DASAR DAN TUJUAN PENDIDIKAN

DASAR DAN TUJUAN PENDIDIKAN

--Dasar dan Tujuan Pendidikan --

       “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya

mereka mengabdi kepada- Ku” (Q.S Adz-Dzariyat, [51]:56) Allah Swt menciptakan alam semesta berikut isinya

mempunyai tujuan, karena Ia Maha Berkehendak. Malaikat diciptakan mempunyai tujuan agar senantiasa taat, para malaikat tidak memiliki nafsu, manusia dan jin diciptakan dengan tujuan agar menyembah Allah Swt, walaupun manusia berbeda dengan malaikat, karena pada diri manusia terdapat hawa nafsu dan akal untuk mengendalikan dan memotivasinya agar berfikir. Begitu juga Allah Swt menciptakan matahari, bumi, flora, fauna dan sebagainya telah Allah tundukkan untuk hidup manusia. Artinya bahwa segala sesuatu yang Allah ciptakan mempunyai tujuan tertentu yang terarah dan terukur.

Tujuan manusia diciptakan adalah untuk beribadah, tidak sedikit manusia yang hidup, tetapi ia tidak mengetahui tujuan hidupnya. Sehingga hidup manusia seperti itu bagaikan hewan dalam hal makan, minum dan menuruti keinginan nafsunya. Namun demikian manusia berbeda dengan hewan, karena manusia adalah makhluk yang sempurna dengan seluruh potensi yang dimilikinya dari mulai aspek fisik, psikis, dan akal untuk berfikir dinamis. Kenyataan ini nampak dengan berbagai kemajuan yang ada pada kehidupan manusia dari mulai masa nabi Adam As. (manusia pertama) sampai kepada abad millenium sekarang ini.

Berdasarkan aspek fisik manusia jelas memiliki fisik yang sempurna dengan desain yang tepat dan akurat sesuai dengan kemanusiaan. Walaupun hewan mempunyai fisik yang kadang- kadang lebih kuat dari pada manusia, namun fisik mereka tidak dapat ditampilkan dengan etika dan estetika, karena hewan hanya mengandalkan instink untuk memenuhi kehidupan fisik atau kehidupan biologisnya.

Aspek psikis hanya dimiliki oleh manusia, sehingga dengan aspek ini kehidupan manusia sangat unik dan indah. Manusia

--Dasar dan Tujuan Pendidikan --

mampu menerawang dengan perasaannya sampai batas yang sangat jauh, yang tentunya tidak akan terbayang oleh hewan. Namun demikian aspek psikis manusia juga ditentukan oleh backround dan lingkungan dimana manusia hidup.

Aspek akal sangat penting bagi manusia, karena aspek inilah yang membedakan antara manusia dengan hewan. Dengan akal, manusia dapat mengolah alam semesta ini dengan baik dan maslahat baik untuk kehidupan manusia, juga untuk lingkungannya. Sebab kenyamanan, ketentraman, keindahan dan kedamaian dunia banyak ditentukan oleh kehidupan manusia. Jadi dengan akal inilah kehidupan manusia memiliki sebuah hasil yang kemudian disebut dengan peradaban manusia.

Peradaban manusia, sebagai hasil dari analisis berfikir dihasilkan karena akalnya dididik untuk berfikir. Sebab walaupun manusia mempunyai akal, namun apabila akalnya tidak dididik untuk belajar berfikir maka akalnya hanya sebagai hiasan saja, bahkan mungkin akan menjadi sampah.

Proses berfikir tersebut kemudian disebut dengan nama “belajar” atau lebih khususnya adalah akal yang berfikir berarti akal yang terdidik, maka manusianya dinamakan manusia terdidik atau manusia yang berpendidikan. Oleh karena itu karena manusia harus berpendidikan agar hidupnya dinamis, maka pendidikan manusia harus memiliki tujuan yang jelas, terarah dan terukur.

