33
Secara klimatologis bisa dijelaskan bahwa periode musim kemarau di NTB dengan puncaknya sekitar Juni-Agustus JJA, dimana kondisi angin pada periode
itu adalah angin timuran atau lebih dikenal dengan monsun Australia sedang aktif Aldrian dkk. 2007 dengan arah dari Timur dan Tenggara wilayah Nusa
Tenggara Barat, dengan adanya obstacle dari pegunungan di sekitar Selatan Sumbawa dan Gunung Rinjani di pertengahan Lombok maka masa udara akan
terhalang dan berkumpul di sekitar pegunungan sisi Selatan NTB sehingga hujan lebih berpeluang terjadi di daerah-daerah Selatan dan Timur NTB. Hal ini
disimulasikan cukup baik pada Gambar IV.11, tentang komposit angin permukaan periode JJA dan sebaran curah hujan pada periode yang sama, dimana arah angin
sudah dari arah Selatan dan Tenggara dan sebaran curah hujan pada periode ini sudah menunjukan kondisi musim kemarau seperti yang dinyatakan oleh Oldeman
1980 bahwa musim kemarau ditandai dengan jumlah curah hujan dalam satu bulan kurang dari 100 mm.
IV.4.7 Proyeksi Curah Hujan Pada Musim Hujan Periode 2040-2069
Sedangkan untuk proyeksi curah hujan pada musim hujan DJF di NTB periode 2040-2069 ditunjukkan pada Gambar IV.12 berikut :
Gambar IV.12 Proyeksi curah hujan pada musim hujan 2040-2069
model MK 3.5 kiri dan model ECHAM5.MPI kanan
Curah hujan pada musim hujan periode near future diproyeksikan akan meningkat dengan kisaran 150-650 mmbulan, tidak terlihat adanya pergeseran distribusi
hujan pada periode ini dibandingkan periode baseline, secara umum curah hujan dominan pada musim hujan DJF periode tersebut mengalami peningkatan curah
34
hujan dengan kisaran 250-400 mmbulan, hampir di sebagian besar wilayah Pulau Lombok dan Sumbawa. Sementara itu curah hujan tertinggi sekitar 450-
700 mmbulan diprediksi akan terjadi di Lombok Barat dan Sumbawa bagian Barat dan Utara.
IV.4.8 Proyeksi Curah Hujan Pada Musim Kemarau Periode 2040-2069
Jika dibandingkan curah hujan musim kemarau JJA pada near future periode 2040-2069 dengan hasil simulasi baseline, dari hasil kedua model pada Gambar
IV.13, terlihat pola sebaran hujan yang relatif sama namun secara umum rata-rata curah hujannya mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Gambar IV.13 Proyeksi curah hujan pada Musim Kemarau 2040-2069
model MK 3.5 kiri dan model ECHAM5.MPI kanan
Sebagian besar wilayah NTB diproyeksikan mengalami curah hujan sekitar 10- 100 mmbulan. Hal ini menunjukan bahwa secara umum terjadi penurunan curah
hujan cukup signifikan pada periode musim kemarau, curah hujan yang mendominsi wilayah NTB hanya berkisar 20-40 mmbulan.
35
IV.4.9 Proyeksi Curah Hujan Pada Musim Hujan Periode 2070-2099
Proyeksi curah hujan pada musim hujan DJF periode future berdasarkan kedua model diilustrasikan pada Gambar IV.14 berikut :
Gambar IV.14 Proyeksi curah hujan pada MH 2070-2099
model MK 3.5 kiri dan model ECHAM5.MPI kanan
Berdasarkan hasil proyeksi kedua model pada Gambar IV.14 memperlihatkan kecocokan hasil proyeksi curah hujan pada musim hujan DJF. Curah hujan pada
musim hujan periode 2070-2099 diprediksi akan meningkat dengan kisaran 150-750 mmbulan, secara umum curah hujan dominan pada musim hujan DJF
periode future mengalami peningkatan dengan curah hujan dominan sekitar 300- 450 mmbulan hampir disebagian wilayah pulau Lombok dan Sumbawa. Curah
hujan tertinggi sekitar 550-750 mmbulan diprediksi akan terjadi di Lombok Barat dan Sumbawa bagian Barat dan Utara. Sementara itu pada periode ini
terlihat bahwa curah hujan yang rendah dengan kisaran 150-250 mmbulan semakin meluas wilayahnya terutama di sekitar Gunung Rinjani, Sumbawa bagian
Tengah, Selatan dan Timur, serta kawasan Gunung Tambora.
36
IV.4.10 Proyeksi Curah Hujan Pada Musim Kemarau Di NTB 2070-2099