sumberdaya alam dan pendapatan, sehingga pelaku tidak sadar akan adanya keterbatasan. Fase kedua adalah fase penurunan sedikit secara bertahap. Pada
saat ini konsumsi semakin besar, sehingga jumlah sumberdaya alam semakin menurun. Turunnya sumberdaya alam ini menimbulkan kepanikan sehingga
konsumsi meningkat dengan cepat. Kondisi ini menimbulkan fase ketiga yaitu penurunan jumlah sumberdaya alam secara cepat.
2.9. Pengembangan Analisis Sistem 2.9.1. Tahapan Pendekatan Sistem
Masalah pengelolaan wilayah pesisir melibatkan banyak pihak seperti masyarakat, industri, usaha, pemerintah, Dinas Perikanan, Dinas Kehutanan,
Dinas Kesehatan, Dinas Pariwisata, PDAM, dan LSM menyebabkan upaya pengelolaan wilayah pesisir menjadi semakin kompleks karena masalahnya
melibatkan partisipasi masyarakat, regulasi, kelembagaan, dan pendanaan. Jadi kawasan wilayah pesisir merupakan suatu sistem yang terdiri dari sumber daya
yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya buatan, sumber daya dana yang merupakan satu kesatuan dan saling berinteraksi antara satu
dengan yang lainnya. Oleh karena itu dalam pengelolaan wilayah pesisir perlu pendekatan sistem dengan memperhatikan keterpaduan dan keberlanjutan.
Melihat banyaknya pihak yang terlibat, maka masalah pengelolaan wilayah pesisir menjadi masalah yang kompleks. Alternatif pendekatan yang
cocok adalah pendekatan holistik yang melibatkan seluruh pihak secara terpadu. Pendekatan kesisteman dengan multidisiplin ilmu merupakan alternatif terbaik
bagi penyelesaian masalah pengelolaan wilayah pesisir yang kompleks tersebut. Hal ini karena melalui pendekatan kesisteman ini akan dapat diidentifikasi
kebutuhan seluruh pihak terkait stakeholder, sehingga dapat dicari satu
penyelesaian holistik dan terpadu yang dapat memberikan hasil lebih efektif. Dalam pendekatan sistem dilakukan beberapa tahap proses yang terdiri
dari analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan sistem, verifikasi dan validasi model serta implementasi Gambar 18.
Pelaksanaan semua tahapan tersebut dalam satu ketentuan kerja merupakan analisis sistem Eriyatno 1999 dan Hartisari 2007.
Sistem model dinamik merupakan salah satu pendekatan kesisteman yang memiliki beberapa keunggulan antara lain; 1 dapat menyederhanakan
model masalah yang kompleks menjadi lebih sederhana, dan 2 adanya umpan
balik feed back dalam model Muhamadi 2000 dan Kholil 2005. Dalam
pengembangan model dinamik, penggunaan perangkat lunak soft ware tool
computer sangat diperlukan. Melalui perangkat lunak powersim dapat dilakukan simulasi terhadap model yang telah dikembangkan untuk melihat tren pola
sistem pada masa yang akan datang seiring perubahan waktu. Sehingga perubahan perbaikan yang diperlukan untuk mendapatkan sistem model yang
diinginkan dapat dilakukan. Ada dua jenis perbaikan yang dapat dilakukan : a perbaikan struktural, yakni dengan melakukan penyempurnaan model
menambahmengurangi, dan b perbaikan fungsional, yakni dengan melakukan penyempurnaan unsur-unsur sistem.
Davidsen 1993
dalam Kholil 2005, menyatakan ada dua pertimbangan dasar yang harus dipikirkan dalam melakukan perbaikan baik perbaikan
struktural maupun fungsional, yaitu : a feasibility dan b desirability. Feasibility
menekankan bahwa perbaikan dilakukan agar model dapat dilaksanakan dalam dunia nyata
real world, sedangkan desirability menekankan perbaikan model dilakukan agar dapat didukung oleh semua unsur dan sumber daya.
2.9.2. Analisis Kebutuhan
Pemodelan Sistem Analisis Kebutuhan
Mulai
Formulasi Masalah
Identifikasi Sistem
A
Selesai Verifikasi dan Validasi
Implementasi
A
Gambar 18 . Pendekatan sistem Hartisari 2007
Analis kebutuhan merupakan tahap awal dari rangkaian proses pengembangan sistem model. Analisis kebutuhan bertujuan untuk
mengidentifikasi kebutuhan setiap pelaku aktor yang terlibat dalam pengelolaan wilayah pesisir berdasarkan kajian pustakaempiris,
stakeholder yang terlibat disajikan dalam Tabel 1. Berdasarkan aktor yang terlibat, ada dua jenis
kebutuhan yang terkait dengan pengelolaan wilayah pesisi : a kebutuhan masing – masing individu
individual needs yang dapat mengarah pada conflict of interest, dan kebutuhan bersama common needs yang menjadi masalah
bersama common problem.
