2 Pada tahun 20022003, Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan
PPSDH di Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah Jateng menyediakan 10 juta bibit JPP untuk ditanam di seluruh Pulau Jawa. Dengan tersedianya 10
juta bibit tersebut, ditambah bibit jati dari areal produksi benih APB di masing-masing Kesatuan Pemangkuan Hutan KPH PT Perhutani Unit I
Jateng, Unit II Jawa Timur, dan Unit III Jawa Barat, dalam waktu 4-5 tahun mendatang diharapkan sudah bisa dirasakan manfaatnya Anonimous, 2003.
Untuk mengetahui kayu JPP mana yang mempunyai kualitas terbaik maka perlu dilakukan penelitian tentang sifat-sifat kayu JPP dari berbagai seedlot
dan membandingkannya dengan sifat sejenis dari kayu jati konvensional pada umur dan tempat tumbuh yang sama. Salah satu sifat yang diamati adalah
struktur anatomi kayu, karena dengan mengetahui karakter anatomis suatu jenis kayu kita dapat menentukan tujuan penggunaan kayu tersebut secara
lebih tepat dan dapat dipertanggungjawabkan.
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan sifat-sifat anatomi kayu Jati Plus Perhutani JPP dan kayu jati konvensional pada umur
6 tahun yang berasal dari KPH Bojonegoro. Karakteristik anatomis yang diteliti adalah warna kayu, tekstur kayu, persentase kayu gubal-kayu teras,
persentase kayu akhir-kayu awal, persentase kayu juvenile-kayu dewasa, pola
sebaran sel pembuluh, tinggi dan lebar jari-jari, serta dimensi serabutnya. C.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak Perum Perhutani khususnya KPH Bojonegoro mengenai perbedaan sifat-sifat
anatomi kayu Jati Plus Perhutani JPP dengan kayu jati konvensional, sehingga dapat dijadikan pedoman dalam pengelolaan hutan lestari dan
pemanfaatan serta penggunaan kayu JPP untuk memenuhi konsumsi masyarakat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Umum Jati
1. Nama Botani
Menurut Sumarna 2002, klasifikasi dan nama ilmiah dari jati adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Sub kelas : Dicotiledonae
Ordo : Verbenales
Famili : Verbenaceae
Genus : Tectona
Spesies : Tectona grandis, Linn. f.
Di Indonesia dikenal dengan nama jati, deleg, dodolan, jate, jatos, kulidawa dan kiati, sedangkan di negara lain disebut giati Vietnam, teak
Burma, India, Thailand, Inggris, USA, Belanda, Jerman, kyun Burma, sagwan India, Mai sak Thailand, teck Perancis, atau teca Brazil
Martawijaya et al., 1995.
2. Tanda di Lapangan
Jati tumbuh baik pada tanah sarang, terutama pada tanah yang mengandung kapur. Jenis ini tumbuh di daerah dengan musim kering yang
nyata, tipe curah hujan C-F, jumlah hujan rata-rata 1200-2000 mmtahun, dan pada ketinggian 0-700 m dari permukaan laut. Pohon dapat mencapai
tinggi 45 m dengan panjang batang bebas cabang 15-20 m, diameter dapat mencapai 220 cm meski umumnya 50 cm, bentuk batang tidak teratur dan
beralur Martawijaya et al., 1995. Pertumbuhan jati yang terbaik ada di daerah-daerah ekuator, antara 20 derajat utara dan selatan, dimana
mempunyai curah hujan yang banyak atau mempunyai temperatur yang hangat dan konsisten sepanjang tahun Anonimous, 2004.
Ukuran bunga kecil, berdiameter 6-8 mm, berwarna keputih-putihan dan berkelamin ganda, terdiri dari benang sari dan putik yang terangkai
dalam tandan besar. Jumlah kuncup bunga 800-3800 per tandan dan mekar
4 dalam waktu 2-4 minggu. Warna daun bagian atas hijau kusam dan kalau
diraba kasar karena dilapisi oleh lapisan lemak berupa rambut-rambut atau bulu-bulu halus berwarna hitam mengkilap. Daunnya lebar, dengan
panjang 25-50 cm dan lebar 15-35 cm. Letak daun bersilangan, bentuknya elips atau bulat telur dan bagian bawah daun berwarna hijau pucat tertutup
bulu berkelenjar warna merah.
3. Sifat-sifat Kayu Jati
Jati merupakan kayu yang agak keras dan agak berat. Bagian teras berwarna kuning emas kecoklatan sampai coklat kemerahan, mudah
dibedakan dari gubal yang berwarna putih agak keabu-abuan. Kayu bercorak dekoratif yang indah karena mempunyai lingkaran tumbuh yang
jelas yang dapat dilihat baik pada bidang lintang, radial maupun tangensial, sedikit buram dan berminyak. Tekstur kayu agak kasar sampai
kasar dan tidak rata. Arah serat lurus, bergelombang sampai agak berpadu. Berat jenis kayu rata-rata 0,67 0,62-0,75 dengan kelas awet I-II, dan
kelas kuat II Mandang dan Pandit, 2002. Kayu jati mudah dikerjakan, baik dengan mesin maupun dengan alat
tangan. Jika alat-alat yang digunakan cukup tajam dapat dikerjakan sampai halus, tetapi bidang transversal harus dikerjakan dengan hati-hati karena
kayunya agak rapuh. Kayu jati dapat divernis dan dipelitur dengan baik Martawijaya et al., 1995.
