20
IV Hasil Dan Pembahasan
IV.1 Posisi Geografis Provinsi NTB
Nusa Tenggara Barat NTB terdiri dari 2 pulau besar yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Pulau Lombok relatif lebih datar dibanding Pulau Sumbawa,
meskipun di bagian Utara mempunyai Gunung Rinjani dengan ketinggian mencapai 3752 meter www.ntb.go.id, pada bagian selatan terdiri dari bukit-bukit
kecil. Pulau Sumbawa lebih bergunung-gunung, seperti Gunung Bersanak, Batu Lanteh, Dodo dan Gunung Tambora.
Pola hujan di Indonesia khususnya Nusa Tenggara Barat NTB sangat dipengaruhi oleh posisi geografis dan pengaruh monsun Qian dkk. 2010 artinya
wilayah ini sangat dipengaruhi oleh angin Timuran dan Baratan. Ketika angin Baratan banyak membawa masa udara dari kawasan Asia dan Pasifik sedangkan
ketika angin Timuran datang dari benua Australia, angin dingin dari Selatan memiliki masa udara relatif lebih kering sehingga angin Timuran identik dengan
musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia khususnya Nusa Tenggara Barat Qian dkk. 2010; Aldrian dkk. 2007; Haylock dan McBride 2001.
Umumnya bagian Barat Indonesia mendapatkan hujan lebih banyak daripada wilayah Indonesia bagian Timur, kondisi serupa terjadi di NTB, dimana Pulau
Lombok yang secara geografis di sebelah Barat, mendapat curah hujan relatif lebih banyak dibanding Pulau Sumbawa. Hujan dengan intensitas tinggi akan
terjadi di daerah dengan ketinggian 600-900 meter diatas permukaan laut Qian dkk. 2010.
21
IV.2 Pola Hujan Di Provinsi Nusa Tenggara Barat Variasi hujan disuatu wilayah sangat dipengaruhi oleh aliran udara orografik dan
pergerakan vertikal masa udara karena ketidakstabilan di atmosfir Qian dkk. 2010. Umumnya curah hujan di NTB berdasarkan rata-rata curah hujan dari 56
pos hujan periode 1971-2000, termasuk tipe monsun, dengan rata-rata curah hujan tahunan bervariasi berkisar 1000-2000 mmtahun BMKG, 2008. Curah
hujan tertinggi terjadi di Pulau Lombok sekitar 1200-1700 mmtahun, sementara itu di Pulau Sumbawa curah hujan semakin berkurang dengan rata-rata 1000-
1400 mmtahun. Hal ini seperti yang diilustrasikan pada Gambar IV.1
Gambar IV.1 Grafik rata-rata curah hujan tahunan di NTB 1971-2000
Berdasarkan grafik pola hujan di NTB termasuk tipe monsun, dengan satu puncak musim hujan dan mempunyai batas yang jelas antara musim hujan dan musim
kemarau. Secara klimatologi curah hujan maksimum pada musim hujan di NTB terjadi antara bulan Desember-Februari DJF dan minimum curah hujan pada
musim kemarau terjadi antara bulan Juni-Agustus JJA. Musim kemarau di wilayah NTB lebih banyak dipengaruhi oleh angin Timuran yang berasal dari
daratan Australia yang bergerak menuju benua Asia. Aldrian, 2003 menyatakan bahwa masa udara kering dari Australia mulai bertiup menuju Indonesia sekitar
bulan Mei, akibatnya Inter Tropical Convergence Zone ITCZ melemah, kondisi ini menyebabkan pertemuan masa udara di sekitar ekuator berkurang sehingga
menjadi indikasi awal musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia.
100 200
300 400
Stasiun Ampenan
100 200
300 400
Stasiun Sengkol
100 200
300 400
Stasiun Sumbawa
100 200
300 400
Stasiun Bima
CH m
m C
H m
m
C H
m m
C H
m m
22
Pada bulan November pengaruh monsun Australia mulai melemah, sementara itu massa udara basah dari monsun Asia mulai menguat Aldrian, 2003. ITCZ
bergerak mendekati Equator memegang peranan penting pada musim hujan di Indonesia, hal ini terjadi pada saat Belahan Bumi Selatan Australia mengalami
musim panas sekitar Desember sampai dengan Februari Coll dan Whitaker 1990. Musim hujan di Indonesia juga sebagai pengaruh dari angin lembab dari
samudera Indonesia, menghasilkan jumlah yang signifikan untuk terjadinya hujan di sebagian besar wilayah Indonesia, namun demikian osilasi musiman dari angin
dan hujan dipengaruhi topografi lokal. Angin lokal bisa memodifikasi hujan di tiap wilayah sehingga terjadi variasi hujan secara lokal, seperti halnya juga
demikian, provinsi NTB mempunyai variasi hujan lokal yang sangat beragam.
Variasi musim di NTB sebagai daerah yang berada di selatan equator juga sangat dipengaruhi oleh fenomena ENSO dan Dipole Mode. ENSO merupakan interaksi
antara laut dan atmosfer di atas samudera Pasifik Tropis Tengah yang mempengaruhi iklim di seluruh dunia. Siklus ENSO lebih banyak dipengaruhi
oleh variasi suhu muka laut di wilayah Pasifik Tengah Coll dan Whitaker 1990. Menurut Rauniyar dan Walsh 2011 di Indonesia dampak ENSO sangat
bervariasi tergantung pada posisi geografis, besarnya pulau, dan topografi lokal.
Dampak dari fenomena El Nino terhadap musim di NTB umumnya terjadi penurunan curah hujan dengan kisaran 50-100 mm dari normal curah hujan
bulanan. Kirono dkk. 1999 mengidentifikasi awal musim kemarau akan datang lebih awal dan awal musim hujan terjadi sebaliknya sebagai dampak dari El Nino
di Indonesia. Pada kasus El Nino tahun 19971998 di sebagian besar wilayah Timur Indonesia termasuk NTB, awal musim kemarau di wilayah tersebut rata-
rata lebih maju sekitar 20-30 hari dan awal musim hujannya mundur sekitar 60 hari Kirono dkk. 1999. Dampak lain terhadap sektor pertanian adalah
kekeringan panjang dan penurunan produksi pertanian, kasus penurunan produksi padi di NTB pada El Nino tahun 19861987 dan 19971998 sekitar 20-60 dari
rata-rata panen tahunanya.
23
IV.3 Validasi Model Iklim CCAM