Analisis Termal Gravimetri dan Simultaneus Thermal Analysis STA TGA-DTA .

2.7.2.1. Analisis Termal Gravimetri dan Simultaneus Thermal Analysis STA TGA-DTA .

Termogravimetri adalah teknik untuk mengukur perubahan berat dari suatu senyawa sebagai fungsi dari suhu ataupun waktu atau merupakan metode analisis yang menunjukkan sejumlah urutan dari lengkungan termal , kehilangan berat dari bahan dari setiap tahap , dan suhu awal penurunan . Analisa termal gravimetri dilakukan untuk menentukan kandungan bahan pengisi dan kesetabilan termal dari suatu bahan . Hasilnya secara umum berupa rekaman diagram yang kontinu, reaksi dekomposisi satu tahap yang skematik diperlihatkan pada Gambar 2.29, sampel yang digunakan, dengan berat beberapa miligram, dipanaskan pada laju konstan, berkisar antara 1 – 20 C menit, mempertahan berat awalnya , W i sampai mulai terdekomposisi pada suhu Ti . Pada kondisi pemanasan dinamis, dekomposisi biasanya berlangsung pada range suhu tertentu, Ti – T f , dan daerah konstan kedua teramati pada suhu diatas T f yang berhubungan harga berat residu W f . Berat Wi, W f , dan ΔW adalah harga -harga yang sangat penting dan dapat digunakan pada perhitungan kuantitatif dari perubahan komposisinya. Bertolak belakang dengan berat, harga T i dan T f , merupakan harga yang bergantung pada beragam variabel, seperti laju pemanasan, sifat dari padatan ukurannya dan atmosfer di atas sampel. Efek dari atmosfer ini dapat sangat dramatis, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.30. Gambar 2.29. Skema termogram TGA bagi reaksi dekomposisi satu tahap Untuk dekomposisi CaCO 3 ; pada kondisi vakum, dekomposisi selesai sebelum ~ 500 C, namun dalam CO 2 tekanan atmosfer 1 atm, dekomposisi bahkan belum berlangsung hingga suhu di atas 900 C. Oleh sebab itu, Ti dan T f merupakan nilai Universitas Sumatera Utara yang sangat bergantung pada kondisi eksperimen, karenanya tidak mewakili suhu- suhu dekomposisi pada equilibrium. Gambar 2.30. Dekomposisi CaCO 3 pada atmosfer yang berbeda. 2.7.2.2.Differential Scanning Calorimetry DSC. Prinsip DSC tidak jauh berbeda dengan prinsip kalorimetri biasa , hanya dalam hal ini digunakan sampel dari polimer yang agak jauh lebih kecil maksimum 50 mg , misalnya 10 mg dan peralatan kalor lebih teliti . Berbeda dengan dengan teknik DTA , teknik DSC menggunakan teknik pemanas individual masing-masing untuk sampel dan pembanding seperti diperlihatkan pada Gambar 2.31 David I. bower, 2002. Gambar .2.31. Skematik Pengujian Dengan DSC. Universitas Sumatera Utara Hasil pengujian DSC merupakan kurva termogram yang dapat digunakan untuk menentukan suhu transisi glass dan suhu leleh,seperti pada Gambar 2.32. Cheremisinoff, N.P. © 1996. Suhu sampel dan pembanding selalu dipertahankan sama dengan menggunakan panas . Bila terjadi perubahan kapasitas kalor sampel selama kenaikan suhu , pemanas sampel berusaha mengatur banyaknya kalor yang diberikan . Perbedaan tenaga listrik yang dibutuhkan antara pemanas sampel dan pemanas pembanding ini berbanding langsung dengan perubahan entalpi proses yang dialami sampel . Heat flux Heat flux Heat flux Gambar 2.32 . Model Ilustrasi Termogram DSC. Suhu sampel dan pembanding selalu dipertahankan sama dengan menggunakan panas . Bila terjadi perubahan kapasitas kalor sampel selama kenaikan suhu , pemanas sampel berusaha mengatur banyaknya kalor yang diberikan . Perbedaan tenaga listrik yang dibutuhkan antara pemanas sampel dan pemanas pembanding ini berbanding langsung dengan perubahan entalpi proses yang dialami sampel . Karena itu dalam termogram DSC , yakni plot perubahan entalpi ΔH terhadap kenaikan suhu, proses eksotermis dinyatakan sebagai – ΔH d an proses endotermis sebagai + ΔH , Basuki Wirjosentono 1995. Analisa panas dilaksanakan dalam penelitian ini menggunakan alat DSC Mettler Telodo type Universitas Sumatera Utara 821 .Sampel dengan ASTM D 3418-03, pertama sekali dipanaskan dari 30 Cmenit sampai 270 C dan dijaga pada suhu ini tetap selama 10 menit untuk memastikan semua kristal telah melebur. Suhu lebur dan panas peleburan ∆H f diukur sepanjang proses pemanasan. Persentase kristaliniti X c diukur dengan membagi panas peleburan ∆H f dengan panas peleburan kristal murni ∆H kristalinitas X kom = f 100 dapat dilihat pada persamaan di bawah ini. o f fkom ∆Η ∆Η x 100 Dimana : ∆ H f kom = entalpi peleburan komposit ∆ H Panas peleburan kristal murni ∆H f = entalpi peleburan standart PP X pp = f 100 untuk polipropilena adalah 209 Jg Joseph, dkk, 2003 sedangkan persentase untuk peleburan fasa PP di dalam komposit dapat dilihat pada Persamaan di bawah ini. PP f kom W X x 100. Dimana : X pp = derajat kristalinitas PP di dalam komposit X kom = derajat kristalinitas komposit W f pp = fraksi berat pp di dalam komposit.

2.7.3. Karakteristik Struktur dengan Spektroskopi Difraksi Sinar-X.