A. Nilai Filosofis Sebuah “Tujuan”

1. Manusia Adalah Makhluk Berfikir

Sebagaimana telah diterangkan, bahwa manusia dapat berfikir, karena manusia mempunyai akal. Ada sebuah pertanyaan, dikatakan bahwa semua manusia mempunyai akal, akan tetapi ketika akal ini dipakai untuk berfikir dan menghasilkan sebuah pikiran, ide atau gagasan, maka buah pikiran tersebut sangat banyak, sebanyak orang yang berfikir mengenai objek tersebut? Mengapa terjadi demikian! Apakah akal yang ada pada masing-masing manusia itu berbeda? Ataukah ada hal-hal yang membuat kualitas akal tersebut

--Dasar dan Tujuan Pendidikan --

berbeda! Memang ada buah pikiran yang sama, tetapi pada umumnya berbeda tergantung terhadap keinginan dan tujuan yang akan dicapai dari hasil berfikir tersebut.

Dalam ilmu mantiq atau logika, manusia di definisikan sebagai “hayawan an-natiq” yang berarti hewan yang berfikir. Padahal arti lexical dari “nathiq” orang yang berbicara, tetapi kemudian ditafsirkan dengan berfikir. Mungkin kalau diterjemahkan dengan berbicara, maka tidak ada perbedaan antara hewan dan manusia, sebab setiap hewan juga berbicara, tentunya sesuai dengan bahasa hewan masing-masing. Manusia juga berbicara sesuai dengan bahasanya masing-masing. orang yang berasal dari suku sunda belum tentu paham kalau berbicara dengan orang yang berasal dari suku batak, kalau ia tidak belajar terlebih dahulu.

Ketika orang sunda ingin menguasai bahasa batak, maka ia belajar bahasa batak dengan aturan bahasa batak. Pada proses belajar bahasa batak itulah orang sunda berfikir agar sesegera mungkin mengerti bahasa batak (tulisan dan pengucapan). tatkala orang yang belajarnya bahasa batak itu banyak, misalkan 10 orang bahasa sunda, ternyata hasilnya tidak secara bersamaan bisa bahasa batak. Ada yang betul-betul paham bahkan persis seperti orang batak dalam berdialeknya, tetapi juga ada yang paham bahasa batak, ia mampu berbicara dengan bahasa batak, namun dialeknya masih bahasa sunda dan seterusnya.

Setelah diteliti ternyata jawaban ketidakbersamaan hasil dalam menguasai bahasa batak ini banyak, diantaranya: ada yang cepat berhasil karena ternyata nenek moyangnya dulu adalah orang batak – dalam hal ini berarti proses genetik mempunyai pengaruh terhadap bakat berbahasa seseorang. Ada juga yang cepat bisa karena ia mendapatkan kekasih orang batak, sehingga motivasi untuk menguasai bahasa batak tersebut sangat tinggi, ini juga mempengaruhi terhadap cepatnya proses kemampuan berbahasa batak. Sementara yang lambat menguasai bahasa batak karena ia merasa terpaksa belajar bahasa tersebut, atau karena ketika belajar bahasa batak, ia tidak serius/tidak mempraktekan bahasa batak, malah ia berbicara dengan bahasa sunda.

--Dasar dan Tujuan Pendidikan --

Pengibaratan ini hanyalah satu contoh kecil dimana manusia mencoba berfikir bersama-sama tetapi kemudian hasilnya ternyata berbeda-beda. Memang terdapat beberapa pengaruh yang mempengaruhi keberhasilan berfikir. Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi proses berfikir itu dapat dibagi dua;

a. Faktor yang datang dari dalam (internal)

b. Faktor yang datang dari luar (external) Faktor internal yang mempengaruhi proses berfikir adalah

kesiapan fisik, kesiapan akal dan kesiapan ruhani. Sedangkan faktor externalnya adalah pengaruh dari lingkungan, mulai dari keluarga (keluarga serumah, kerabat dekat dan kerabat jauh), lingkungan tetangga (dekat atau jauh), lingkungan bermain, lingkungan belajar (sekolah, kursus, lembaga pendidikan full day dan boarding school).

Uraian proses berfikir yang diakibatkan oleh faktor internal dan ekternal itu mungkin cukup disini, karena penjelasan berikutnya adalah sudah memasuki wilayah ilmu pendidikan.

