25
IV.4 Analisis Curah Hujan Di NTB
Analisis curah hujan dilakukan dengan menggunakan hasil simulasi kedua model yaitu ECHAM5.MPI dan MK 3.5, dengan tahapan analisis dibagi kedalam tiga
periode waktu yaitu periode 1971-2000 sebagai baseline, kemudian untuk analisis jangka menengah near future periode 2040-2069 dan jangka panjang
future periode 2070-2099, untuk analisis masing-masing periode dibahas pada sub bab berikutnya.
IV.4.1 Simulasi Curah Hujan Di NTB Periode 1971-2000
Secara spasial, simulasi curah hujan tahunan untuk periode 1971-2000 sebagai baseline atau mewakili kondisi sekarang present. Kedua model baik
ECHAM5.MPI dan MK 3.5, secara visual menghasilkan pola sebaran curah hujan yang relatif sama untuk daerah NTB, ini menunjukkan tingkat kecocokan
agreement yang baik antara hasil kedua model pada periode baseline, hal ini memberi sinyal yang baik untuk analisis proyeksi iklim kedepan. Hasil simulasi
curah hujan pada periode baseline terlihat pada Gambar IV.4 berikut.
Gambar IV.4 Curah hujan periode 1971-2000 model MK 3.5 kiri dan
ECHAM5.MPI kanan
Secara umum sebaran curah hujan di NTB berkisar 150 –450 mmbulan pada
periode ini, dimana rata-rata curah hujan di Pulau Lombok relatif lebih besar yaitu sekitar 250-350 mmbulan dibanding curah hujan di pulau Sumbawa sekitar
200-250 mmbulan, hal ini senada dengan kajian Listiaji 2009; BMKG, 2008, dimana wilayah Lombok bagian Utara rata-rata memiliki curah hujan yang lebih
tinggi daripada Lombok bagian Selatan, sedangkan untuk Lombok bagian Barat lebih tinggi dari bagian Timur.
26
Curah hujan terendah sekitar 100-150 mmbulan terjadi di puncak Gunung Rinjani, Gunung Batulanteh dan Gunung Tambora. Adanya pola hujan rendah di
gunung seperti ini bisa disebabkan kondisi topografi gunung yang tinggi seperti Mauna Loa dan Mauna Kea dimana ketinggian gunung melewati lapisan inversi,
maka hujan yang terjadi tidak akan sampai pada puncak gunung tetapi terjadi di daerah lereng depan gunung Miilen, 1996 dalam Listiaji, 2009.
Adanya curah hujan lebih tinggi di Sumbawa bagian Selatan sekitar 400-450 mmbulan, meskipun tidak dapat digambarkan secara jelas, kebanyakan curah
hujan pantai yang lebat terjadi di lepas pantai daripada di sekitar slope arah angin rangkaian pantai, kajian sebelumnya telah dicatat dan dipelajari untuk hujan lebat
sepanjang pantai upstream bagian barat India Bagian Barat Ghats oleh Grossman dan Durran 1984, Smith 1985; Ogura dan Yoshizaki 1988 dalam Trilaksono,
2007. Kemudian Ogura dan Yoshizaki 1988 dalam Trilaksono, 2007 juga menyatakan bahwa posisi curah hujan paling lebat berada di lepas pantai
bergantung pada geser angin vertikal kuat Baratan level bawah dan Timuran level atas dan fluks permukaan kuat di atas laut.
Adaya variasi curah hujan secara spasial di suatu wilayah dalam hal ini tidak terlepas dari proses-proses lokal diantaranya, kondisi topografis, proses angin
darat dan angin laut Ramage 1971; Ding 1994 dalam Listiaji, 2009 yang dalam kajian ini tidak dibahas secara mendetail proses konvektif lokal di wilayah NTB.
Terjadinya hasil simulasi yang kurang sesuai tersebut juga dinyatakan oleh McGregor dan Dix 2005 sebagai kesulitan para modeler iklim regional dalam
mensimulasikan hujan di daerah-daerah dengan perbedaan topografi yang tinggi.
27
IV.4.2 Proyeksi Curah Hujan Di NTB Periode 2040-2069