4.3.4. Teknik Analisis dan Pemodelan a. Analisis
Kebijakan
Analisis kebijakan dilakukan dengan melalui review kebijakan dalam pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu baik di tingkat
nasional, regional maupun kebijakan yang bersifat sektoral Dunn 1994 dan Saaty 1998. Berdasarkan analisa ini ditentukan tingkat keterpaduan dari
masing-masing kebijakan yang sudah dikembangkan dalam keterpaduan pengelolaan wilayah pesisir.
b. Analisis Spatial Keruangan
Untuk mengetahui kondisi eksisting pemanfaatan ruang pada berbagai jenis peruntukkan. Analisis spasial dengan teknik tumpang tindih
overlay menggunakan Sistem informasi geografi SIG. Sistem informasi geografi
SIG atau g eographic information system GIS adalah sistim informasi yang
digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis, dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data
geospasial untuk mendukung pengambilan keputusan.
4.3.5. Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan
Pemodelan spasial untuk manganalisis perubahan penggunaan lahan di wilayah Makassar menggunakan program GIS g
eografic information system version 2.3, tahap analisis penggunaan lahan pada Gambar 25.
Gambar 25. Tahapan analisis penggunaan lahan
Kondisi eksisting penggunaan lahan
Kondisi sosial ekonomi dan biogeofisik wilayah
GIS Skenario
Simulasi Peta penggunaan
lahan dimasa datang
4.4. Rancang Bangun Model
Pengembangan pemodelan spasial dinamik dilakukan dengan terlebih dahulu mengkaji berbagai model yang telah ada. Kajian ini dibagi ke dalam tiga
kategori yakni model ekonomi, model ekologi, dan model sosial berdasarkan pembangunan berkelanjutan. Budiharsono 2008 mengatakan bahwa
pembangunan berkelanjutan pada dasarnya mencakup tiga dimensi penting, yakni ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan. Dimensi ekonomi, antara lain
berkaitan dengan upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memerangi kemiskinan, serta mengubah pola produksi dan konsumsi ke arah yang
seimbang. Dimensi sosial bersangkutan dengan upaya pemecahan masalah kependudukan, perbaikan pelayanan masyarakat, peningkatan kualitas
pendidikan, dan lain-lain. Adapun dimensi lingkungan, diantaranya mengenai upaya pengurangan dan pencegahan terhadap polusi, pengelolaan limbah, serta
konservasipreservasi sumberdaya alam. Dengan demikian, tujuan Pembangunan Berkelanjutan terfokus pada ketiga dimensi, keberlanjutan laju
pertumbuhan ekonomi yang tinggi economic growth, keberlanjutan
kesejahteraan sosial yang adil dan merata social progress, serta keberlanjutan
ekologi dalam tata kehidupan yang serasi dan seimbang ecological balance.
Hubungan keterkaitan antara dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan disajikan pada Gambar 26..
Pemodelan yang dibangun mempertimbangkan ketiga dimensi di atas dalam satu kesatuan, sehingga ada suatu
trade-off antara satu dimensi dengan dimensi lainnya. Pemodelan ini nantinya dapat digunakan untuk menyusun
alternatif-alternatif skenario pembangunan yang mendukung terwujudnya proses pembangunan berkelanjutan. Selain mempertimbangkan ketiga dimensi tersebut
dalam penyusunan model tersebut juga dikaitkan dengan perubahan-perubahan penatagunaan lahan
land use changes akibat adanya pembangunan tersebut. Mengingat dikaitkan dengan perubahan tata guna lahan, maka model yang
digunakan bukan merupakan model statik tetapi merupakan model sistem dinamik yang akan digabungkan dengan model dinamis spasial.