2. Manusia Adalah Makhluk Unik

Manusia adalah makhluk unik, keunikan ini diakibatkan karena manusia berfikir, semakin banyak manusia berfikir, maka semakin banyak pula keunikannya. Disebut unik karena kepribadian manusia dinamis, tidak seperti hewan yang statis. Sebagai contoh yang namanya kambing makanannya adalah rumput, ia hanya hidup di darat, kalau ditenggelamkan maka kambing akan mati, ia kawin dengan siapa saja asal betinanya mau atau dikawinkan oleh manusia, makanya dari dulu sampai sekarangpun makanan kambing tetap rumput. Kehidupan kambing statis begitu juga dengan hewan- hewan yang lain. Teori mengatakan bahwa kambing adalah pemakan rumput dan termasuk jenis herbifora, selamanya akan bersifat demikian selama kambing masih makan rumput-rumputan. Adapun pada suatu saat kambing makan daging (daging makan daging), jika itu berlaku untuk semua kambing, maka runtuhlah teori yang menyatakan bahwa kambing selama-lamanya adalah pemakan rumput. Tetapi jika hanya berlaku untuk satu atau dua

--Dasar dan Tujuan Pendidikan --

ekor kambing maka itu mungkin hanya pengkhususan kalau tidak mau disebut kebetulan.

Jika kambing demikian, lain halnya dengan manusia yang pada situasi yang sama ia dapat bergembira juga bersedih. Misalnya saking bergembiranya seseorang bertemu dengan istrinya setelah lama berpisah, maka keduanya malah menangis. Ketika ada orang melihat prilaku keduanya dari jarak yang begitu jauh, tentu jawabannya akan berbeda-beda. Mungkin ada orang yang mengira keduanya terkena kecelakaan, ada orang yang mengira karena kematian keluarganya, karena digusur, atau karena dianiaya oleh orang lain dan sebagainya. Tetapi mungkin juga dengan ciri-ciri nangis tertentu setelah orang yang melihatnya itu memperhatikan, ia akan memprediksi “oh keduanya sedang berbahagia, saking bahagianya lalu keduanya menangis”.

Begitu juga dengan berbagai macam persepsi dan paradigma manusia dapat berbeda dalam satu waktu, sebaliknya dapat sama walaupun dengan waktu yang berbeda. Karena kebenaran manusia tidak bersifat mutlak, Suatu Kebenaran apabila diklasifikasikan kebeberapa bagian, untuk sementara dapat ditarik tiga katagori ;

1) Kebenaran “Absolute True”, kebenaran ini hanya berada pada Allah Swt, sebagai Maha Pencipta dan Maha berkehendak.

2) Kebenaran “Spesifik”, Kebenaran yang ada pada manusia karena berbeda memandang dari berbagai macam, model, arah, gaya dan cara pandang, sehingga menimbulkan kebenaran yang variatif.

3) Kebenaran “Expanding and Growing”, Kebenaran yang bersifat temporer, pada satu tempat dan masa dipakai, tetapi belum tentu dipakai pada kurun waktu yang lain.

Atas dasar inilah secara teks dan konteks disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk unik. Keunikan ini juga merupakan bukti kesempurnaan manusia dari pada hewan. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Q.S At-Tin, [95]:4

--Dasar dan Tujuan Pendidikan --

       “sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang

sebaik- baiknya”.

3. Kebutuhan Manusia Terhadap Pendidikan

Karena manusia adalah makhluk berfikir, sehingga menjadi makhluk unik, yang kemudian manusia membutuhkan apa yang disebut dengan pendidikan, karena berfikir bagi manusia adalah suatu kebutuhan, maka pendidikan adalah kebutuhan pokok umat manusia. Sebab hewan tidak butuh kepada pendidikan sehingga mereka tidak unik karena memang tidak berfikir, dan disiapkan bukan untuk berfikir tetapi untuk makanan, tunggangan, hiasan manusia sebagai “khalifah fil ardh”.

