab IV : Tanggung Jawab Pendidikan Bab V

: Jenis-Jenis Pendidikan Bab VI : Pendidik Bab VII : Peserta Didik Bab VIII : Seni Belajar Bab IX : Seni Mengajar Bab X

: Kurikulum Bab XI : Metode Pendidikan Bab XII : Seni Evaluasi Belajar

Dengan memohon Ridha, Rahmat dan Inayah Allah Swt, mudah- mudahan buku ini menjadi amal saleh khususnya bagi penulis, umumnya bagi para pembaca. Tentu buku ini tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan, oleh karena itu untuk perbaikan terbitan selanjutnya penulis memohon kritik konstruktif dan masukan untuk mewujudkan buku yang berkualitas.

Bandung, 20 April 2013 Penulis

Asep Ahmad Fathurrohman

Ucapan Terima Kasih

Segala puji milik Allah Swt yang telah memberikan nikmat Iman, Islam dan Ihsan kepada kita semua. Shalawat beserta salam semoga tercurah kepada junjunan, tuntunan dan teladan kita semua nabi Muhammad Saw.

Atas izin, taqdir dan hidayah Allah Swt, akhirnya buku ilmu pendidikan Islam selesai dibuat. Banyak hambatan dan rintangan dalam penyelesaiannya. Setiap kali dibaca, selalu saja ada yang kurang, ingin terus ditambahkan. Inilah bukti bahwa ilmu yang dimiliki manusia itu sangatlah sedikit. Rasa keinginan untuk menyebarkan teori-teori pendidikan dengan pendekatan teologis dan filosofis sangat besar dalam jiwa penulis. Sehingga penulis mencoba mengekplorasi teori-teori tersebut dengan bingkai kedua pendekatan tersebut.

Keterpanggilan ini muncul tidak saja karena untuk menunaikan tri dharma pendidikan, lebih dari itu bahwa penyebaran ide melalui buku termasuk dakwah fikir dan untuk melatih berfikir penulis.

Selain itu penulis juga mengampu mata kuliah ilmu pendidikan, dasar-dasar kependidikan dan ilmu pendidikan Islam. Oleh karena itu, rasa tanggung jawab itulah yang memotivasi penulis untuk menulis buku daras ini.

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan teologis dan filosofis. Yang dimaksud dengan pendekatan teologis adalah eksplorasi teori pendidikan yang berdasarkan dalil naqli yaitu Al-Quran dan Hadits. Walaupun tidak semua, namun ruh menuju kearah tersebut dicoba untuk senantiasa ada. Hal ini perlu, sebab untuk memberikan pemahaman bahwa agama itu mencakup semua hal termasuk bidang pendidikan. Hanya saja agama itu memberikan isyarat dan simbol saja. Istilah, manual dan teknis pendidikan itu diserahkan kepada manusia.

Isyarat dan simbol itu hanyalah sebagai rambu-rambu agar manusia tidak keliru. Penyerahan istilah dan teknis kepada manusia, agar

vii vii

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof.Dr.H. Dede Rosyada (Direktur Diktis), Drs.H. Khaerani, M.Si (Kasubdit Penelitian), Subandriah (Kasi.Publikasi Ilmiah) Kementerian Agama yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mempublikasikan karya ilmiah, khususnya kluster HKI. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada guru tercinta Prof.Dr.H. Ahmad Tafsir, MA yang telah meluangkan waktunya untuk menelaah dan memberikan kata pengantar. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Direktur Pustaka Al-Kasyaf saudara Giovani Van Rega dan rekan-rekan yang telah sudi untuk mengedit, melayout, mendesign, sampai buku ini dapat diterbitkan dan dipublikasikan kepada publik baik cetak maupun online.

Selain itu penulis ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan di lingkungan Universitas Islam Nusantara, khususnya Fakultas Agama Islam yang telah mendorong penulis untuk menulis karya ini. Begitu juga kepada kedua orang tua saya Rohmatullah Yusuf, M.Sc dan Hj. Nunung Nurhayati, S.Pd keduanya telah membimbing penulis dan memotivasi lahir batin. Serta khusus kepada istri tercinta Neni Nurhayati, S.Pd yang malam-malamnya menemani penulis untuk menyempurnakan tulisan ini, begitu juga kepada putra-putri yang cantik dan tampan, Nashiruddin Muhammad Amin, Siti Zaenab Fathurrohman, Hilyatul Adzkiya Fathurrohman, dan Fadhlan Abdul Hafidz mereka sering menghibur dengan celoteh dan godaan yang lucu dan menggemaskan.

Dengan memohon Ridha, Rahmat dan Inayah Allah Swt, mudah- mudahan buku ini menjadi amal saleh khususnya bagi penulis, umumnya bagi para pembaca. Tentu buku ini tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan, oleh karena itu untuk perbaikan terbitan selanjutnya penulis memohon kritik konstruktif dan masukan untuk mewujudkan buku yang berkualitas.

Bandung, 09 Desember 2013 Penulis

Ilmu Pendidikan Islam | viii

Petunjuk Membaca Buku Ini

Buku ini dibuat dengan memperhatikan aspek-aspek yang membantu pembaca untuk memahami sekaligus menguasainya dalam sistematika pembahasannya, buku ini dilengkapi dengan:

 Peta Konsep  Pembahasan  Rangkuman  Soal  Daftar Pustaka

Pendekatan buku ini adalah memadukan pendekatan teologis dan filosofis. Pendekatan teologis yang dimaksud adalah pendekatan dalil naqli sedangkan pendekatan filosofis adalah pendekatan logis-rasional. Sehingga buku ini sengaja ditampilkan ayat Al-Quran dan haditsnya dengan tujuan bahwa pembaca mengetahui sumber tersebut. Mungkin buku yang lain hanya menampilkan terjemahannya saja, menurut penulis terjemahan itu tidak mewakili maksud dan tujuan sebagaimana ada pada teks aslinya. Oleh karena itu tek asli selalu disertakan untuk menjaga keontetikan data agar valid dapat dipertanggungjawabkan.