Selanjutnya, ketiga subsistem tersebut akan dilihat kinerjanya terhadap perubahan lahan secara spasial. Dalam menganalisis perubahan lahan, penting
memberi penjelasan tentang terminologi perubahan untuk mendeteksinya dalam dunia nyata. Pada umumnya perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai
secara kuantitatif perubahan besaran bertambah atau berkurang dari suatu jenis penggunaan atau tutupan lahan. Pendeteksian dan pengukuran perubahan
tergantung kepada level ruang spasial: semakin tinggi detil dari level spasial, semakin besar luas perubahan penggunaan lahan yang dapat dicatat dan
direkam. Fokus analisis perubahan penggunaan lahan terletak pada dua hal yang
saling berkaitan: 1 faktor yang mendorong atau menyebabkan perubahan penggunaan lahan dan 2 dampak dari perubahan penggunaan lahan tersebut
baik secara ekologi maupun sosial-ekonomi. Faktor-faktor pendorong perubahan penggunaan lahan biasanya terbagi dalam 2 kategori, yaitu: kondisi
bio-fisik dan kondisi sosial-ekonomi. Faktor bio-fisik melibatkan karakteristik dan proses ekologi alamiah seperti cuaca dan variasi iklim, bentukan lahan, topografi,
proses geomorfik, erupsi vulkanik, suksesi tumbuhan, jenis tanah, pola aliran, dan ketersediaan sumberdaya alam. Sedangkan faktor sosial-ekonomi
melibatkan persoalan demografi, sosial, ekonomi, politik dan kelembagaan, serta
Ekonomi
• Pertumbuhan • Efisiensi
• Stabilitas
Sosial
• Pemberdayaan • Inklusi
• Konsultasi
Lingkungan
• Keliatankeanekaragaman • Sumber daya alam
• Polusi
Penurunan Kemiskinan
Keberlanjutan Keadilan
Co-evolusi
Gambar 26. Unsur-unsur Pembangunan Berkelanjutan
proses-proses yang terjadi di dalamnya seperti perubahan penduduk, perubahan struktur industri, perubahan teknologi, kebijakan pemerintah, dan sebagainya.
Faktor bio-fisik tidak mempengaruhi perubahan penggunaan lahan secara langsung, kebanyakan hanya menyebabkan terjadinya perubahan pada tutupan
lahan, atau mempengaruhi keputusan pengelolaan terhadap lahan tersebut. Keputusan pengelolaan terhadap suatu tutupan lahan menjadi faktor perubahan
yang berkaitan dengan aktivitas manusia. Hubungan antara faktor bio-fisik dan sosial-ekonomi dari suatu sistem tutupan lahan terlihat melalui Gambar 27.
Gambar 27. Hubungan antara faktor bio-fisik dan sosial-ekonomi serta komponen lain dalam sistem penggunaan tutupan Lahan
4.4.1. Kerangka Model Sistem Dinamik
Salah satu cara yang paling efektif untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks dengan pendekatan sistem adalah menggunakan konsep
simulasi sistem dinamis. Dengan menggunakan simulasi, maka model akan mengkomputasikan jalur waktu dari Peubah model untuk tujuan tertentu dari
input sistem dan parameter model. Karena itu model sistem akan dapat memberikan penyelesaian dunial riil yang kompleks. Model juga dapat digunakan
untuk keperluan optimasi, dimana suatu kriteria model dioptimalkan terhadap input atau struktur sistem alternatif. Karena itu, model dapat dibangun dengan
basis data data base atau basis pengetahuan knowledge base atau kombinasi
keduanya. Rancang bangun model ini dilaksanakan dengan tahapan kerja yang
sistematis sesuai dengan pendekatan sistem. Secara keseluruhan kegiatan ini dirancang berdasarkan tahapan seperti dalam pendekatan sistem yang dimulai
dari analisis kebutuhan hingga evaluasi, seperti Gambar 28.
Gambar 28. Tahapan kerja dalam pendekatan sistem
Sesuai dengan tahapan tersebut dan berdasarkan pendekatan pembangunan berkelanjutan dikembangkan ke dalam suatu sistem keterkaitan
antar komponen yang saling mempengaruhi baik positive feedback, maupun
negative feedback. Keluaran dari sistem tersebut menghasilkan perilaku II.
OPERASION
integratif. Diagram keterkaitan sistem yang menunjukkan hubungan antar sub- sistem dari keseluruhan sistem secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 29.
Kawasan Lindung
Kawasan Budidaya
Teknologi Pencemaran Air
Erosi Investasi
-
Sampah Kesehatan
Penduduk
Tenaga Kerja
Penerimaan PDRB
Produksi Pendidikan
Pendapatan
Gambar 29. Hubungan keterkaitan diagram sebab-akibat antar sub-
sistem sosial, sub-sistem ekologi, dan sub-sistem ekonomi dan penggunaan lahan.
