D. Gelatinisasi
1. Konsep dan Mekanisme Gelatinisasi Granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi akan mengembang
dalam air panas atau hangat. Pengembangan granula pati tersebut bersifat bolak–balik reversible jika tidak melewati suhu gelatinisasi dan akan
menjadi tidak bolak–balik irreversible jika telah mencapai suhu gelatinisasi Greenwood dan Munro, 1979.
Beberapa perubahan selama terjadinya gelatinisasi dapat diamati. Mula–mula suspensi yang keruh mulai menjadi jernih pada suhu tertentu,
tergantung jenis pati yang digunakan. Terjadinya translusi larutan pati tersebut biasanya diikuti dengan pembengkakan granula. Bila energi
kinetik molekul–molekul air menjadi lebih kuat daripada gaya tarik– menarik antar molekul pati di dalam granula, air dapat masuk ke dalam
butir–butir granula. Hal inilah yang menyebabkan bengkaknya granula pati. Indeks refraksi butir–butir pati yang membengkak itu mendekati
indeks refraksi air, hal inilah yang menyebabkan sifat translusen. Karena jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka
kemampuan menyerap air sangat besar. Peningkatan viskositas disebabkan air yang awalnya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum
suspensi dipanaskan, kini sudah berada di dalam butir–butir pati dan tidak dapat bergerak bebas lagi Winarno, 1997.
Pada dasarnya mekanisme gelatinisasi terjadi dalam tiga tahap, yaitu : 1 penyerapan air oleh granula pati sampai batas yang akan
mengembang secara lambat dimana air secara perlahan-lahan dan bolak- balik berimbibisi ke dalam granula, sehingga terjadi pemutusan ikatan
hidrogen antara molekul-molekul granula, 2 pengembangan granula secara cepat karena menyerap air secara cepat sampai kehilangan sifat
birefriengence -nya dan 3 granula pecah jika cukup air dan suhu terus
naik sehingga molekul amilosa keluar dari granula Swinkels, 1985. Menurut Harper 1981 mekanisme gelatinisasi dapat diilustrasikan
seperti pada Gambar 3.
2. Suhu Gelatinisasi Fennema 1996 menyatakan bahwa suhu atau titik gelatinisasi
adalah titik saat sifat birefrigence pati mulai menghilang. Suhu gelatinisasi tidak sama pada berbagai jenis pati. Suhu gelatinisasi pada berbagai jenis
pati ditunjukkan oleh Tabel 5. Tabel 5. Suhu gelatinisasi beberapa jenis pati
Sumber pati Suhu gelatinisasi
o
C Beras
65-73 Ubi jalar
82-83 Tapioka 59-70
Jagung 61-72 Gandum 53-64
Sumber: Fennema 1996 Gambar 3. Mekanisme gelatinisasi pati Harper, 1981
Granula pati tersusun dari amilosa berpilin
dan amilopektin bercabang
Masuknya air merusak kristalinitas amilosa dan
merusak helix. Granula membengkak
Adanya panas dan air menyebabkan
pembengkakan tinggi. Amilosa berdifusi
keluar dari granula
Granula mengandung amilopektin, rusak dan
terperangkap dalam matriks amilosa
membentuk gel
Suhu gelatinisasi diawali dengan pembengkakan yang irreversible granula pati dalam air panas dan diakhiri tepat ketika granula pati telah
kehilangan sifat kristalnya Dalam suatu larutan pati, suhu gelatinisasi berupa kisaran. Hal ini disebabkan populasi pati yang bervariasi dalam
ukuran, bentuk, dan energi yang diperlukan untuk mengembang. Selain itu, suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh ukuran amilosa amilopektin serta
keadaan media pemanasan. 3. Sifat Birefringence
Dengan pengamatan di bawah mikroskop polarizing microscope dapat diketahui keberadaan sifat birefringence pati, yaitu sifat
merefleksikan cahaya terpolarisasi, sehingga terlihat kristal gelap terang. Intensitas birefringence pati sangat tergantung dari derajat dan orientasi
kristal. Pati yang mempunyai kadar amilosa tinggi, intensitas sifat birefringence
nya lemah jika dibandingkan dengan pati dengan kadar amilopektin tinggi Hoseney, 1998.
Pati mentah dan belum mendapat perlakuan jika diamati di bawah mikroskop polarisasi akan memperlihatkan pola birefringence yang jelas
daerah gelap terangnya. Sedangkan pada pati yang dipanaskan bersama air, sifat birefringence secara bertahap akan hilang tergantung suhu dan
waktu yang digunakan. Jika suhu yang digunakan di atas suhu gelatinisasi, maka hilangnya sifat birefringence disebabkan oleh pecahnya molekul pati
sehingga granula pati kehilangan sifat merefleksikan cahayanya. Penetrasi panas menyebabkan peningkatan derajat ketidakteraturan, dan
meningkatnya molekul pati yang terpisah, serta penurunan sifat kristal Hoseney, 1998.
E. Ekstrusi