ix

Ilmu Pendidikan Islam | x

DAFTAR ISI

Kata Pengantar-- iii Ucapan Terima Kasih

vii Petunjuk Membaca Buku Ini--

ix Daftar Isi--

xi

PETA KONSEP 1

1 MANUSIA--

A. Manusia sebagai makhluk mulia--

B. Tiga Dimensi Manusia: Ruh, Akal dan Jasad--

6 Apakah perlu mendidik Ruh? Bagaimana caranya!--

7 Bagaimana mendidik jasad (fisik) itu!--

10 Apa itu Akal? Bagaimana mendidik akal!--

C. Manusia sebagai Makhluk Biologis--

D. Manusia sebagai Makhluk Sosial--

E. Perbedaan Manusia dengan Makhluk lainnya--

15 Siapakah malaikat itu?--

15 Wujud malaikat--

16 Binatang atau Hewan?--

17 Rangkuman--

22 Soal-Soal--

23 Daftar Pustaka--

PETA KONSEP 2

A. Pengertian Pendidikan dan Ilmu Pendidikan--

B. Urgensitas Pendidikan dan Ilmu Pendidikan--

C. Landasan Pendidikan Islam--

D. Komponen Pendidikan--

E. Jenis – jenis Pendidikan--

Analisis Kritis--

F. Jenjang atau Tingkatan Pendidikan--

Analisis Kritis--

G. Perbedaan antara pendidikan, pengajaran, pelatihan, bimbingan, dan konsultasi--

56 Rangkuman--

58 Soal-Soal--

60 Daftar Pustaka--

xi

PETA KONSEP 3

3 DASAR DAN TUJUAN PENDIDIKAN--

67  Manusia adalah makhluk berfikir--

A. Nilai filosofis sebuah “tujuan”--

67  Manusia adalah makhluk unik--

69  Kebutuhan manusia terhadap pendidikan--

B. Kedudukan Tujuan Pendidikan--

C. Kandungan-kandungan Pokok Tujuan Pendidikan--

1. Konsep Tujuan Pendidikan--

2. Tahap-tahap tujuan pendidikan--

3. Sumber-sumber yang menjadi dasar-dasar tujuan dan maksud pendidikan--

79 Rangkuman--

D. Tinjauan Filsafat terhadap tujuan pendidikan Islam--

83 Soal-Soal--

85 Daftar Pustaka--

PETA KONSEP 4

4 TANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN--

A. Individu--

B. Orang Tua--

C. Guru--

D. Masyarakat--

E. Pemerintah-- 100 Rangkuman--

104 Soal-Soal--

106 Daftar Pustaka--

PETA KONSEP 5 109

5 JENIS-JENIS PENDIDIKAN-- 111

A. Pendidikan Formal-- 112

B. Pendidikan Informal-- 120 Peran Penting Orang Tua Dalam Mendidik Anak Dan Meningkatkan Prestasi Belajar--

129 Orang tua menanamkan akhlak mulia--

Kunci sukses orang tua dalam pendidikan akhlak anak--

C. Pendidikan Nonformal-- 138

xii

Majelis Ta'lim-- 140 Pesantren--

142 Pesantren Kilat--

143 Bimbingan khusus, Pelatihan--

149 Konsultasi, Kursus--

D. Hubungan pendidikan Formal, Informal dan Non Formal-- 150 Sasaran populasi pendidikann non formal--

153 Tugas-Tugas pendidikan non formal--

153 Perencanaan dan usaha-usaha pendidikan non formal--

155 Rangkuman--

158 Soal-Soal--

160 Daftar Pustaka--

PETA KONSEP 6 163

6 PENDIDIK-- 165

A. Pengertian “Guru” dan “Pendidik”-- 167

B. Kedudukan Guru dalam Perspektif Islam-- 169

C. Syarat Guru dalam pendidikan-- 173

D. Tugas dan Fungsi Guru-- 174

E. Sifat Guru Sebagai Pendidik-- 179

F. Kualifikasi, Kompetensi dan Sertifikasi Guru-- 184 Rangkuman--

195 Soal-Soal--

198 Daftar Pustaka--

PETA KONSEP 7 201

7 PESERTA DIDIK-- 203

1. Siapa Peserta Didik-- 204

2. Peserta Didik dalam pandangan Al-Qur’an dan Al-Hadits-- 208

3. Kedudukan Peserta Didik dalam dunia pendidikan-- 210

4. Karakteristik Peserta Didik-- 211

5. Adab dan Tugas Peserta Didik-- 215

6. Hubungan Peserta Didik dan Guru-- 216 Rangkuman--

218 Soal-Soal--

219 Daftar Pustaka--

xiii

PETA KONSEP BAB 8-- 221

8 SENI BELAJAR-- 223

A. Definisi Belajar-- 224

B. Paradigma Filosofis Tentang Belajar-- 229

C. Belajar Sepanjang Hayat-- 230

D. Pendekatan Belajar-- 231

E. Teori Belajar-- 236

F. Mengkondisikan Belajar-- 238

G. Metode dan teknik belajar-- 238

H. Media belajar-- 239

I. Belajar sebagai kebutuhan-- 241 J. Belajar untuk belajar--

242 K. Belajar sebagai formalitas--

243 L. Belajar sebagai tugas belajar--

243 Rangkuman--

246 Soal-Soal--

248 Daftar Pustaka--

PETA KONSEP 9 251

9 SENI MENGAJAR-- 253

A. Landasan Mengajar-- 255

B. Praktek Mengajar-- 259

C. Explorasi Mengajar-- 264

D. Mengajar kebersamaan dengan CTL, Cooperative dan Colaboorative Learning--

E. Mengajar diluar jam belajar-- 281 Rangkuman--

285 Soal-Soal--

286 Daftar Pustaka--

PETA KONSEP 10-- 289

10 KURIKULUM-- 291

A. Definisi Kurikulum-- 292

B. Sejarah kurikulum-- 294

C. Urgensitas Kurikulum-- 296

D. Kurikulum Nasional-- 299

E. Kurikulum Lokal-- 300

F. Kurikulum Intenasional-- 303

xiv

G. Komponen Kurikulum-- 305

H. Tujuan Kurikulum-- 311 Rangkuman--

314 Soal-Soal--

316 Daftar Pustaka--

317

PETA KONSEP 1- 319

11 KONSEP METODE PENDIDIKAN-- 321

A. Definisi Metode-- 323

B. Pendekatan metode Pendidikan-- 324

C. Tujuan Metode Pendidikan-- 328

D. Metode Pendidikan dalam Al-Quran dan Hadits-- 329 Rangkuman--

367 Soal-Soal--

369 Daftar Pustaka--

370

PETA KONSEP 12-- 371

12 SENI EVALUASI PENDIDIKAN-- 373