Komponen-komponen penyusun utama dari sub-sistem ekologi terletak pada isu modal, eksploitasi, dan konservasi sumberdaya lingkungan untuk
berbagai aktivitas manusia, serta masalah polusi yang terutama berkaitan dengan akibat dari eksploitasi lingkungan tersebut. Sub-sistem sosial terfokus
pada komponen-komponen yang dibentuk berdasarkan isu-isu demografi dan gambaran kesejahteraan sosial masyarakat terutama yang berkaitan dengan
jumlah penduduk, angkatan kerja, tingkat pendidikan, tingkat kesuburan, tingkat harapan hidup, dan produktivitas tenaga kerja dari aspek-aspek sumberdaya
lingkungan. Kajian sub-sistem ekonomi diarahkan kepada upaya mengelaborasi isu tingkat pendapatan, pasar, jumlah investasi, kesenjangan pendapatan
masyarakat, belanja dan utang pemerintah, serta regulasi yang berkaitan dengan aspek-aspek pengelolaan lingkungan.
4.4.1.1. Model Sosial
Model sosial seperti yang disajikan pada Gambar 30. terdiri dari beberapa sub model yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lain, yaitu sub
model penduduk dan sub model tenaga kerja. Sub model penduduk terdiri dari beberapa peubah yang pada akhirnya akan menentukan jumlah penduduk, yaitu
migrasi masuk, migrasi keluar, tingkat pertumbuhan penduduk yang dipengaruhi oleh kelahiran dan kematian,dan beberapa faktor yang mempengaruhi masing-
masing peubah yang nantinya akan berpengaruh pada laju penambahan dan laju pengurangan penduduk pertahun. Tingkat pendidikan penduduk merupakan
salah satu peubah penting dalam menentukan produktivitas penduduk, yang pada akhirnya akan mempengaruhi angkatan kerja dan lapangan kerja. Untuk
sub model tenaga kerja terdiri dari peubah lapangan kerja dan angkatan kerja, yang mempengaruhi lapangan kerja adalah jumlah lapangan kerja, jumlah
tenaga kerja, jumlah transmigran, jumlah urbanisasi, sedangkan angkatan kerja dipengaruhi oleh jumlah angkatan kerja, tingkat kesempatan kerja dan
permintaan terhadap tenaga kerja.
Gambar 30. Mental model sosial
4.4.1.2. Model Ekonomi
Pada aspek ekonomi, faktor yang menjadi perhatian utama adalah produksi barang, jasa, dan modal dalam suatu wilayah. Produksi barang dan jasa
berkaitan dengan permintaan terhadap barang dan jasa tersebut. Besarnya permintaan dipengaruhi oleh kebutuhan masyarakat dan pemerintah dalam suatu
proses pembangunan wilayah pesisir. Produksi barang dan jasa akan meningkatkan penerimaan dan konsumsi baik oleh masyarakat maupun
pemerintah dan swasta. Penerimaan pemerintah diperoleh dari hasil kegiatan produksi. Pada model
ini terdapat 10 sektor produksi sesuai dengan lapangan usaha pada PDRB yaitu perikanan, pertanian, pertambangan dan galian, industri pengolahan, listrik
gas dan air bersih, pengangkutan dan komunikasi, bangunan dan konstruksi,
jasa keuangan, dan jasa lainnya. Produksi berpengaruh terhadap PDRB. Nilai PDRB menentukan pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya akan berpengaruh
terhadap investasi. Penerimaan masyarakat ditentukan oleh produksi, sumbangan, dan
bantuan pemerintah. Penerimaan masyarakat ini selanjutnya digunakan untuk konsumsi dan tabungan. Besarnya penerimaan masyarakat menetukan gini rasio
wilayah. Submodel penerimaan pemerintah dan penerimaan rumah tangga secara detail disajikan pada Gambar 31.