Sebaliknya manusia diciptakan justru untuk berfikir, berarti juga manusia diciptakan agara belajar atau berpendidikan, sehingga manusia mampu mengolah apa yang telah Allah Swt tundukkan kepada manusia. Apalagi manusia yang beriman kepada Allah Swt, dari alam ruh telah dididik oleh Allah agar menjadi manusia yang beriman dan berfikir. Lebih lanjut bahwa manusia harus mengetahui kenapa ia diciptakan? Untuk apa ia diciptakan? Kedua pertanyaan ini sering dilontarkan oleh para ahli, namun ketika muncul pertanyaan bagaimana manusia diciptakan? Kebanyakan orang mencari terbuat dari bahan apa manusia itu diciptakan! Sementara terhadap pemikiran proses penciptaanya tidak banyak orang yang meneliti kecuali berdasarkan kebutuhan, seperti kehamilan, medis, penyakit dan sebagainya. Padahal manusia dapat belajar dari proses penciptaan tersebut, dan yang paling penting adalah sebelum proses penciptaan itu berlangsung, Allah Swt sudah merumuskan tujuan penciptaannya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Adz-Dzariyat, [51] : 56.

--Dasar dan Tujuan Pendidikan --

       “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya

mereka menyembah- Ku”.

B. Kedudukan Tujuan Pendidikan

Sebagai kegiatan yang terencana, pendidikan Islam memiliki kejelasan tujuan yang ingin dicapai. 38 Tujuan pendidikan pada dasarnya ditentukan oleh pandangan hidup (way of life) orang yang mendesain pendidikan itu. Pikiran inilah yang menyebabkan

berbeda-bedanya desain pendidikan 39 .

Tujuan pendidikan Islam tentu sesuai dengan ajaran Islam yang berdasarkan kepada Al- Qur’an dan Hadits dimana kedua sumber ini adalah dua perkara yang diwariskan oleh Allah Swt. Sebuah tujuan pendidikan mempunyai peran terhadap proses pencapaiannya, karena tujuan merupakan induk dari berbagai proses yang diimplementasikan. manusia tentu akan merasa bingung jika ia tidak mengetahui arah dan tujuan kemana ia akan pergi. Dengan demikian tujuan berada pada level awal segala aktivitas. Misalnya ketika anda bertujuan akan memakan ayam bakar, barulah anda merencanakan cara agar anda dapat memakan ayam bakar. Selanjutnya anda mengimplementasikan perencanaan tersebut dengan membeli ayam, menyiapkan pembakaran, lalu membakarnya dan sampailah pada tujuan semula yaitu makan ayam bakar.

Dalam bidang pendidikan, tujuan pendidikan merupakan induk dari semua pengembangan kebijakan pendidikan. Sebab semua kebijakan baik yang bersifat praksis atau praktis bersama turunannya akan menjadikan tujuan pendidikan sebagai pijakan. Jika kebijakan praksis itu tidak sesuai dengan tujuan pendidikan, maka

38 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), Cetakan Pertama, hlm. 97.

39 Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, (Bandung: Rosda, 2006), Cetakan pertama, hlm. 75.

--Dasar dan Tujuan Pendidikan --

kebijakan praksis itu akan dicabut dan diperbaiki. Dan kebijakan yang belum sesuai dengan tujuan dirumuskan kembali agar tujuan pendidikan dapat tercapai.

Pernyataan tersebut maka jelas bahwa tujuan pendidikan memiliki kedudukan penting dalam merumuskan cita-cita sebuah pendidikan. Sebab tujuan adalah cita-cita. Agar tujuan pendidikan itu dapat dicapai dengan baik, maka tujuan pendidikan itu harus dikawal oleh aturan-aturan atau kebijakan praksis, direncanakan lalu diimplementasikan dan dievaluasi, sudah sesuaikan dengan tujuan pendidikan atau tidak.

Semua manusia memposisikan tujuan pendidikan sebagai induk dari sebuah pendidikan, namun isi tujuan tersebut tentu akan berbeda sesuai dengan falsafah negara yang dimiliki. Apakah masyarakatnya setuju atau tidak dengan tujuan pendidikan tersebut, tergantung kepada apakah masyaraknya itu menerima falsafah negara itu di dalam hati mereka. Yang menjadi persoalan bukan masalah menerima atau tidak? Tetapi baik yang menerima ataupu yang tidak tetap harus melaksanakan kebijakan falsafah negara tersebut yang kemudian turun menjadi falsafah pendidikan negara tersebut, lalu turun menjadi kebijakan-kebijakan praksis melalui undang-undang, keputusan presiden, keputusan mentri, dan peraturan daerah. Akhirnya dilapangan secara mikro dilaksanakan oleh pengelola lembaga pendidikan serta dibantu oleh komite dan pengawas lembaga tersebut yang ditunjuk berdasarkan musyawarah atau rekomendasi.