A. Nilai Teologis Evaluasi dengan Analisis Tafsir Tarbawy-- 374  Pengertian Evaluasi Pendidikan--

383  Nilai Filosofis Tujuan Evaluasi Pendidikan--

384  Macam-macam Evaluasi Pendidikan--

385 Rangkuman--

393 Soal-Soal--

395 Daftar Pustaka--

396

Daftar Pustaka-- 397 Biografi Penulis--

403

xv

xvi

--Manusia --

PETA KONSEP MANUSIA MAKHLUK MULIA AKAL JASAD RUH MAKHLUK GENETIK MAKHLUK SOSIAL MAKHLUK LAINNYA

Malaikat

Jin

Hewan

--Manusia--

--Manusia --

MANUSIA

--Manusia--

 “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya ”. (Q.S Al-‘Alaq, [96]:1-5)

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (Q.S An-Nahl, [16]:78)

A. Manusia sebagai Makhluk Mulia

Allah Swt telah memberikan tugas mulia kepada manusia, yaitu khalifah 1 di muka bumi, walaupun para Malaikat mengajukan eksepsi, sebab sebelumnya di muka bumi sudah ada makhluk yaitu bangsa Jin yang senantiasa berbuat keruksakan dan bertumpah darah, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah, [2]:2 berikut:

1 Kata “khalifah” merupakan isim fail dari kata “khalafa” yang mempunyai arti pengganti, kemudian maknanya meluas menjadi pemimpin

seperti istilah “khulafa’ rasyidin” yaitu pemimpin-pemimpin yang cerdas (dalam bimbingan Ilahiyah).

--Manusia --

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Untuk melengkapi tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi, maka Allah memuliakan manusia (QS. Al-Isra, [17]:70), dengan menciptakannya sebaik-baik penciptaan (QS.At-Tin, [95]:4), yaitu dengan menganugerahkan akal yang membedakan antara manusia dengan makhluk lainnya.

Sebetulnya, manusia dilahirkan ke alam dunia tanpa mengetahui sedikitpun tentang sesuatu, namun Allah Swt menganugerahkan pendengaran, penglihatan dan hati, agar dapat bersyukur kepada Allah Swt (QS. An-Nahl, [16]:78). Dengan demikian bahwa letak kemuliaan manusia tersebut kembali kepada kualitas dan kuantitas syukur manusia kepada Sang Maha Pencipta Allah Swt. Bentuk syukur tercermin pada perilaku, sikap, ucapan dan siratan hati manusia yang menjelma sebagai rahmat bagi alam semesta, sebagaimana yang dicontohkan oleh nabi Muhammad Saw. Dampak manusia mulia terhadap keluarga menjadikan rumah sebagai surga, terhadap masyarakat dan negara menjadi baladun thayyibatun wa rabbun ghafur (negeri yang baik dan Allah Yang Maha Pengampun).

--Manusia--

B. Tiga Dimensi Manusia: Ruh, Akal dan Jasad Apa itu Ruh ?

Ruh, satu kata sederhana yang terbentuk dari susunan 3 huruf ternyata tidak mampu dijabarkan secara detail oleh manusia. Kamus-kamus bahasa yang ada di dunia juga tidak dapat menjabarkan arti ruh secara gamblang. Misalnya dalam Mu’jam Mufrodat Al-Quran, makna ruh dijadikan kata benda bagi jiwa atau ruh berarti jiwa, yaitu aspek yang membuat manusia hidup,

bergerak, mengambil manfaat dan menolak bahaya. 2 Ini merupakan salah satu bukti kebenaran yang di bawa oleh Rasulullah melalui firman Allah (QS. Al- Israa’, [17] : 85):

85. Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".

Apa Yang Terjadi Ketika Bani Adam Berada Di Alam Ruh?

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak- anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini

2 Raghib Al-Ashfahani, Mu’jam Mufrodat Al-Quran, (Beirut: Dar Kutub Ilmiyah, 1997), Cetakan ke satu, hlm. 231.

--Manusia --

Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (Q.S Al- A’raf, [7]:172)

Banyak penelitian yang dilakukan pada masa modern ini untuk mengetahui rahasia ruh. Menyingkap keberadaan ruh saat manusia masih hidup dan juga saat ruh meninggalkan badan (mati). Hasilnya....? Bukan pengetahuan tentang ruh yang diperolehnya, tetapi justru manusia menjadi kebingungan dan bahkan tidak mendapat apa-apa.

Mengapa bisa demikian...? Ruh adalah suatu yang abstrak, yang tidak kasat mata, yang tidak dapat di raba dan dilihat. Ruh hanya dapat dirasakan dan dipahami melalui pendekatan agama, bukan secara ilmiah. Kalau ruh bisa dipahami melalui agama berarti ruh bisa dipelajari melalui kitab suci ? Tidak semudah itu !

Dalam Al-Quran, Taurat dan kitab suci yang lain sangat sedikit sekali penjelasan tentang masalah ruh. Sekali lagi ruh adalah rahasia Tuhan dan sedikit sekali ilmu yang diberikan Allah mengenai hakekat ruh ini.

Disini peranan agama, akal dan nurani mulai sangat diperlukan oleh manusia. Karena ruh bersifat abstrak, hanya pendekatan kepada Tuhan saja yang mampu menyibak rahasia keajaiban ruh, akal sebagai kelebihan yang diberikan Tuhan kepada manusia (tidak diberikan kepada malaikat & mahluk lain) sebagai alat untuk menterjemahkan ayat-ayat Allah. Sedangkan hati nurani merupakan jembatan yang menghubungkan antara Tuhan & akal manusia.

Apakah Perlu Mendidik Ruh? Bagaimana Caranya!

