24 beda nyata pada selang kepercayaan 95 menunjukkan bahwa, kerapatan
kayu seedlot 145, 87, 125, dan 154 tidak berbeda dibandingkan dengan kerapatan kayu jati konvensional.
0,40 0,45
0,50 0,55
0,60 0,65
0,70
R-1 R-2
R-3 R-4
R-5 R-6
Riap Tumbuh dari Empulur K
e ra
p a
ta n
K a
y u
g c
m 3
145 87
125 154
CP
Gambar 8. Perbandingan Kerapatan Kayu pada Kayu JPP dan Kayu Jati Konvensional Umur 6 tahun Asal KPH Bojonegoro
Menurut Tsoumis 1991, variasi kerapatan antar pohon dalam spesies yang sama dipengaruhi oleh lingkungan dengan adanya perubahan lingkaran
tumbuh yang lebar dan kayu akhir. Untuk daerah tropis terutama daerah yang kering akan menghasilkan kerapatan kayu yang tinggi. Selain pengaruh
lingkungan, kerapatan juga dipengaruhi oleh faktor keturunan, sehingga perlu diperhatikan sifat-sifat pohon induk untuk seleksi dan perbaikan kualitas
pohon keturunannya.
3. Persentase Kayu Awal dan Kayu Akhir
Hasil penelitian Gambar 9 menunjukkan bahwa kayu JPP yang berasal dari seedlot 154 memiliki persentase kayu akhir yang paling besar 96,45,
sedangkan pada seedlot 125 memiliki persentase kayu akhir yang paling kecil 93,40. Kayu jati konvensional memiliki persentase kayu akhir sebesar
95,06. Persentase kayu awal terbesar pada kayu JPP adalah seedlot 125 6,60 dan yang terkecil adalah seedlot 154 3,55. Sedangkan persentase
kayu awal pada kayu jati konvensional sebesar 4,94. Berdasarkan hasil uji nyata pada selang kepercayaan 95 menunjukkan bahwa, persentase kayu
akhir pada kayu JPP seedlot 145, 87, 125, dan 154 tidak berbeda dengan kayu jati konvensional.
25
4,01 4,00
6,60 3,55
4,94 95,99
96,00 93,40
96,45 95,06
0,00 20,00
40,00 60,00
80,00 100,00
120,00
145 87
125 154
CP
Seedlot K
a y
u A
w a
l d
a n
A k
h ir
Kayu Aw al Kayu Akhir
Gambar 9. Perbandingan Persentase Kayu Awal dan Kayu Akhir pada Kayu JPP dan Kayu Jati Konvensional Umur 6 tahun Asal KPH
Bojonegoro Menurut Panshin dan de Zeeuw 1980, saat pohon di daerah beriklim
sedang mengalami peningkatan pertumbuhan, pada umumnya terbukti bahwa pohon tersebut membentuk bagian di awal musim pertumbuhan yang
mempunyai sel yang lebih besar dan kerapatannya relatif lebih rendah daripada saat terbentuk di akhir musim. Proses peningkatan pertumbuhan ini
disebut kayu awal dan juga dikenal sebagai springwood. Penebalan dan biasanya kayu berwarna lebih gelap yang terbentuk di akhir musim
pertumbuhan disebut kayu akhir atau summerwood. Perubahan antara kayu awal dan kayu akhir baik secara perlahan-lahan atau tiba-tiba menimbulkan
perbedaan yang nyata antar softwood itu sendiri dan diantara pori tata lingkar dan tata baur di dalam hardwood.
Kayu awal springwood biasanya lebih porous karena sel-selnya berdinding tipis dan mempunyai lumen sel yang besar tetapi ukurannya lebih
pendek dan diameter sel-selnya juga lebih besar, sehinga lebih banyak berfungsi sebagai konduksi atau pengangkut bahan makanan. Sedangkan kayu
akhir summerwood biasanya lebih rapat sehingga warnanya lebih gelap. Hal ini disebabkan karena bagian kayu ini mempunyai dinding yang tebal, lumen
selnya sempit tetapi ukurannya lebih panjang. Karena sifat-sifat ini maka kayu akhir mempunyai fungsi konduksi tidak sebaik daripada kayu awal, tetapi
sebaliknya fungsi sebagai penguat batang akan lebih baik Pandit dan Ramdan, 2002.
26
4. Warna Kayu