C. Kandungan-Kandungan Pokok Tujuan Pendidikan

1. Konsep Tujuan Pendidikan

Sebuah tujuan pendidikan yang baik, harus mempunyai konsep yang baik pula. Sebab jika tujuan pendidikan tidak dibuat berdasarkan konsep, maka besar kemungkinan tujuan pendidikan tersebut akan berada diatas awan (tidak naik, tidak turun). Oleh karena itu untuk merencanakan dan menyusun sebuah tujuan

--Dasar dan Tujuan Pendidikan --

pendidikan maka terlebih dahulu harus dirancang dan disusun konsepnya terlebih dahulu.

Pentingnya sebuah konsep perumusan tujuan pendidikan, karena tujuan pendidikan akan mempengaruhi terhadap kebijakan- kebijakan praksis dari mulai level makro sampai mikro. Sebab jika rumusan tujuannya keliru, maka turunannya akan keliru juga. Sehingga semuanya akan menjadi keliru karena tidak sesuai dengan falsafah utamanya. Jadi sudah sepantasnya orang yang mengurusi masalah ini adalah orang-orang yang betul-betul ahli di bidangnya (profesional).

Secara umum suatu konsep senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan manusia pada masanya. Oleh karena itu, kadang-kadang konsep A belum tentu sesuai atau dapat digunakan pada semua tempat, tergantung terhadap situasi dan kondisi lingkungannya. Jadi jelas bahwa konsep senantiasa berubah. Jika sebuah konsep itu dapat berubah, maka suatu tujuan pendidikan juga dapat berubah apabila:

a. Adanya pembaharuan terhadap falsafah suatu negara yang berimplikasi terhadap filsafat pendidikan negara tersebut, maka tujuan pendidikan negara tersebut secara otomatis berubah dengan sendirinya.

b. Tujuan pendidikan dirubah apabila menyalahi falsafahnya, atau ditambah atau dikurangi bila tidak sesuai dengan

falsafah suatu negara.

c. Terdapat antara point-point tujuan pendidikan yang kontradiksi, maka tujuan pendidikan yang kontradiksi tersebut harus segera dikompromikan agar dapat diintegrasikan kembali.

d. Apabila sebuah tujuan pendidikan telah dipenuhi maka menjadi sebuah kewajiban pemegang kebijakan untuk

merancang, menyusun, dan memutuskan tujuan pendidikan yang baru.

--Dasar dan Tujuan Pendidikan --

Menurut Omar Al-Syaibani konsep tujuan pendidikan yang paling sederhana adalah “perubahan yang diingini yang diusahakan oleh proses pendidikan atau usaha pendidikan untuk mencapainya, baik pada tingkah laku individu dan pada kehidupan pribadinya, atau pada kehidupan masyarakat dan pada alam sekitar tentang individu itu hidup, atau pada proses pendidikan sendiri dan proses pengajaran sebagai suatu aktivitas sasi dan sebagai proporsi di antara

profesi-profesi asasi dalam masyarakat. 40

2. Tahap-Tahap Tujuan Pendidikan

Berdasarkan kebutuhannya, suatu tujuan mempunyai jangka waktu tertentu sesuai dengan target dan arah yang akan dicapainya. Dengan demikian maka tujuan-tujuan pendidikan memiliki tahapan- tahapan, yaitu: tujuan tertinggi atau tujuan akhir, tujuan umum, dan tujuan khusus.

a. Tujuan tertinggi atau tujuan akhir

1) Pewujudan jiwa sebagai tujuan tertinggi pendidikan

2) Menjadi warga negara yang baik

3) Pribadi pelajar yang terintegrasi

4) Bekal kehidupan dunia dan akhirat

b. Tujuan umum Yang dimaksud dengan tujuan umum menurut Al-Syaibani

adalah maksud-maksud atau perubahan-perubahan yang dikehendaki yang diusahakan oleh pendidikan untuk mencapainya. 41 Sementara itu menurut M.Athiya El-Abrasyi 42 dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan lima tujuan umum yang pokok bagi pendidikan Islam, yaitu:

40 Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), Cetakan Pertama, hlm. 398-399.