Gambar 31. Mental model sub model ekonomi untuk parameter penerimaan pemerintah penerimaan rumah tangga
4.4.1.3. Model Lingkungan
Dalam model lingkungan seperti yang disajikan pada Gambar 32, level penting yang paling berpengaruh antara lain limbah cair, sampah limbah padat,
emisi dan curah hujan. Limbah cair dan sampah merupakan faktor penting dalam kaitannya dengan pencemaran tanah dan air, sedangkan emisi terkait dengan
pencemaran udara; dan curah hujan terkait dengan faktor bencana iklim seperti kekeringan dan banjir.
Pencemaran air ditandai dengan adanya penambahan limbah cair berasal dari transportasi air, pertanian pestisida, perikanan, industri dan sampah.
Kualitas air dipengaruhi oleh komponen penyusun sifat kimia air antara lain fosfat, turbiditas, nitrit, nitrat dan klorofil-a. Adanya penambahan dan
pengurangan limbah cair akan mengakibatkan penyakit pada ekosistem sekitar dan penduduk, yang secara langsung akan berpengaruh pada kualitas air baku
yang akan dimanfaatkan oleh penduduk. Sampah merupakan salah satu level yang berpengaruh besar dalam model
lingkungan. Limbah padat atau sampah tersebut berasal dari pasar, penduduk, sampah lain, dan sampah dari aktivitas industri. Penambahan sampah secara
terus menerus akan mengakibatkan banjir dan penyakit. Level ini akan menghasilkan tenaga kerja dan kebutuhan akan adanya lahan TPA. Teknologi
pengolahan sampah dibutuhkan untuk mengatasi penambahan level ini. Pencemaran udara ditandai dengan adanya emisi. Emisi merupakan gas
hasil dari pencemaran udara yang dapat terukur besarnya dalam ppm part per million, penambahan emisi tersebut berasal dari kegiatan industri, kendaraan
bermotor, sampah, kebakaran hutan. Penambahan emisi ini akan berakibat secara langsung pada gas rumah kaca yang mempengaruhi iklim, berupa
intensitas curah hujan yang akan dihasilkan. Kebakaran hutan, banjir, longsor merupakan bencana yang merupakan
resultan akibat adanya pengaruh curah hujan dan kegiatan penduduk. Bencana tersebut berpengaruh besar pada penduduk berupa berkurangnya jumlah
penduduk sebagai korban langsung dari bencana tersebut, ataupun timbulnya penyakit dari bencana yang dihasilkan. Oleh sebab itu, nantinya dibutuhkan
teknologi mitigasi bencana.
Gambar 32. Mental model lingkungan
4.4.1.4. Model Penggunaan Lahan
Model penggunaan lahan mengacu kepada kebijakan tata ruang, yang membagi penggunaan lahan menjadi 2 dua kawasan utama: kawasan budidaya
KB dan kawasan lindung KL. Kawasan budidaya terdiri dari lahan pertanian PTN, hutan produksi dan rakyat H, lahan perikanan PIK, kawasan
permukiman Pm, lahan pertambangan Pt, kawasan pariwisata Par, dan kawasan industri I. Kawasan lindung terdiri dari hutan lindung HL, suaka alam
SA, danau D, sungai S dan hutan lindung yang terdiri dari hutan mangrove primer Mp, dan hutan mangrove sekunder Ms. Kawasan lindung merupakan
pembatas untuk luasan kawasan budidaya dan hanya bisa bertambah tidak diperkenankan adanya pengurangan. Blok diagram model penggunaan lahan
disajikan pada Gambar 33.
Gambar 33. Blok diagram model penggunaan lahan
4.4.2. Model Spasial Dinamik
Hasil analisis model sistem dinamik tentang perubahan spasial khususnya penggunaan lahan hanya berupa data numerik, yaitu hanya menunjukkan angka
perubahan lahan setiap tahun, akan tetapi tidak dapat menunjukkan lokasi yang
berubah dan berapa luasnya serta perubahan dari penggunaan lahan tertentu menjadi penggunaan lahan lainnya. Model spasial dinamik dapat menunjukkan
lokasi perubahan penggunaan lahannya. Dalam model spasial dinamik hasil analisis sistem dinamik yang berupa
data numerik dan grafik dijadikan input untuk analisis spasial dinamik. Hasil analisis spasial dinamik adalah peta perubahan penggunaan lahan pada
beberapa tahun yang akan datang. Gabungan antara kedua model tersebut disajikan pada Gambar 34.