Tabel 1. Analisis kebutuhan aktor stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan
wilayah pesisir terpadu
No .
AktorStake holder
Kebutuhan 1. Masyarakat
Nelayan 1 Kesejahteraan
keluarga meningkat
2 Harga jual ikan hasil tangkapan menguntungkan 3 Produktivitas
nelayan meningkat
4 Terbukanya lapangan pekerjaan 5 Tersedianya lahan untuk usaha budidaya ikan
6 Produksi budidaya laut meningkat 7 Pemasaran yang baik dengan harga yang tinggi
8 Peningkatan pendapatan
9 Kontuinitas permintaan
10 Tersedianya sarana produksi 11 Harga jual yang tinggi
12 Tersedianya sarana prasarana perikanan yang memadai 13 Tidak tercemarnya perairan
14 Tidak mendangkalnya wilayah pesisir 15 Pemukiman di wilayah pesisir
2 Masyarakat umum
1 Tersedianya jalur transportasi 2 Lingkungan
yang sehat
3. Pemerintah Daerah
1 Master plan pengelolaan wilayah pesisir terpadu perencanaan, penataan, pengelolaan
2 Peningkatan pendapatan PAD 3 Fungsi perairan lestari
4 Dinas Perikanan
dan Kelautan
1 Fungsi perairan lestari 2
Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakatnelayan
3 Terbuka lapangan kerja 4 Kontunuitas
produksi ikan
5 Dinas Kehutanan
1 Fungsi hutan lestari 2 Tidak adanya aktivitas perambahan hutan
3 Erosi diminimalkan
6 Dinas Kesehatan
1 Produksi ikan terjamin mutunya 2 Kesehatan lingkungan masyarakat terjamin
3 Gizi masyarakat
terjamin 7
Dinas Pariwisata 1 Sarana rekreasiekowisata
2 Nilai estetis wilayah pesisir tertata 3 PAD
meningkat 8
PDAM 1 Fungsi perairan lestari
2 Air tidak tercemar 3 Keuntungan
usaha 9. Lembaga
Keuangan 1 Keamanan
usaha 2 Keuntungan
usaha 3 Resiko kegagalan pengembalian pinjaman modal kecil
10. Pengusaha 1 Kemitraan
2 Ketersediaan bahan
baku
3 Daya saing
kompetitif 4 Iklim usaha yang kondusif
11 Dinas PU
1 Kebutuhan air terjamin 12 PLN
1 Pengembangan
PLTA 13 LSM
1 Lingkungan
sehat 2 Tidak
terjadi konflik
sosial 3 Transparansi
4 Good clean governance 5 Keamanan
6 Peningkatan kesejahteraan
masyarakat 14 Penyedia
jasa transportasi
1 Keamanan berusaha
2 Kemitraan dengan pedagang atau nelayan 15 Perguruan
Tinggi 1
Kegiatan penelitian
2 Praktikum
2.9.3. Formulasi Masalah
Formulasi masalah dibuat karena adanya konflik kepentingan conflict of interest
diantara para stakeholder terhadap ketersediaan suatu sumberdaya dalam
mencapai tujuan sistem Eriyatno 2003. Berdasarkan analisis kebutuhan tersebut, maka dalam upaya pengelolaan wilayah pesisir secara lestari, maka
permasalahan yang mengancam kelangsungan wilayah pesisir adalah: 1. Rusaknya fungsi ekologis
Rusaknya fungsi ekologis wilayah pesisir dapat disebabkan oleh meningkatnya beban pencemaran, dan sedimentasi sehingga
menyebabkan turunya kualitas air wilayah pesisir. Hal ini akan menyebabkan rusaknya fungsi ekologis wilayah pesisir sebagai :
Sumber plasma nutfah Tempat berlangsungnya siklus hidup jenis florafauna
Tempat hidup biota air Pengendali
banjir RekreasiWisata
Memelihara iklim mikro, di mana keberadaan ekosistem wilayah pesisir dapat mempengaruhi kelembaman dan tingkat curah hujan
setempat Sarana
tranportasi 2. Lemahnya
regulasi Lemahnya regulasi dalam pengelolaan wilayah pesisir disebabkan oleh
belum ditegakkannya undang – undang, sehingga aktivitas pencemaran di wilayah pesisir dan perambahan hutan di sekitar wilayah pesisir terus
berlangsung.
3. Gangguan keslingmas
Meningkatnya limbah cair feces-tinja rumah tangga, hotel dan restoran akan meningkatkan bakteri E. coli serta akan membawa penyakit pada
ikan dan ketika ikan dikonsumsi masyarakat akan membawa penyakit pada masyarakat akhirnya akan mengganggu keslingmas. Begitu pula
meningkatnya pencemaran logam berat dan residu pestisida pertanian di wilayah pesisir akan membawa penyakit pada manusia.
