I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permintaan  masyarakat  akan  produk-produk  yang  terbuat  dari  kayu  jati Tectona grandis Linn. F. tetap tinggi karena kayu jati diketahui mempunyai
sifat-sifat yang baik sehingga cocok untuk berbagai macam keperluan, mulai sebagai  bahan  bangunan  dan  konstruksi,  kayu  lapis  indah,  meubel  dan
furnitur,  barang  kerajinan  sampai  dengan  obat-obatan  Martawijaya  et  al., 1995.  Kayu  yang  tergolong  dalam  kelas  awet  I-II  dan  kelas  kuat  II  ini,
memiliki tingkat kekerasan sedang, penyusutan arah radial dan tangensialnya rendah  -masing-masing  2,8  dan  5,2,  serta  mudah  dikerjakan  dengan
tangan atau mesin Martawijaya, 1977 dalam Yudiarti, 2001. Pohon  jati  memiliki  pertumbuhan  yang  lambat  dan  daur  yang  panjang,
sehingga  mengakibatkan  ketersediaan  kayu  jati  di  pasaran  relatif  terbatas. Terbatasnya  persediaan  tersebut  diperparah  dengan  adanya  pencurian  besar-
besaran  selama  5  tahun  terakhir,  seperti  yang  terjadi  di  KPH  Randublatung Bina,  2000  dalam  Yudiarti,  2001  dan  di  KPH  Cepu  Soedaryanto,  2000
dengan  total  kerugian  mencapai  Rp  112,98  miliar.  Disamping  itu,  peristiwa kebakaran  hutan  yang  melanda  kawasan  hutan  jati  juga  mengakibatkan
semakin terbatasnya persediaan kayu jati. Untuk  mengimbangi  permintaan  kayu  jati  yang  cenderung  meningkat,
maka  diperlukan  kegiatan  yang  mendukung  hal  tersebut,  misalnya  dengan menerapkan tanaman jati yang jangka waktu pemanenannya lebih cepat tetapi
tetap  memiliki  kualitas  kayu  yang  terjaga.  Hal  ini  telah  dicoba  oleh  Perum Perhutani  dengan  mengembangkan  dan  menanam  bibit  jati  unggul  yang
dikenal  sebagai  Jati  Plus  Perhutani  JPP.  Keunggulan  bibit  JPP  tersebut diantaranya adalah mampu tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan bibit jati
biasa, serta lebih adaptif di berbagai kondisi dan mampu tumbuh sempurna - baik di lahan kurus maupun di tanah yang subur. JPP juga mempunyai tingkat
keseragaman tinggi, batangnya lurus, silindris, dan mempunyai nilai ekonomi tinggi Anonimous, 2003.
2 Pada  tahun  20022003,  Pusat  Pengembangan  Sumber  Daya  Hutan
PPSDH  di  Cepu,  Kabupaten  Blora,  Jawa  Tengah  Jateng  menyediakan  10 juta  bibit  JPP  untuk  ditanam  di  seluruh  Pulau  Jawa.  Dengan  tersedianya  10
juta  bibit  tersebut,  ditambah  bibit  jati  dari  areal  produksi  benih  APB  di masing-masing  Kesatuan  Pemangkuan  Hutan  KPH  PT  Perhutani  Unit  I
Jateng, Unit II Jawa Timur, dan Unit III Jawa Barat, dalam waktu 4-5 tahun mendatang diharapkan sudah bisa dirasakan manfaatnya Anonimous, 2003.
Untuk mengetahui kayu JPP mana yang mempunyai kualitas terbaik maka perlu  dilakukan  penelitian  tentang  sifat-sifat  kayu  JPP  dari  berbagai  seedlot
dan membandingkannya dengan sifat sejenis dari kayu jati konvensional pada umur  dan  tempat  tumbuh  yang  sama.  Salah  satu  sifat  yang  diamati  adalah
struktur  anatomi  kayu,  karena  dengan  mengetahui  karakter  anatomis  suatu jenis  kayu  kita  dapat  menentukan  tujuan  penggunaan  kayu  tersebut  secara
lebih tepat dan dapat dipertanggungjawabkan.
B. Tujuan