Penentuan Kayu Juvenil Sifat Makroskopis

22 23,86 39,06 26,01 16,89 32,00 76,14 60,94 73,99 83,11 68,00 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 145 87 125 154 CP Seedlot K a y u T e ra s d a n G u b a l Kayu Teras Kayu Gubal Gambar 6. Perbandingan Persentase Kayu Teras dan Kayu Gubal pada Kayu JPP dan Kayu Jati Konvensional Umur 6 tahun Asal KPH Bojonegoro Uji beda nyata menunjukkan bahwa rata-rata persentase kayu teras pada seedlot 145, 87, 125, 154, dan kayu jati konvensional CP berbeda pada selang kepercayaan 95. Berdasarkan uji lanjut Tukey dapat dilihat bahwa persentase kayu teras seedlot 87 berbeda dengan seedlot 154. Secara keseluruhan rata-rata persentase kayu teras pada JPP adalah 26,46, sedangkan pada kayu jati konvensional adalah 32,00. Menurut Pandit dan Ramdan 2002, jumlah relatif kayu teras dengan kayu gubal di dalam batang pohon berbeda-beda menurut jenis pohon, umur dan keadaan lingkungan pertumbuhan. Kayu teras terbentuk karena persediaan air pada bagian dalam batang pohon xylem berkurang untuk periode tertentu, sehingga persediaan bahan makanan menumpuk melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis. Jenis yang tidak efisien dalam penggunaan produksi makanannya akan mulai membentuk kayu teras pada saat pohon masih muda, sehingga setelah dewasa akan memiliki kayu gubal yang sempit dan bagian kayu teras yang lebar.

2. Penentuan Kayu Juvenil

Menurut Panshin dan de Zeeuw 1980, kayu juvenil terbentuk di dalam ruangan silinder sekitar empulur sebagai akibat dari pengaruh memanjangnya meristem apikal dalam susunan kayu oleh kambium. Tajuk pohon tumbuh lebih cepat ke arah atas di dalam pertumbuhan pohon, sehingga mempengaruhi meristem apikal dalam meningkatkan pertumbuhan di sekitar kambium dan terbentuklah kayu dewasa. 23 Identifikasi kayu juvenil dapat dilihat dari kenaikan nilai kerapatan kayu atau panjang serat tiap lingkaran tumbuh yang terlihat secara progresif mulai dari empulur sampai riap tumbuh dekat kambium. Setelah kerapatan atau panjang serat tiap lingkaran tumbuh mulai stabil, berarti sudah merupakan batas kayu dewasa. 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900 R-1 R-2 R-3 R-4 R-5 R-6 Riap Tumbuh dari Empulur P a n ja n g S e ra t m ik ro n 145 87 125 154 CP Gambar 7. Perbandingan Panjang Serat pada Kayu JPP dan Kayu Jati Konvensional Umur 6 tahun Asal KPH Bojonegoro Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu JPP maupun kayu jati konvensional yang berumur 6 tahun memiliki panjang serat dari arah empulur sampai kulit yang masih berfluktuasi dan cenderung bertambah Gambar 7. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa seluruh contoh uji 100 masih merupakan kayu juvenil dan belum menghasilkan kayu dewasa. Menurut Haygreen dan Bowyer 1989, batang yang ditumbuhkan secara cepat selama jangka waktu juvenil akan memiliki proporsi kayu juvenil yang relatif tinggi dibandingkan dengan batang yang ditumbuhkan secara lebih lambat pada awal daur tersebut. Sehingga untuk mengurangi proporsi kayu juvenil dapat dilakukan dengan memberikan tindakan silvikultur yaitu tidak memberikan pupuk dan pengairan yang baik pada awal pertumbuhan pohon. Pada umumnya kualitas kayu juvenil lebih rendah daripada kayu dewasa karena kerapatan kayu juvenil biasanya lebih rendah daripada kayu dewasa, sehingga akan memiliki kekuatan yang lebih rendah. Berdasarkan nilai kerapatan kayu Gambar 8, umumnya kerapatan kayu JPP lebih tinggi dibandingkan kayu jati konvensional. Kerapatan kayu JPP berkisar antara 0,46-0,69 gcm 3 dengan nilai rata-rata kerapatan kayu JPP sebesar 0,62 gcm 3 dan kayu jati konvensional sebesar 0,59 gcm 3 . Hasil uji 24 beda nyata pada selang kepercayaan 95 menunjukkan bahwa, kerapatan kayu seedlot 145, 87, 125, dan 154 tidak berbeda dibandingkan dengan kerapatan kayu jati konvensional. 0,40 0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70 R-1 R-2 R-3 R-4 R-5 R-6 Riap Tumbuh dari Empulur K e ra p a ta n K a y u g c m 3 145 87 125 154 CP Gambar 8. Perbandingan Kerapatan Kayu pada Kayu JPP dan Kayu Jati Konvensional Umur 6 tahun Asal KPH Bojonegoro Menurut Tsoumis 1991, variasi kerapatan antar pohon dalam spesies yang sama dipengaruhi oleh lingkungan dengan adanya perubahan lingkaran tumbuh yang lebar dan kayu akhir. Untuk daerah tropis terutama daerah yang kering akan menghasilkan kerapatan kayu yang tinggi. Selain pengaruh lingkungan, kerapatan juga dipengaruhi oleh faktor keturunan, sehingga perlu diperhatikan sifat-sifat pohon induk untuk seleksi dan perbaikan kualitas pohon keturunannya.

3. Persentase Kayu Awal dan Kayu Akhir