41 Ibid. , hlm. 413. 42 Mohd. Athiya El-Abrasyi, At-Tarbiya Al-Islamiyah Wa Falsafatuhu,

(Kairo: Isa El-Babi El-Hlmaby, 1969), hlm. 214.

--Dasar dan Tujuan Pendidikan --

1) Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia.

2) Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.

3) Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi- segi kemanfaatan.

4) Menumbuhkan roh ilmiah (scientific spirit) pada pelajar dan memuaskan keinginan arti untuk mengetahui (curiosity) dan memungkinkan ia mengkaji ilmu sekedar sebagai ilmu.

5) Menyiapkan pelajar dari segi profesionalitas, teknis, perusahaan supaya ia dapat menguasai profesi tertentu, teknis tertentu, perusahaan tertentu, supaya ia dapat mencari rezeki dalam hidup dan hidup dengan mulia disamping memelihara segi kerohanian dan keagamaan.

c. Tujuan khusus Yang dimaksud dengan tujuan khusus menurut Al-Syaibani

adalah perubahan-perubahan yang diingini yang bersifat cabang atau bahagian yang termasuk di bawah tiap-tiap tujuan dari pada tujuan- tujuan pendidikan am (umum) yang utama.

3. Sumber-Sumber yang Menjadi Dasar-Dasar Tujuan dan Maksud Pendidikan

Pendidikan yang didasari nilai Islami, maka diperlukan pelbagai ilmu pengetahuan dan pengalaman seluas pandangan Islam baik sebagai agama maupun sebagai peradaban manusia. 43 Dengan demikian maka suatu falsafah pendidikan yang berdasar Islam tidak lain adalah pandangan dasar tentang pendidikan yang bersumberkan ajaran Islam dan yang orientasi pemikirannya berdasarkan ajaran

tersebut. 44

43 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta: Bumi Aksara, 1994), Cetakan ke empat, hlm. 27.

44 Fadhil Al-Djamaly, Tarbiyha Al-insan Al-Jadid, (Tunis: Mathba’ah Al-Ittihad Al- ‘Am At-Tunisiyah Al-Syughli, 1967), hlm. 97-98.

--Dasar dan Tujuan Pendidikan --

Sumber ajaran Islam yang dimaksud adalah Al- Qur’an dan Al-Hadits. Al-Qur ’an sebagai sumber ajaran Islam yang pertama dan utama mempunyai hakikat keberadaaan dan tujuan kehadirannya ke dunia. firman Allah Q.S An-Nahl:89 menerangkan tujuan diturunkannya Al- Qur’an.

Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.

Ayat ini jelas dan nyata bahwa Al- Qur’an diturunkan mempunyai fungsi dan tujuan untuk menjelaskan segala sesuatu, bahkan lebih dari itu ia juga membawa petunjuk (hidayah) dan berita gembira bagi orang-orang yang patuh dan taat kepada ajaran Allah Swt. Secara umum Al- Qur’an tidak hanya diperuntukkan bagi kaum muslim saja, tetapi bagi seluruh manusia bahkan bangsa jin sekalipun. Tetapi diantara mereka ada mau mengikutinya ada juga yang tidak. Dengan demikian Al- Qur’an akan menjadi hidayah dan berita gembira bagi orang yang mengikutinya. diantara fungsi-fungsi Al- Qur’an ialah:

a. Sebagai pedoman hidup manusia

b. Sebagai hidayah bagi orang-orang yang bertaqwa

c. Sebagai pembenar dan penyempurna kitab-kitab terdahulu

d. Membawa berita gembira dan peringatan

e. Sebagai sumber pokok ajaran Islam Sumber yang kedua adalah Al-Hadits, ia berperan sangat

penting dalam menjelaskan keterangan apa yang dimaksud oleh Al- Qur’an, baik itu dengan:

a. Hadits memperinci keterangan Al-Qur’an yang masih global. Seperti perintah shalat dalam Al-Qur ’an kemudian Rasulullah bersabda “shalatlah! sebagaiman kalian melihaku shalat”

b. Hadits membatasi kemutlakan Al-Qur’an, seperti hukuman potong tangan dengan membatasinya pada pergelangan tangan.