Memang ruh perlu dididik, namun tentu orang bertanya bagaimana mendidik sesuatu yang abstrak itu! Sebelum berfikir kearah sana, penting bagi untuk mengetahui mengapa orang putus asa! Sampai ia bunuh diri, bahkan membunuh anaknya untuk bersama-sama bunuh diri! Atas fenomena tersebut, maka orang

--Manusia-- akan mengatakan mereka yang putus asa lalu bunuh diri, karena

mereka tidak mempunyai iman. Sampai disini, diketahui bahwa untuk mendidik ruh harus

dengan iman, oleh karena itulah maka iman harus dijaga, bahkan ditumbuhkan, diperbaharui dan senantiasa ditingkatkan sehingga menjadi kuat. Para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah Saw mengenai cara memperbaharui keimanan itu, lalu Rasulullah Saw menjawab, "perbaharui dengan mengucapkan kalimat tauhid yaitu lā

ilāha illallah. 3 Lalu orang bertanya, dimana tempatnya iman itu? Maka orang

beriman sepakat bahwa tempat iman itu di hati, hati yang paling dalam. Al-Quran menyebutnya dengan qalbu, lalu lub, sampai kepada fuad. Sampai disini baru dipahami bahwa membina ruh sama dengan membina hati, memelihara ruh sama dengan memelihara hati. Hadits panjang yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Nu'man bin

Basyir menyebutkan bahwa hati itu raja. 4 Karena ruh itu ciptaan Allah maka yang mengetahui bagaimana mendidik ruh itu ya Dialah Allah, untuk mencarinya, maka telitilah Al-Quran dengan cermat dan akurat. Maka saudara akan menjumpai misalnya dalam Q.S Ar- Ra'du, [13]:28 berbunyi:

3 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, (Beirut: 'alam al- kitab, 1998), Juz. II, hlm. 359. berikut teks haditsnya:

4 Bukhari, Jami' Shahih Bukhari, (Beirut: Dār Ibn Katsier, 1987), Juz. I, hlm. 28. Berikut teks haditsnya:

--Manusia --

             "orang-orang yang beriman dan hati merek tenang (tentram) dengan

mengingat Allah (berdzikir), ketahuilah bahwa dengan berdzikir kepada Allah hati itu akan tenang"

Sampai disini jelas bahwa mendidik ruh itu dengan berdzikir kepada Allah disertai dengan kerendahan hati, dan kebutuhan akan Rahmat, Ridha, Inayah Allah Swt. Yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah dzikir yang bagaimana yang membuat hati ini tenang. Sekali lagi Al-Quranlah yang berhak menjawabnya, bahwa ternyata diantara dzikir itu adalah berdoa dengan menyebut al-asma al-husna (lihat Q.S Al-'Araf, [7]:180).

Namun demikian mendidik ruh itu tidak hanya cukup mengingat sebab ahli dzikir juga mencakup ahli fikir, artinya keimanan itu disertai dengan ilmu. Sebab ilmu itulah yang membuat yakin. Sampai disini baru diketahui ternyata ada hubungan yang sangat signifikan antara iman dan ilmu. Nyatalah sekarang bahwa ruh, akal dan jasad itu saling berkaitan dan memberikan pengaruh yang signifikan. Misalnya akal yang sehat itu ada pada jasad yang sehat. Berikutnya ruh yang sehat itu ada pada akal yang sehat juga. Namun fakta di lapangan ternyata manusia mempunyai beberapa masalah, misalnya:

Fisik (jasad) sehat, namun akal sakit atau Fisik sakit, akal sehat atau Fisik sehat, akal sehat, ruhnya sakit atau Semuanya sakit atau Semuanya sehat

Ketika semua atau salah satu dari jasad, akal dan ruh itu sakit, maka ia harus diobati. Tentu semuanya ada obatnya, hanya saja kadang-kadang manusia lalai untuk mengobatinya. Sampai

disini mungkin saudara bertanya bagaimana mengobati ruh yang abstrak itu! Sebetulnya jawabannya

--Manusia-- sudah terjawab yaitu didiklah ruh itu dengan iman yaitu

dengan memperbanyak berdzikir, berdzikir itu ya mencakup berfikir yang isinya merenungkan, dan tidak sekedar merenungkan, hasil renungan itu ditulis agar memberikan manfaat kepada manusia yang lain.

Apa Itu Jasad?

Menurut Raghib al-Ashfahani, 5 Jasad lebih khusus dari Jismi, 6 menurut imam Khalil rahimahullah kata Jasad dikhususkan bagi makhluk yang mempunyai warna sedangkan makhluk yang tidak jelas warnanya seperti air dan udara tidak disebut jasad tetapi dengan istilah jism yaitu makhluk yang mempunyai tinggi, lebar dan bobot. Dalam kamus bahasa Indonesia jasad mempunyai arti tubuh; badan (manusia, hewan, tumbuhan): atau sesuatu yang berwujud (dapat

diraba, dilihat dsb): dan bagian terbatas dari dzat. 7

Bagaimana Mendidik Jasad (Fisik) Itu!

Sama dengan pembahasan selanjutnya, ternyata fisik itu harus dididik. Sekarang orang mulai mengerti sebab fisik ini konkret. Mendidik yang konkret tentu lebih mudah dari pada mendidik yang abstrak. Teorinya ya, memang mudah, namun ternyata prakteknya sulit. Tidak sedikit orang yang melalaikan pendidikan fisiknya.

Mungkin saudara bertanya bagaimana bisa orang melalaikan pendidikan fisik! Disini saudara dituntut untuk merenung, misalnya pendidikan fisik yang paling sederhana yaitu olahraga, kira-kira seberapa besar dan seberapa banyak orang berolahraga? Jawabannya masih banyak yang malas berolahraga, mereka berkilah orangraga itu melelahkan. Tetapi bukankah ia lelah yang membawa nikmat, dampaknya badan menjadi segar dan bugar. Sementara yang jarang

5 Raghib, Op. cit. , hlm. 106. lihat Q. S Al-Anbiya, :8, Thaha, [20]:88, Shaad, [38]:34.

6 Lihat QS. Al-Baqarah, [2]:247, Al-Munafiqun,[]:4 7 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan

Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdikbud, 1998), hlm. 353.

--Manusia --

olah raga badannya cepat lelah, lemas dan kadang mudah terserang penyakit.