Gambar 34. Gabungan sistem dinamik dan spasial dinamik Tahapan pembuatan model spasial dinamik adalah sebagai berikut:
1. Peta tutupan lahan dari Citra Landsat TM 7 seamless dari tahun 2001 - 2003 eksisting dikonversi ke dalam bentuk raster,
2. Setiap jenis penggunaan lahan dibuat peta binarinya. Artinya setiap peta hanya mengandung satu jenis penggunaan lahan, wilayah dengan nilai 0
berarti pada wilayah itu tidak ada jenis penggunaan lahan tersebut. Pada wilayah dengan nilai 1 berarti terdapat jenis penggunaan lahan tersebut.
3. Setiap peta tersebut dikonversi ke bentuk teks dengan cara diekspor dari program ArcView lalu diberi nama dengan cov1_0.0 sampai dengan
cov1_6.0. Data setiap jenis penggunaan lahan ini menjadi variabel terikat atau dependen.
4. Peta penggunaan lahan disajikan dalam bentuk raster dengan ukuran sel grid 250 meter, sehingga 1 sel grid mempunyai luas 250 meter kali 250
Sistem DinamikAnalisis Non
Spasial Dinamik Analisis Spasial Perubahan Sosial –
Ekonomi - Lingkung
an Perubahan
Penggunaan Lahan
Faktor Pendorong Perubahan Lokasi
Alokasi Penggunaan
Lahan
meter sama dengan 6250 meter persegi atau 6.25 hektar. Peta penggunaan lahan dalam bentuk teks yang merupakan variabel tidak
bebas dependent variable dipadankan dengan variabel bebas atau
independent variable yang merupakan driving factors. Kemudian dianalisis secara statistik dengan program SPSS
statistical package for social science dengan regresi logistik. Hasil regresi logistik ini dijadikan
input data ke dalam program dari software spasial dinamik.
5. Input data selanjutnya adalah matrik konversi setiap penggunaan lahan. Angka 1 menunjukkan konversi boleh terjadi sedangkan 0 adalah
ketidakmungkinan terjadinya konversi. Pada baris pertama adalah matriks untuk air, tampak bahwa air hanya akan terkonversi menjadi air lagi nilai
1, sedangkan untuk menjadi jenis menggunaan lain tidak mungkin nilai 0.
6. Input selanjutnya adalah nilai stabilitas yang berkisar antara 0 sampai 1. Semakin stabil, atau tidak mudah untuk terkonversi semakin mendekati
nilai 1. Penetapan stabilitas untuk pemodelan adalah sebagai berikut. Air, kawasan terbangun dan sawah diberi nilai 1 dengan asumsi bahwa ke
tiga jenis penggunaan tanah tersebut stabil. Berikut disajikan contoh nilai stabilitas penggunaan lahan, Hutan dan perkebunan diberi nilai 0.8 dan
Lainnya serta pertanian lahan kering dengan nilai 0.5. Dalam pemodelan dengan spasial dinamik terdapat aturan pengambilan keputusan
decision rules untuk menentukan konversi mana yang diperbolehkan. Indikator
dalam penentuan keputusan tersebut adalah stabilitas. Selang nilai stabilitas adalah 0 sampai 1, stabilitas bernilai 0 nol artinya sangat
dinamik mudah dikonversi dan nilai 1 satu artinya stabil yaitu tak dapat dikonversi. Regresi logistik merupakan bentuk dari regresi yang
digunakan bila variabel tidak bebas dependen dichotomous dan variabel
bebas independen kontinyu atau kategorial. Dichotomous mengandung
arti bahwa jenis land cover tertentu dalam satu sel grid bernilai 0 atau 1. Nilai 0 berarti tidak ada sedangkan 1 berarti terdapat penggunaan lahan
tersebut. Persamaan regresi yang digunakan adalah :
β : merupakan hasil langsung dari perhitungan regresi p : peluang munculnya jenis land use dan driving factor x
Untuk menghitung pengaruh relatif dari setiap variabel terhadap penggunaan lahan, dihitung Exp B. Exp B menunjukkan apakah
peluang dari penggunaan lahan tertentu pada grid sel meningkat lebih dari 1 atau menurun lebih rendah dari 1 akibat dari satu peningkatan pada
variabel bebas. Pada perhitungan relatif influence digunakan persamaan sebagai berikut :
Pengaruh relatif = ExpB X selang, untuk B 1 Pengaruh relatif = -1ExpB X selang, untuk B 1 Verburg
et al. 2003 Pengaruh relatif kemudian diurutkan sesuai dengan nilai yang tertinggi.
