Seuntai sampel dengan panjang yang melebihi diameter probe
diletakkan di atas landasan lalu ditekan oleh probe. Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara gaya untuk
mendeformasi dan waktu. Nilai kekerasan ditunjukkan dengan absolute
+ peak yaitu gaya maksimal, dan nilai kelengketan ditunjukkan dengan absolute - peak. Satuan kedua parameter ini
adalah gram Force gF. Sedangkan kekenyalan ditunjukkan dengan perbandingan luas area peak kedua dengan peak pertama.
Gambar 9. Kurva Profil Tekstur Mi
b.3 Analisis Persen Elongasi Menggunakan Texture Analyzer
Elongasi menunjukkan persen pertambahan panjang
maksimum mi yang mengalami tarikan sebelum putus.
Sampel dililitkan pada probe dengan jarak antar probe sebesar 2 cm dan kecepatan probe 0.3 cms. Persen elongasi dihitung
dengan rumus : Persen elongasi = waktu putus sampel s x 0,3 cms x 100
2 cm
b. 4 Pengukuran Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan Penentuan KPAP dilakukan dengan cara merebus 5 gram mi
dalam 150 ml air selama 3 menit lalu mi ditiriskan. Mi kemudian dikeringkan pada suhu 100
C sampai beratnya konstan, lalu ditimbang kembali. KPAP dihitung dengan rumus berikut :
KPAP = 1 – berat sampel setelah dikeringkan x 100 berat awal x 1–fraksi air contoh
b. 5 Pengukuran Derajat Gelatinisasi Penentuan derajat gelatinisasi diawali dengan pembuatan
kurva standar yang menggambarkan hubungan antara derajat gelatinisasi dan absorbansi. Sampel yang digunakan untuk
pembuatan kurva standar adalah sampel yang tergelatinisasi 0– 100. Sampel yang tergelatinisasi 100 diperoleh dengan merebus
1 gram tepung jagung dalam 100 ml air hingga menjadi bening. Sedangkan sampel yang tidak tergelatinisasi merupakan suspensi
tepung dalam air. Lalu dibuat campuran dari kedua sampel tersebut untuk memperoleh sampel dengan derajat gelatinisasi pati 20,
40, 60, dan 80. Perbandingan antara pati yang tergelatinisasi 100 dan pati yang tidak tergelatinisasi adalah 20:80 untuk sampel
dengan derajat gelatinisasi 20, 40:60 untuk sampel dengan derajat gelatinisasi 40, 60:40 untuk sampel dengan derajat gelatinisasi
60, dan 80:20 untuk sampel dengan derajat gelatinisasi 80. Tahap berikutnya adalah pembacaan absorbansi masing–
masing sampel. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml lalu ditambahkan 47,5 ml
akuades. Campuran ini kemudian diaduk menggunakan stirer selama satu menit dan ditambahkan 2,5 ml KOH 0,2 N dan diaduk
kembali menggunakan stirer selama lima menit. Campuran ini kemudian dipipet sebanyak 10 ml dan disentrifugasi selama 15 menit
dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan yang diperoleh dipipet dan dimasukkan ke
dalam dua tabung reaksi A dan B masing–masing sebanyak 0,5 ml.
Kemudian ditambahkan 0,5 ml HCl 0,5 N ke dalam kedua tabung reaksi. Sebanyak 0,1 ml iodin ditambahkan ke dalam tabung reaksi
B. Lalu ke dalam kedua tabung reaksi ditambahkan akuades masing– masing sebanyak 9 ml untuk tabung A dan 8,9 ml untuk tabung B.
Kedua tabung ini kemudian dikocok dan dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 625 nm.
Larutan pada tabung A merupakan blanko pembacaan larutan pada tabung B.
Kurva standar dibuat dengan memplotkan derajat gelatinisasi pada sumbu X dan absorbansi pada sumbu Y. Kemudian
dihitung persamaan linear yang menggambarkan hubungan antar keduanya. Persamaan linear yang diperoleh berupa :
Y = a + bX Di mana Y merupakan absorbansi dan X merupakan derajat
gelatinisasi, sedangkan a dan b merupakan konstanta. Absorbansi sampel diukur dengan metode yang sama
seperti di atas. Derajat gelatinisasinya dihitung menggunakan persamaan linear yang diperoleh dari kurva standar.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Jagung
Jagung yang digunakan sebagai bahan untuk membuat tepung adalah P-21 Pioneer-21. Varietas ini diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten
Ponorogo. Umur panen varietas P-21 adalah 100 hari. Penelitian diawali dengan proses penepungan jagung dengan
menggiling pipilan jagung kering menggunakan disc mill. Pembuatan tepung jagung ini dilakukan dengan metode penggilingan semi basah seperti
penelitian yang telah dilakukan oleh Fahmi 2007. Pada prinsipnya penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung adalah memisahkan kulit,
lembaga, tip cap, dan endosperm. Kulit merupakan bagian yang paling tinggi kandungan seratnya sehingga harus dipisahkan karena dapat membuat tepung
bertekstur kasar. Lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena dapat membuat
tepung mudah tengik. Tip cap merupakan tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung, sehingga harus dipisahkan karena dapat membuat tepung
menjadi kasar. Sedangkan endosperm merupakan bagian jagung yang digiling menjadi tepung dan paling tinggi kandungan karbohidratnya.
Penggilingan pertama dilakukan untuk menggiling biji jagung menjadi grits menggunakan saringan 12 mesh. Selanjutnya grits direndam dalam air.
Kulit ari, lembaga, tip cap, dan kotoran yang mengambang dibuang. Lalu grits didiamkan selama 30 menit untuk melunakkan endosperm sehingga lebih
memudahkan proses penggilingan kedua. Grits yang sudah direndam dan diendapkan kemudian ditiriskan dan
dijemur dibawah sinar matahari hingga kadar air ±35. Jika kadar air lebih dari 35 maka pada penggilingan kedua, bahan akan menempel pada disc mill
sehingga dapat menimbulkan kemacetan pada alat. Sedangkan jika kadar air yang terlalu rendah, endosperma kembali menjadi keras dan sulit untuk
ditepungkan.