Sampai disini barulah orang mengerti ternyata ya tidak sedikit orang melalaikan pendidikan fisiknya. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah pendidikan fisik itu hanya berolahraga? Jawabannya tentu tidak hanya itu, mendidik fisik berarti memberikan konsumsi fisik yang halal dan baik (thayyib). Baik halal dzat maupun proses, atau thayyib yaitu makanan minuman yang mengandung gizi yang baik dan seimbang. Bisa jadi makanan itu halal tapi tidak thayyib, bagi saudara yang sakit hipertensi tinggi, kata dokter tidak baik makan asin dan sebangsanya. Maka asin itu sebenarnya halal tapi tidak thayyib bagi penderita hipertensi. Dengan demikian, fisik itu harus diidentifikasi kebutuhannya, ia harus seimbang. Pakaian yang membungkus fisik juga harus yang sesuai dengan situasi dan kondisi pekerjaan. Dengan demikian fisik juga dituntut untuk beretika dan berestetika. Itulah yang dimaksud dengan pendidikan fisik.

Apa Itu Akal ? Bagaimana Mendidik Akal ? Akal merupakan kekuatan yang siap untuk menerima ilmu

atau bahwa ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia diterima oleh akal. 8 Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia akal dipahami sebagai daya pikir (untuk mengerti dsb); pikiran; ingatan. 9 Selain itu akal juga dipahami sebagai pengikat, dalam budaya arab, laki-laki arab sering memakai iqâl yang berbentuk melingkar dan dilingkarkan pada kepala untuk mengikat serban agar kuat. Oleh karena itu akal dalam pengertian budaya dapat dipahami sebagai alat untuk mengikat wawasan dan pengetahuan manusia yang dihasilkan dari penglihatan, pendengaran dan sebagainya, sehingga melahirkan karsa untuk menghasilkan buah karya cipta.

Mendidik akal berarti berfikir, tidak sedikit orang yang melalaikan pendidikan akalnya. Mereka berkilah berfikir itu

8 Raghib, Op. , Cit. , hlm. 382. lihat QS. Al-Ankabut, [29]:43, Al- Baqarah, [2]:171

9 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Op. cit. , hlm. 14.

--Manusia-- melelahkan, membuat otak cape dan seterusnya. Padahal orang yang

berfikir itu sama dengan koki yang mengasah pisaunya, pisau itu terus digunakan tetapi kalau tidak diasah maka pisau itu tumpul. Begitu juga dengan akal manusia, akal ini ada selalu digunakan, jika tidak dilatih dengan berfikir, maka akal ini tumpul ia tidak mampu berfikir. Kalau begitu apakah kegunaan akal ini hanya untuk makan, minum, berpakaian, bermain dan seterusnya? Tentu tidak, akal ini harus berkembang (dinamis), tidak boleh statis.

Sampai disini barulah difahami bahwa ternyata berfikir itu kebutuhan, dan kebutuhan itu adalah kepentingan manusia. Gaya berfikir itu banyak ada yang hafalan, spekulatif, konkret, formalistik, rasional, logis, filosofis, teologis dan sebagainya. Ini akan diterangkan pada bab seni mengajar.

Ragam gaya berfikir itu dipengaruhi oleh latar belakang keilmuan, subjektifitas, kecenderungan, keinginan dan pengalaman pemikir. Semakin sering berfikir, maka semakin tajam pemikiran seseorang. Ketika semakin tajam fikiran itu, maka mudah baginya untuk berkarya kreatif dan inovatif. Sehingga bermanfaat untuk dirinya sendiri, orang lain, bangsa, negara bahkan agama. Sebenarnya belajar itu adalah pendewasaan berfikir, mulai dari berfikir sederhana sampai kompleks, mulai dari berfikir spekulatif sampai kritis analitis dan seterusnya. Jadi berfikir itu ternyata menyehatkan akal.

Al-Quran banyak menyinggung mengenai akal, bahkan kata "afalā ta'qilūn" (mengapakah kalian tidak menggunakan akal) diulang- ulang sebanyak tiga belas kali. Tentu orang yang tahu tidak sama dengan orang yang tidak tahu. Bahkan ahli neraka nanti menyesali kedurhakaannya dengan berkata:

            "mereka berkata, "duh seandainya dulu kami mau mendengar atau

menggunakan akal kami, tentu kami tidak akan berada di neraka sa'ir"!" (Q.S Al-Mulk, [67]:10)

--Manusia --

Sampai disini ternyata agama memotivasi agar manusia mendayagunakan akalnya dengan melatih berfikir dan seterusnya. Berfikir ini agar manusia terhindar dari kesalahan. Bahkan ijtihad itu pengerahan akal dengan totalitasnya untuk mencari kebenaran. Orang berakalah yang mampu menerima pelajaran.

C. Manusia Sebagai Makhluk Biologis

Dalam kamus bahasa Indonesia manusia adalah keturunan Adam dan Hawa, makhluk Tuhan yang sempurna, berakal dan berbudi. 10 Dinamai manusia karena apabila ia berjanji, kebanyakan melupakannya. 11 Manusia sebagai makhluk genetik mempunyai arti bahwa manusia adalah makhluk biologis. Kata biologis merupakan sifat dari kata benda biologi yang merupakan ilmu tentang keadaan dan sifat makhluk hidup (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan),

ilmu hayat. 12 Jadi makna manusia sebagai makhluk biologis adalah bahwa

manusia merupakan makhluk yang hidup sama dengan makhluk- makhluk hidup lain seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan yang kesemuanya itu memerlukan dan membutuhkan perkara-perkara yang bersifat biologis untuk mempertahankan kehidupannya (surfive) seperti makan, minum, tidur, refroduksi. Namun kebiologisan manusia berbeda dengan binatang dan tumbuh- tumbuhan. Binatang dan tumbuh-tumbuhan bersifat statis, sedangkan manusia bersifat dinamis.

Selain itu karena manusia adalah makhluk sempurna yang diberi keindahan akalnya. Dengan demikian aspek-aspek yang ada pada manusia tidak hanya aspek biologis yang cenderung bersifat material, tetapi juga mempunyai aspek phisikhis.

10 Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya: Penerbit Apollo, 1997), hlm. 425.

11 Imam Muhammad bin Abu Bakar Ar-Razi, Mukhtar Ash-Shihah, (Kairo: Dar Al-Hadits, 2000), hlm. 26.

12 Daryanto, Op. Cit. , hlm. 107.

--Manusia--

Memang ada kesamaan secara biologis antara manusia dan binatang, tetapi kebiologisan manusia dikendalikan oleh akal, sedangkan binatang murni oleh instink. Sehingga kebiologisan manusia dihiasi dengan etika dan estetika, berbeda dengan hewan yang tidak mempunyai kedua aspek intrinsik tersebut. Sebagai contoh manusia membutuhkan pakaian untuk menutupi tubuhnya, tidak karena panas, dingin, tetapi karena mempunyai aspek psikhis yaitu malu. Sifat demikian tidak dimiliki oleh binatang.