4. Ciri Anatomi
Kayu jati memiliki ciri anatomi, yaitu pori berbentuk bulat sampai oval, tata lingkar, diameter tangensial bagian kayu awalnya sekitar 340-
370 m, bagian kayu akhirnya sekitar 50-290 m, pori berisi tylosis dan berisi deposit berwarna putih. Parenkim paratrakeal selubung tipis yang
pada bagian kayu awal selubungnya agak lebar sampai membentuk pita marginal, apotrakeal jarang umumnya membentuk rantai yang terdiri dari
sekitar 4 sel. Jari-jari dengan lebar yang terdiri dari 4 sel atau lebih, jumlahnya sekitar 4-7 per mm arah tangensial, komposisi seragam dan
tinggi dapat mencapai 0,9 mm Pandit dan Ramdan, 2002.
5 Gambar 1. Anatomi Kayu:
pembuluh a, parenkima b, jari-jari c, serat d, saluran interselular aksial s Sumber: Mandang dan Pandit, 2002
B. Jati Plus Perhutani JPP
Salah satu kegunaan yang sangat mengagumkan dari kayu jati adalah kemampuannya bertahan di segala macam kondisi cuaca. Furniture yang
digunakan untuk exterior tidak memerlukan cat ataupun pernis. Badai salju, hujan yang lebat maupun panas tropis tidak dapat mengalahkan kekuatan jati.
Jati adalah salah satu dari beberapa kayu di dunia yang mempunyai minyak alami untuk menangkal air dan menjaga kayu dari kerutan, retak ataupun
pecah. Jati sangat tahan terhadap lapuk dan secara alami tahan terhadap rayap. Untuk memperoleh keturunan jati yang berkualitas super plus, diawali
dengan perburuan pohon jati yang sampai kini mencapai 600 pohon jumlahnya. Perburuan ini, bermula dari memilih tegakan benih. Dari situ
diperoleh tegakan yang teridentifikasi. Dari beberapa tegakan yang teridentifikasi dipilih tegakan terseleksi. Dari sejumlah tegakan yang
terseleksi dapat ditentukan sepetak tegakan yang dapat ditunjuk sebagai Areal Produksi Benih APB Anonimous, 2003.
JPP dibudidayakan melalui teknologi canggih yaitu melalui kultur jaringan, kebun benih klonal, dan stek pucuk. JPP adaptif di berbagai tempat
tumbuh karena berasal dari proses seleksi ketat jati yang sudah beradaptasi ratusan tahun di Indonesia dan telah teruji secara alamiah. Keunggulan JPP
adalah tumbuh cepat, mencapai 150 di lahan kurus dan 400 di lahan subur, tingkat keseragaman tinggi, batang lurus dan silindris, cepat panen dan
6 punya nilai ekonomi tinggi. JPP akan tumbuh optimal di lahan yang memiliki
ketinggian sampai dengan 600 m dpl, curah hujan per tahun 1500-2500 mm, temperatur siang 27-36°C malam 20-30°C, perbedaan musim hujan dan
musim kemarau yang tegas, tanah dengan drainase baik dan berkapur, pH tanah berkisar antara 6,5-7,5 dan hindari penanaman dilahan becektergenang
air, rawa, gambut dan padang pasir Anonimous, 2000. Pada dasarnya pola penanaman yang tepat akan mendorong
pertumbuhan pohon jati secara optimal. Menurut Mahfudz dkk. 2004, pola penanaman JPP terdiri dari:
1. Cemplongan Sistem ini berjarak tanam standar berkisar 3x3 m dan 3x2 m, kemudian
dilakukan penjarangan setelah mencapai umur tanaman 7 tahun. Meskipun sistem ini konvensional, tetapi penggunaanya masih diterapkan
pada beberapa KPH di Jawa. 2. Monokultur
Dari hasil penelitian yang dilakukan tim peneliti SDH Cepu menunjukkan bahwa jarak tanam 3x3 m dan 3x1 m memberikan pertumbuhan meninggi
yang paling optimal. Sedangkan jarak tanam 3x3 m dan 6x3 m memberikan respon yang positif terhadap parameter diameter batangnya.
Kombinasi antara parameter tinggi dan diameter yang paling optimal ditunjukkan oleh penanaman dengan jarak tanam 3x3 m dengan umur
tanaman 2,5 tahun pada saat pengukuran Wibowo dkk., 2002 dalam Mahfudz dkk., 2004.
3. Tumpang sari Tanaman pokok hutan berkayu dikombinasikan dengan tanaman
pertaniansemusim di sela-selanya seperti jagung, kedelai, kacang tanah, nilam, dan cabe atau tomat.
C. Struktur Anatomi Kayu