28
Tambora. Namun demikian ada juga beberapa daerah tetap lebih basah dibanding daerah lain dengan rata-rata curah hujanya berkisar 300-350 mmbulan terjadi di
daerah Lombok bagian Barat, Sumbawa bagian Selatan dan Timur.
Ada sedikit perbedaan hasil proyeksi kedua model pada periode ini, dimana model MK 3.5 memproyeksikan sebaran curah hujan untuk relatif lebih tinggi
dibandingkan hasil proyeksi model ECHAM5.MPI, hal ini tentu akan berpengaruh terhadap hasil analisis kesesuaian agroklimat maupun analisis produktivitas padi.
Hasil proyeksi curah hujan periode 2070-2099 disajikan pada Gambar IV.6 berikut.
Gambar IV.6
Curah hujan periode 2070-2099 model MK 3.5 kiri dan ECHAM5.MPI kanan
IV.4.4 Perubahan Curah Hujan Periode 2040-2069 Dan 1971-2000
Berdasarkan perbandingan peta curah hujan periode near future 2040-2069 terhadap data baselinepresent periode 1971-2000 terjadi variasi sebaran
perubahan curah hujan di masa mendatang di Nusa Tenggara Barat. Penurunan curah hujan sekitar 10-30 dari rata-rata curah hujan bulananya diprediksi akan
terjadi sebagian wilayah NTB. Sementara itu variasi peningkatan curah hujan diprediksi akan terjadi di daerah Lombok bagian Barat dan Tengah, Sumbawa
bagian Barat dengan kenaikan sekitar 0-10 . Peta perubahan curah hujan pada kedua periode disajikan pada Gambar IV.7.
29
Gambar IV.7 Perubahan curah hujan periode 2040-2069 - 1971-2000 kiri dan
periode 2070-2099 - 1971-2000 kanan Model MK3.5
Hasil analisis perubahan curah hujan untuk periode future 2070-2099 terlihat perubahan curah hujan diperiode tersebut variasinya semakin besar, diproyeksikan
perubahan curah hujan selama periode future relatif terhadap baselinepresent, bervariasi sekitar -40 sampai dengan 20 dari rata rata bulananya. Penurunan
curah hujan yang paling tinggi sekitar 30-40 diprediksi akan terjadi di wilayah Lombok bagian Timur dan Sumbawa bagian Selatan dan Timur, disisi
lain beberapa daerah diprediksi akan mengalami peningkatan curah hujan sekitar 10-20 akan terjadi di Lombok bagian Barat, Sumbawa bagian Barat Daya.
Jika dilihat dari posisi sebaran curah hujan di periode future kenaikan rata-rata curah hujan pada periode masa depan lebih disebabkan oleh kenaikan curah hujan
yang signifikan pada musim hujannya yang relatif lebih basah daripada periode baseline, namun demikian secara umum sebagian besar wilayah NTB mengalami
penurunan curah hujan.
IV.4.5 Analisis Curah Hujan Pada Musim Hujan Periode 1971-2000
Analisis curah hujan pada setiap musim dikaji pada periode-periode yang dianggap sebagai puncak di masing-masing periode musim, baik puncak musim
hujan pada periode Desember, Januari, Februari DJF dan musim kemarau dengan puncaknya di bulan Juni, Juli, Agustus JJA. Hasil simulasi sebaran curah
hujan pada musim hujan DJF ditampilkan pada Gambar IV.8 berikut ini.
30
Gambar IV.8 Curah hujan pada musim hujan DJF 1971-2000 MK3.5 kiri dan
ECHAM5.MPI kanan
Hasil analis kedua model untuk simulasi curah hujan pada musim hujan di periode baseline sebaran curah hujan pada musim hujan periode tersebut akan berkisar
100-550 mmbulan, hasil kedua model menunjukan kecocokan dalam mensimulasikan sebaran curah hujan pada musim hujan di NTB. Untuk membantu
analisis hasil simulasi curah hujan pada musim hujan periode baseline dilakukan analisis komposit angin terhadap curah hujan, dilustrasikan pada Gambar IV.9
berikut.
Gambar IV.9 Komposit angin permukaan dengan curah hujan DJF
1971-2000 MK 3.5
Secara klimatologis hasil simulasi model menunjukan bahwa pada musim hujan DJF di NTB angin yang aktif adalah angin baratan, dimana angin tersebut
membawa masa uap air yang basah dari Asia dan laut sekitar Indonesia, ketika angin tersebut terhalang oleh faktor orografik yaitu Gunung Rinjani di Lombok
dan Gunung Tambora di Sumbawa, maka awan awan konvektif akan lebih banyak berkumpul didaerah depan gunung, hasil simulasi komposit angin dan curah hujan
mampu menunjukan sebaran hujan maksimum terjadi di daerah Lombok bagian
31
Barat dan Sumbawa bagian Barat dan Utara. Hal ini sesuai dengan Tjasyono 2008 secara klimatologi ketika musim hujan atau angin baratan berlangsung
pantai Barat di sepanjang Jawa termasuk Nusa Tenggara akan mendapatkan curah hujan lebih banyak dibandingkan pantai Timur atau Selatan, karena awan-awan
konvektif akan lebih banyak tertahan dan berkumpul didaerah tersebut.
Sebaran curah hujan tertinggi pada musim hujan periode baseline dengan kisaran 500-650 mmbulan, akan terjadi di daerah Lombok bagian Barat dan Barat Laut,
Sumbawa bagian Barat dan Utara. Curah hujan yang dominan pada periode musim hujan pada periode tersebut berkisar 250-400 mmbulan, yaitu di sekitar
Lombok Tengah dan Timur Sumbawa bagian Tengah dan Bima bagian Timur. Sementara itu sebaran curah hujan terendah masih berada didaerah puncak
pegunungan baik Gunung Rinjani di Lombok maupun Gunung Tambora di Sumbawa. Kondisi topografi gunung yang tinggi seperti Mauna Loa dan Mauna
Kea dimana ketinggian gunung melewati lapisan inversi, maka hujan yang terjadi tidak akan sampai puncak gunung tetapi terjadi di daerah lereng gunung Miilen,
1996 dalam Listiaji, 2009. Kondisi serupa juga diduga terjadi di wilayah Lombok dan Sumbawa, dimana di Lombok terdapat Gunung Rinjani yang merupakan
gunung tertinggi kedua di Indonesia, dengan orografi yang demikian dimana ketika angin barat terjadi maka masa udara akan terhalang oleh keberadaan
gunung yang menghadang datangnya angin, sehingga angin yang membawa uap air terbentur gunung, maka hujan yang terjadi tidak akan sampai pada puncak
gunung tetapi terjadi di daerah lereng depan gunung.
32
IV.4.6 Analisis Curah Hujan Pada Musim Kemarau Periode 1971-2000