Selanjutnya kata basyar terambil dari kata yang pada mulanya berarti penampakkan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas, dan berbeda dengan kulit binatang yang lain.

Adapun yang dimaksud basyar itu ialah anak keturunan Adam, makhluk fisik yang suka makan dan berjalan ke pasar. Aspek fisik itulah yang membuat pengertian basyar mencakup anak

keturunan Adam secara keseluruhan. 13 Dengan demikian key word kajian ayat-ayat yang berkaitan dengan deskripsi manusia sebagai makhluk biologis diwakili dengan kalimat basyar.

D. Manusia sebagai Makhluk Sosial

Selain manusia mempunyai keturunan sebagai makhluk genetik dan biologis, ternyata manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Namun kebutuhan ini dibatasi oleh pranata agama dan darigama. Makhluk sosial berarti suka memperhatikan kepentingan umum seperti

menolong, menderma dan sebagainya. 14

Al-Quran seringkali menyebut manusia dengan kata Insan yang diambil dari kata uns yang berarti jinak, harmonis dan

13 Aisyah Binti Syati, Op. Cit. , hlm. 1. 14 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan

Bahasa, Op. Cit. , hlm. 855.

--Manusia --

tampak. 15 Nilai kemanusiaan pada manusia yang disebutkan Al- Qur’an dengan term Al-Insan itu terletak pada tingginya derajat manusia yang membuatnya layak menjadi khalifah di bumi dan mampu memikul akibat-akibat taklif (tugas keagamaan) serta

memikul amanat. 16 Kata al-Insi senantiasa bergandengan dengan kata jin sebagai

lawannya. Sisi kemanusiaan pada manusia yang disebut dalam Al- Qur’an dengan kata al-Ins dalam arti tidak liar atau tidak biadab, merupakan kesimpulan yang jelas, bahwa insane itu merupakan kebaikan dari jin. Jin adalah makhluk halus yang tidak nampak,

sedangkan manusia adalah makhluk yang nyata lagi ramah. 17 Kata Insan digunakan Al- Qur’an untuk menunjukkan kepada

manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lain, akibat perbedaan fisik, mental dan kecerdasan.

E. Perbedaan Manusia Dengan Makhluk Lainnya Siapa Malaikat itu?

Malaikat, yang Allah ciptakan dari cahaya, mereka tidak diberikan syahwat, sehingga kehidupannya monoton. Malaikat tidak butuh materi, mereka tidak butuh makan, minum, rumah, mobil, apalagi menikah. Sehingga mereka tidak mempunyai keturunan. Karena memang malaikat diciptakan hanya untuk taat, tidak pernah maksiat. Sepanjang siang dan malam senantiasa bertasbih kepada Allah Swt, mereka tidak tidur. Tidak ada yang mengetahui jumlahnya secara pasti kecuali hanya Allah Swt. Semua Malaikat mempunyai tugasnya masing-masing, diantaranya; Jibril sebagai pemimpin para malaikat, bertugas menyampaikan wahyu dan mengajarkannya kepada para nabi dan rasul. Mikail - Membagi

15 M. Quraisy Shihab, Wawasan Al- Qur’an, (Bandung: Mizan, 1966), Cetakan ke tiga, hlm. 280.

16 Aisyah Binti Syati, Manusia dalam Perpertif Al- Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), hlm. 7.

17 M. Quraisy Shihab, Op. Cit. , hlm. 279.

--Manusia-- rezeki kepada seluruh makhluk. Hafazhah (Para Penjaga): (QS. Al-

An’am:61). Kiraman Katibin - Para malaikat pencatat yang mulia, ditugaskan mencatat amal manusia.(QS, Qaaf,:16-18, 50). Mu’aqqibat - Para malaikat yang selalu memelihara/ menjaga manusia dari kematian sampai waktu yang telah ditetapkan yang datang silih berganti (Ar- Ra’du 10-11, (Al-An'aam 6:61) dan sebagainya.

Wujud Malaikat

Wujud para malaikat telah dijabarkan di dalam Al Qur'an ada yang memiliki sayap sebanyak 2, 3 dan 4. surah Faathir, [35]:1 yang berbunyi:

                           Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan

Malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Kemudian dalam beberapa hadits dikatakan bahwa Jibril memiliki 600 sayap, Israfil memiliki 1200 sayap, dimana satu sayapnya menyamai 600 sayap Jibril dan yang terakhir dikatakan bahwa Hamalat al-'Arsy memiliki 2400 sayap dimana satu sayapnya menyamai 1200 sayap Israfil. Wujud malaikat mustahil dapat dilihat dengan mata telanjang, karena mata manusia tercipta dari unsur dasar tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk (QS. Al-Hijr, [15]: 28) tidak akan mampu melihat wujud dari malaikat yang asalnya terdiri dari cahaya, hanya Nabi Muhammad SAW yang mampu melihat wujud asli malaikat bahkan sampai dua kali. Yaitu

--Manusia --

wujud asli malikat Jibril (QS. an-Najm, [53]:6-14).Mereka tidak bertambah tua ataupun bertambah muda, keadaan mereka sekarang sama persis ketika mereka diciptakan. Dalam ajaran Islam, ibadah manusia dan jin lebih disukai oleh Allah dibandingkan ibadah para malaikat, karena manusia dan jin bisa menentukan pilihannya sendiri berbeda dengan malaikat yang tidak memiliki pilihan lain. Malaikat mengemban tugas-tugas tertentu dalam mengelola alam semesta. Mereka dapat melintasi alam semesta secepat kilat atau bahkan lebih cepat lagi. Mereka tidak berjenis lelaki atau perempuan dan tidak berkeluarga.

Binatang atau Hewan?