Semakin tinggi nilainya semakin besar pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Urutan pengaruh ini merupakan input untuk alokasi, dimasukan pula
secara berurutan sesuai dengan hasil perhitungan. 7. Setelah data siap dan lengkap sesuai program atau software yang dibuat,
kemudian di run, berdasar pada skenario yang telah ditentukan. Simulasi
yang dilakukan adalah 20 atau bisa juga untuk jangka waktu lainnya tahun. Bila data yang dimasukkan sesuai dengan program maka simulasi
akan berjalan. Hasil simulasi berupa data teks yang perlu dikonversi kedalam aplikasi GIS
Arc View atau Arc GIS untuk dapat disajikan dalam bentuk spasial.
8. Peta yang digunakan dalam model spasial dinamik adalah: a. Peta Rupa Bumi Skala 1 : 50.000
b. Citra Landsat tahun 2006 c. Peta Tutupan Lahan dari Departemen Kehutanan
d. Peta Jenis Tanah dari Puslitanah, Peta Kemiringan Lahan dll e. Peta Geologi dari Direktorat Geologi
f. Peta Prasarana Wilayah dari Departemen Pekerjaan Umum g. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional draft
h. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau Sulawesi draft i. Peta Jalan dari Jalan tol sampai jalan setapak dari DPU
4.3.9. Penyusunan Peta Tata Ruang Wilayah Pesisir Kota Makassar
Hasil model spasial dinamik yang berupa pola pemanfaatan lahan pada 20 tahun mendatang kemudian dioverlay dengan peta Rupa Bumi skala 1 : 50.000
dan struktur ruang dari Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi RTRWProv. Apabila RTRWP belum ada maka dapat dioverlay dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau RTRWP. Dari overlay tersebut akan diperoleh Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir Kota Makassar. Secara
rinci pada Gambar 35.
HASIL ANALISIS SPASIAL DINAMIK PETA PROYEKSI
PENGGUNAAN LAHAN -
STRUKTUR TATA RUANG DARI
RTRWPROV RTRWPULAU
OVERLAY
PETA RUPA BUMI SKALA 1 : 50.000. dll
PETA TATA RUANG WILAYAH PESISIR KOTA MAKASSAR
SKALA 1 : 100.000
Gambar 35. Peta rencana tata ruang wilayah pesisir Kota Makassar
Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam pemodelan spasial adalah citra satelit landsat enhanced thematic mapper+7 untuk wilayah pesisir Kota Makassar
Sulawesi Selatan. Data sosial ekonomi dan geofisik wilayah diperoleh dari berbagai sumber;
Kondisi eksisting penggunaan lahan wilayah pesisir Kota Makassar
Kondisi eksisting penggunaan lahan Kota Makassar diperoleh dari data citra satelit
landsat enhanced tematic mapper+7. Citra satelit tersebut diinterpresetasikan menjadi peta penggunaan lahan eksisting.
Kondisi sosial ekonomi
Kondisi sosial ekonomi wilayah pesisir Kota Makassar meliputi kepadatan penduduk , tingkat pendidikan , kondisi tempat tinggal dan mata pencaharian
penduduk, tingkat pendidikan, kondisi tempat tinggal dan mata pencaharian penduduk bidang pertanian dan perikanan.
Kondisi geofisik
Kondisi geofisik wilayah pesisir Kota Makassar diwakili oleh jenis tanah, geologi, ketinggian elevasi, slope, kualitas air, kedalaman perairan.
c. Analisis Keberlanjutan Untuk menganalisis tingkat keberlanjutan wilayah pesisir Kota Makassar