--Dasar dan Tujuan Pendidikan --

c. Hadits mengkhususkan kandungan Al-Qur’an yang masih umum. Seperti dzalim yang bersifat umum, lalu Rasulullah Saw bersabda dengan memakai ayat Al- Qur’an bahwa yang dimaksud dengan dzalim itu adalah perbuatan syirik.

d. Hadits memperjelas hal yang masih terdapat kesulitan (musykil) dalam memahami maksudnya. Seperti memaknai khaith abyadh wa aswad dengan terangnya siang hari (terbit fajar), dan gelapnya malam hari (matahari terbenam).

Selain mendampingi Al- Qur’an sebagai juru tafsir, hadits juga mempunyai fungsi-fungsi yang lain:

a. Hadits menciptakan hukum secara mandiri, seperti larangan memadu seorang perempuan dengan bibinya baik dari ayah (ammah) maupun dari ibu (khalah).

b. Hadits membatalkan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an (menasakhkannya), seperti ahli waris tidak dapat menerima wasiat.

Kedua sumber tersebut merupakan sumber filsafat pendidikan Islam. Artinya pemahaman dan perenungan terhadap Al- Qur’an dan Al-Hadits menghasilkan falsafah-falsafah hidup, diantaranya adalah falsafah dalam aspek pendidikan. Karena filsafat pendidikan ini bersumber kepada ajaran Islam maka tujuan dari filsafat pendidikan ini juga harus sesuai dengan sumber ajaran Islam.

Adapun penamaannya dengan filsafat hanya sebagai pola pikir, karena berfikirnya bersifat abstrak dan untuk membedakan dengan ilmu pendidikan Islam yang sebenarnya ilmu pendidikan Islam ini lahir dari filsafat pendidikan Islam, dinamakan demikian karena ia berupa ide-ide yang belum dibuktikan dengan bukti empirik. Sebab setelah ide-ide itu dapat dibuktikan maka akan beralih menjadi ilmu pendidikan Islam.

--Dasar dan Tujuan Pendidikan --

D. Tinjauan Filsafat terhadap Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan pendidikan dihasilkan dari rumusan kehendak dan cita-cita yang akan dicapai, yang menurut pertimbangan dapat memberi kebahagiaan dan makna hidup bagi manusia. 45

Tujuan pendidikan dipengaruhi oleh falsafah negara yang dianut, tetapi bagaimanapun bentuknya falsafah negara itu dihasilkan dari pikiran-pikiran manusia atau dihasilkan dari falsafah- falsafah manusia, yang tentunya dipengaruhi oleh keyakinan mereka dalam memahami hakikat manusia dan hakikat kehidupannya.

Jika paradigma umumnya adalah rasional maka hasilnya adalah falsafah-falsafah rasionalime dan falsafah ini mempunyai kelebihan plus kekurangannya juga sangat banyak. Jika paradigma umumnya adalah humanisme yang menganggap bahwa manusia mampu mengatur manusia dan alam semesta tanpa membutuhkan tuhan, maka falsafah yang dihasilkan adalah falsafah humanisme dan efek-efek darinya. Ini juga mempunyai kelebihan plus kekurangannya.

Bagi kita sebagai umat Islam, paradigma dasar atau sumber yang paling utama adalah sumber agama Islam, maka yang dipakai adalah sumber tersebut, tentunya melalui pendekatan filosofis sebagai alat untuk memahaminya, bukan isi filsafat. Karena bagaimanapun, yang namanya manusia, apakah dia belajar filsafat ataukah tidak, selama ia masih berfikir maka ia sebenarnya berfilsafat, namun ia tidak mengetahui ilmunya.

Tujuan pendidikan Islam dirumuskan dari nilai-nilai filosofis yang kerangka dasarnya termuat dalam filsafat pendidikan Islam. Seperti halnya dasar pendidikannya maka tujuan pendidikan Islam

juga identik dengan tujuan Islam itu sendiri. 46 Ajaran Islam adalah ajaran tauhid, bukan ajaran manusia.

Oleh karena itu ajaran Islam bersumber kepada wahyu, dimana

45 Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), Cetakan ketiga, hlm. 81.

46 Jalaludin, Op. Cit. , hlm. 91.