Ia adalah makhluk hidup yang dapat merasa dan bergerak, tetapi tidak dapat berfikir. 18 Kedua istilah ini sinonim, namun dalam literatur bahasa arab istilah hewan berasal dari kata hay yang bermakna hidup, sehingga dalam ilmu mantiq manusia dikategorikan sebagai hayawan an-nâthiq yaitu hewan yang dapat berfikir. Inilah esensi dari perbedaan antara manusia dengan hewan pada umumnya. Namun demikian manusia yang tidak dipakai kemampuan fikirnya (analisis kritis) dapat dikategorikan sebagai hewan selebihnya adalah hewan ternak, karena ia sudah mengabaikan anugerah Iâhiyah, dalam hal ini Allah Swt berfirman dalam Q.S Al- A’raf, [7]:179 sebagai berikut:

          Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam)

kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan

18 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Op. Cit. , hlm. 305.

--Manusia--

mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.

Berdasarkan ayat tersebut, tidak perlu heran jika kemudian muncul empat kelompok manusia, yaitu:

1. Manusia yang tidak mengerti kalau ia tidak mengerti;

2. Manusia yang tidak mengerti kalau ia mengerti;

3. Manusia yang mengerti kalau ia tidak mengerti; dan

4. Manusia yang mengerti kalau ia mengerti. Keempat kategori ini dipengaruhi oleh tingkat kredibilitas dan

kompetensi keilmuan dan keimanan yang sangat kuat. Semakin rendah ilmu dan iman, maka semakin rendah pula kategori manusia. Semakin tinggi ilmu dan iman maka semakin tinggi pulai nilai kategori manusia.

Namun demikian titik singgung keempat kategori ini berada pada kesadaran tinggi manusia yang berpangkal kepada hati nurani yang mendalam. Tidak sedikit manusia yang mengetahui larangan, namun ia melanggarnya, bukan karena tidak tahu, ia mengabaikannnya karena ada suatu kepentingan yang dikejar. Kepentingan inilah yang menghancurkan titik singgung ilmu dan iman. Kepentingan tersebut tidak lepas dari content materi, kedudukan/jabatan, kemewahan, kemegahan, popularitas dan sebagainya. Sehingga hakekatnya manusia yang demikian adalah manusia yang hanya menganggap indah dan nikmat hanya sebatas materi atau fisik, ia tidak menyadari kalau manusia juga mempunyai dunia hati dan ruh yang keindahan dan kenikmatannya tidak sama dengan dunia fisik.

 Isu-Isu Etis (Analisis Kritis)

1. Problematika kehidupan yang muncul mengenai eksistensi manusia adalah terjadinya pergesekan kepentingan antara satu individu atau kelompok dengan individu atau kelompok yang lainnya. Pergesekan kepentingan tersebut nampak pada

--Manusia --

polarisasi yang telah terbentuk atau baru dibentuk oleh golongannya masing-masing (koloni) yang bersifat pragmatis. Formulasi kepentingan tersebut terbentuk mulai dari perbedaan ideologi, perbedaan konsep, perbedaan teritorial, perbedaan sosial kultural, perbedaan politik, perbedaan ekonomi, perbedaan material, perbedaan edukasi dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan itulah yang kemudian mempertajam pergesekan antara satu kelompok dengan kelompok yang lainnya. Sehingga munculah kelompok liberal, demokratis, ekstrim, fundamental, ekslusif, inklusif dan sebagainya. Semua kelompok tersebut pada umumnya telah memiliki pendidikan berbasis kontent keilmuannya masing-masing, namun karena terjadi sekat yang disebabkan perbedaan beberapa prinsip seperti antara aliran tekstualis (literalis) dan konseptual, kedua kelompok ini atau salah satunya tidak mau duduk bersama untuk saling berkomunikasi. Karena komunikasi tidak berjalan, maka tidak memperoleh titik temu. Pada akhirnya yang terjadi adalah saling curiga-mencurigai (spying), saling memojokkan (black campaign), saling menonjolkan (surfive), saling menjatuhkan (marginalisasi) dan sebagainya. Dampaknya yaitu ketegangan antar kelompok yang puncaknya adalah pergesekan fisik dan pengrusakan sarana-prasarana kelompok tertentu. Ketika pergesekan fisik mulai dari saling melempari bahkan sampai kepada jatuh korban kematian, termasuk pengrusakan sarana-prasarana sudah menjadi fakta di lapangan seperti perseteruan antara syiah dan sunni di madura, jember pada tataran lokal sampai yang terjadi di Syiria antara kaum syiah alawiyin (pemerintah) dan sunni ekstrem (oposisi) yang telah memberikan sumbangan korban sangat banyak. Kehidupan pergesekan tajam membuat suasana sangat menegangkan, tidak tenang, dihantui dengan ketakutan dan sebagainya. Pertanyaannya adalah mengapa semua ini terjadi? Jawabannya karena mereka semua tidak mampu berkomunikasi untuk menemukan titik temu dalam rangka mencapai solusi yang saling menguntungkan (win win solution). Tentu untuk sampai pada titik terang dan titik temu ini dibutuhkan metode dan pendekatan terutama dalam kompetensi individuaal dan sosial

--Manusia--

yaitu bagaimana menghargai pendapat dan hak orang lain yang juga memiliki hak untuk hidup dan dihargai, sebagaimana ia ingin hidup dan dihargai. Maka sebenarnya kalau manusia mau memegang teguh Al-Quran dengan benar, maka tidak akan terjadi pergesekan dan peperangan tersebut, sebab Al-Quran berbicara bagaimana manusia bergaul dengan sesamanya baik sebagai manusia, atau sebagai saudara se-agama (ikhwah fi al- din). Metode dan pendekatan Al-Quran yang dimaksud adalah akhlak mulia (karimah). Dengan akhlak, harmonisasi kehidupan akan tercapai dan semua pihak akan merasakan keindahan hidup Al-Quran tanpa harus saling mencurigai dan mengintimidasi, karena kepentingannya yang “manusiawi” itu telah terakomodir secara otomatis. Oleh karena itu pendidikan akhlak yang basisnya adalah teladan baik (uswah hasanah) haruslah menjadi perhatian semua stake holder. Ia tidak hanya dipraktekkan pada pendidikan formal, namun harus terjadi dan dilakukan pada pendidikan informal dan non formal. Artinya semua aspek harus mengutamakan akhlak ini sebagai power of wisdom yaitu energi atau kekuatan untuk berlaku dan bersikap bijaksana seperti bagaimana atasan memperlakukan bawahan dengan memperhatikan kebutuhannya?, sebaliknya bagaimana bawahan loyal dan sungguh-sungguh bekerja dan menghormati atasan dengan bekerja yang baik sehingga menghasilkan produk yang bermutu baik kualitas maupun kuantitasnya. Begitu juga dengan kehidupan di keluarga bagaimana anak menghormati orang tua dan menunaikan kewajibannya sebagai anak, sebaliknya orang tua tidak bersifat otoriter, ia harus mampu berbuat adil dan memberikan hak anak dalam berpendapat dan sikap adil. Sehingga akan lahir keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, ketiga aspek tersebut merupakan indikator harmonisasi kehidupan dalam rangkan mencapai kebahagiaan di dunia dan akherat. Contoh lain dalam kehidupan bermasyarakat dengan berbagai tipikal antara kaya dengan miskin harus seimbang, tidak ekslusif dan mempertebal sekat, semakin ia terbuka maka akan terlihat bagaimana pengusaha atau si kaya berusaha memberdayakan kaum miskin baik dengan pelatihan kewirausahaan maun kecakapan hidup (life skill), sehingga ia