4. Lemahnya SDM
Meningkatnya aktivitas masyarakat terhadap pengrusakan hutan di sekitar wilayah pesisr dan meningkatnya pencemaran di wilayah pesisir,
hal ini disebabkan oleh: SDM yang tidak memiliki wawasan tentang pentingnya pelestarian lingkungan, rendahnya tingkat pendidikan, dan
lemahnya prilaku sosial kesadaran masyarakat.
2.9.4. Identifikasi Sistem
Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan masalah yang harus dipecahkan
dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut. Tujuan identifikasi sistem tersebut adalah untuk memberikan gambaran tentang hubungan antara faktor-faktor yang
saling mempengaruhi dalam kaitannya dengan pembentukan suatu sistem. Menurut Eriyatno 1999 identifikasi sistem dapat digambarkan dalam bentuk
diagram sebab akibat dan diagram input output black box Gambar 19.
Diagram sebab akibat merupakan interkoneksi antar peubah – peubah penting yang diturunkan dari identifikasi kebutuhan dan masalah yang telah
diformulasikan pada suatu sistem tertutup closed-loop system untuk melihat
interaksi antar komponen sistem terkait.
INPUT LINGKUNGAN •
Iklim •
Curah hujan INPUT TAK
TERKENDALI • PeraturanKebijakan
Pemerintah • Erosi DAS
• Sedimentasi • Jumlah penduduk
ik d
il k OUTPUT YG DIKEHENDAKI
• Wilayah pesisir lestari Kualitas air perairan terjaga
• Pencemaran lingkungan terkendali
• Potensi sumber daya ikan lestari
Gambar 19
. Diagram input output model pengelolaan wilayah pesisir
2.9.5. Pengembangan Model Dinamik
Sistem dinamik menawarkan dua keuntungan yaitu: 1 Relatif mudah untuk menggabungkan antara pemahaman kualitatif dengan data kuantitatif; 2
Simulasi bisa dilakukan pada saat ketersediaan data tidak memadai untuk melakukan analisis data statistik.
Pengkajian dalam pendekatan sistem seyogyanya memenuhi tiga karakteristik, yaitu: 1 kompleks, dimana interaksi antar elemen cukup rumit; 2 dinamis,
dalam arti faktor yang terlibat ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan; dan 3 probabilistik, yaitu diperlukannya fungsi
peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi Eriyatno 1999.
OUTPUT YG TAK DIKEHENDAKI
• Terjadinya pencemaran air • Terjadinya pendangkalan di
wilayah pesisir
•
Penurunan hasil ikan kualitas kuantitas
MANAJEMEN PENGELOLAAN
MODEL PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR SECARA TERPADU DAN
BERKELANJUTAN
Gubungan subsistem wilayah pesisir yang memiliki karakteristik kompleks dan dinamis Gambar 20.
Gambar 20. Hubungan Interaksi sejumlah subsistem sub model yang berbeda
2.9.6. Uji Validasi dan Sensitivitas Model
Untuk menguji kebenaran sebuah model dengan kondisi obyektif dilakukan uji validasi. Ada dua uji validasi yakni validasi struktur dan validasi kinerja. Validasi
struktur dilakukan untuk memperoleh keyakinan ”konstruksi model ” valid secara ilmiah. Sedangkan validitas kinerja untuk memperoleh keyakinan sejauh mana
model sesuai dengan kinerja sistem nyata keadaan yang sebenarnya atau
Subsistem Penduduk
Pertumbuahan pemukiman
Jumlah Penduduk
Limbah domestik
Subsistem Sumber Air
wilayah pesisir Debit air
sungai Jumlah Sungai
Limbah domestik
Subsistem Pertanian dan
Kehutanan Luas lahan
terpakai Konversi
lahan hutan
Kosentrasi N dan P
Limbah pertanian
BOD Subsistem
Industri Hotel
PLTD
Restaurant Budidaya
COD BOD
Subsistem Sosial
Ekonomi Pendapatan
Jumlah penduduk
Pendidikan Prilaku
budaya Kualitas air
perairan
Subsistem sedimentasi
Pendangkala n wilayah
Erosi
Kekeruhan OD
Luas lahan terpakai
kesesuaian dengan data empirik. Validitas struktur meliputi dua pengujian, yakni validitas konstruksi dan validitas kestabilan. Validitas konstruksi melihat apakah
konstruksi model yang dikembangkan sesuai dengan teori. Sedangkan uji validitas kestabilan dilakukan dengan menguji konsistensi antara model agregat dan model
rinci.
a. Uji Validasi kinerja :