--Manusia --

tidak akan meminta-minta sebagaimana umumnya mental kaum miskin, namun ia akan bangkit dan berusaha dengan keras untuk merubah nasih mereka dengan usaha, ikhtiar, doa dan tawakkal. Sebaliknya kaum miskin akan menjaga aset dan kehormatan si kaya, karena bagaimanapun kontribusi pengusaha tersebut telah memberikan manfaat terhadap kesejahteraan kaum miskin.

2. Subjek dan objek pendidikan adalah manusia, oleh karena itu

maka pendidikan harus dilaksanakan sesuai dengan kemampuan dan situasi kondisi kemanusiaan. Manusia tidak seperti mesin yang statis, ia dinamis sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan hidupnya. Karena manusia terdiri dari fisik, akal dan ruh, maka pendidikan manusia juga harus mencapai ketiga aspek tersebut agar memperoleh keseimbangan dan sesuai dengan harapan manusia diciptakan. Jika salah satunya tidak terpenuhi atau mismatch tidak terkoneksi baik dalam fikiran sadar maupun bawah sadar, maka manusia akan berubah menjadi manusia manipulatif, pragmatis, otoriter dan sebagainya dengan bingkai kedzaliman dan perbuatan dosa.

--Manusia--

Rangkuman

A. Kemuliaan manusia terletak pada gelar kekhalifahan yang dipercayakan oleh Sang Maha Pencipta Allah Swt, hal ini dikuatkan dengan bekal yang sudah disiapkan untuk amanah tersebut yaitu akal.

B. Ada tiga dimensi pada manusia yaitu: ruh, akal dan jasad. Ketiga

masing-masing membutuhkan makanan dan pendidikan agar mempunyai kekuatan.

dimensi

ini

C. Pendekatan memahami ruh adalah dengan agama, sedangkan pendekatan akal adalah dengan ilmu dan iman, serta

adalah dengan latihan, kesungguhan dan mengkonsumsi makanan, minuman, pakaian yang halalan thayyiban.

pendekatan

jasad

D. Akal berfungsi untuk mengikat ilmu, sedangkan jasad diantaranya berfungsi untuk membantu memperoleh ilmu.

keduanya mempunyai keterbatasan.

Namun

demikian

E. Manusia sebagai makhluk biologis adalah bahwa manusia merupakan makhluk yang hidup sama dengan makhluk- makhluk hidup lain seperti binatang dan tumbuh- tumbuhan yang kesemuanya itu memerlukan dan membutuhkan perkara-perkara yang bersifat biologis untuk mempertahankan kehidupannya (surfive) seperti makan, minum, tidur, refroduksi. Dalam Al-Quran ketika manusia dipandang sebagai makhluk biologis, biasanya diwakili dengan kata-kata basyar yang mempunyai arti kulit.

F. Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Namun kebutuhan ini dibatasi oleh pranata agama dan darigama. Makhluk sosial berarti suka memperhatikan kepentingan umum seperti menolong, menderma dan sebagainya.

--Manusia --

G. Jika hewan hanya diberikan syahwat saja, akal tidak. Sementara malaikat diberikan taat, syahwat tidak. Maka manusia diberikan keduanya. Manusia itu makhluk dinamis sementara yang lain itu statis. Kedinamisan inilah yang membuat kehidupan manusia mengalami kemajuan dari pada makhluk lainnya.

***

--Manusia--

Soal-Soal

1. Buktikan bahwa manusia adalah makhluk mulia! Aspek apa saja yang menunjukkan sisi kemuliaan tersebut?

2. Menurut anda apa fungsi akal manusia? Jelaskan!

3. Ruh itu jiwa, karena itulah manusia hidup. Bagaimana supaya ruh tersebut memiliki energi untuk beribadah kepada Allah Swt!

4. Apakah jasad manusia harus dilatih? Bagaimana cara melatihnya!

dengan peningkatan kompetensi?

Apa

hubungannya

5. Bagaimana supaya akal dinamis dan tajam!

6. Seringkali manusia menyalahkan keburukannya (tabiat) kepada unsur keturunan (genetik). Bagaimana upaya manusia agar

keluar dari tabiat buruk tersebut!

7. Sebagai makhluk sosial tentu manusia membutuhkan orang lain. Jelaskan sisi kesosialan manusia! Kapan manusia keluar dari sisi

tersebut?

8. Jelaskan perbedaan manusia dengan makhluk lainnya!

--Manusia --

Daftar Pustaka

Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, (Beirut: 'alam al- kitab, 1998),

Aisyah Binti Syati, Manusia dalam Perpertif Al- Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999)

Bukhari, Jami' Shahih Bukhari, (Beirut: Dār Ibn Katsier, 1987) Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya: Penerbit

Apollo, 1997) M.Quraisy Shihab, Wawasan Al- Qur’an, (Bandung: Mizan, 1966) Imam Muhammad bin Abu Bakar Ar-Razi, Mukhtar Ash-Shihah,

(Kairo: Dar Al-Hadits, 2000) Raghib Al-Ashfahani, Mu’jam Mufrodat Al-Quran, (Beirut: Dar

Kutub Ilmiyah, 1997)

--Manusia--

--Pendidikan--