1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemenuhan pangan untuk dapat hidup sehat dan aktif bagi setiap individu merupakan salah satu hak azasi manusia yang hakiki. Pemerintah Indonesia
turut memberikan komitmen yang tinggi untuk mengurangi jumlah penduduk yang miskin dan rawan pangan dan gizi. Hal itu sejalan dengan Deklarasi World
Food Summit WFS tahun 1996 dan ditegaskan kembali pada WFS 5 tahun
kemudian di Roma yang menegaskan bahwa diharapkan dari 800 juta penduduk dunia yang kelaparan dapat dikurangi separuhnya pada tahun 2015 BKP dan
WFP, 2005. Terkait dengan upaya tersebut lembaga pangan dan pertanian dunia Food and Agriculture Organization, FAO secara berkala melakukan studi
untuk mengkaji perkembangan wilayah rawan pangan dan jumlah penduduk rawan pangan di berbagai negara FAO, 1999.
Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, pasal 1, ayat 17, dilanjutkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang
Ketahanan Pangan Bab I, pasal 1, ayat 1 serta UU No 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan berkelanjutan, pasal 1, ayat 10
menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup
baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Sasaran ketahanan pangan adalah masyarakat yang secara berkelanjutan mampu
mengkonsumsi pangan dengan gizi seimbang dan baik.
Ketahanan Pangan memiliki peran penting bagi ketahanan nasional, dan upaya pengembangan ketahanan pangan sejalan dengan upaya
penanggulangan masalah kemiskinan. Kebutuhan pangan nasional terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, dan laju pertumbuhan
produksi pangan relatif lebih lambat dari pertumbuhan permintaannya. Keberlanjutan ketahanan pangan sangat tergantung pada peningkatan
ketersediaan pangan nasional misalnya beras, karena beras merupakan menu pangan dengan komposisi 65 kalori dan 62 protein tersedia dari beras,
dan tersedianya beras meningkatkan kesejahteraan petani. Kondisi ketahanan pangan di Indonesia ditunjukkan oleh hasil pemetaan Kerawanan Pangan Food
Insecurity dengan masukan faktor-faktor ketersediaan, aksesibilitas, dan
penyerapan pangan oleh Badan Ketahanan Pangan BKP dan World Food
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
2
Programme WFP pada tahun 2005. Ada 100 Kabupaten dari 265 Kabupaten
37.7 yang status Ketahanan pangannya berada pada kategori Rawan hingga Sangat Rawan, termasuk 11 kabupaten di Pulau Jawa.
Faktor lainnya yang mempengaruhi kondisi ketahanan pangan di atas adalah aspek kerentanan Vulnerability yang menunjukkan potensi kondisi
faktor-faktor lingkungan yang dapat menyebabkan rawan bencana, sehingga dapat menyebabkan kegagalan panenproduksi pangan DKP dan WFP, 2003.
Permasalahan akan timbul jika salah satu atau lebih dari aspek ketahanan pangan tersebut tidak terpenuhi dan tercapai dengan optimal. Rawan pangan
yang terjadi terus menerus akan menyebabkan bencana kemanusiaan yang
terjadi akibat daya dukung lahan dan lingkungan untuk menunjang produksi pangan tidak optimal serta faktor ekonomi, sosial dan budaya masyarakat tidak
bisa mengakses untuk memperoleh kebutuhan pangan yang cukup. Faktor- faktor lahan dan kondisi lingkungan yang menurun dapat menyebabkan
kerentanan yang meningkat terhadap bencana ekologis, yang menyebabkan kegagalan panen dan produksi pangan, sehingga menimbulkan kondisi rawan
pangan.
Permasalahan yang harus diatasi adalah bagaimana memenuhi kebutuhan pangan nasional yang terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk,
sedangkan laju pertumbuhan produksi pangan relatif lebih lambat. Oleh karena pangan beras masih merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat
Indonesia, maka penelitian ini lebih memfokuskan pada aspek kerentanan pangan beras dalam arti rentan terhadap pengurangan produksi beras akibat
kegagalan panen puso. Informasi spasial kondisi faktor-faktor lingkungan yang dapat menyebabkan kerentanan produksi beras dapat dideteksi oleh teknologi
Penginderaan Jauh Inderaja dan Sistem Informasi Geografis SIG.
Sistem Informasi Pangan yang terbuka diperlukan keberadaannya dan perlu dikembangkan terus menerus untuk memenuhi ketiga aspek sebagaimana
disebutkan terdahulu untuk masyarakat termasuk petani. Lembaga pemerintah menyediakan informasi yang terkait dengan indikator ketersediaan, distribusi
dan tingkat konsumsi pangan secara akurat sehingga dapat diintegrasikan dengan kepentingan analisis ketersediaan pangan di suatu daerah tertentu
pada saat tertentu. Penyediaan informasi secara sistematis dan berlanjut dapat dilaksanakan melalui koordinasi di antara lembaga terkait guna
memberikan manfaat bagi pengelolaan ketahanan pangan jangka panjang. SIG
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
3 yang terpadu adalah perangkat teknologi informasi yang dapat menunjang
penyediaan informasi tersebut. Kebijakan penyelenggaraan pembangunan ilmu pengetahuan dan
teknologi iptek terkait ketahanan pangan di Indonesia dirumuskan antara lain dalam Agenda Riset Nasional 2006 - 2009. Dalam kaitan ini Kementerian
Riset dan Teknologi telah mengawali pembentukan Kelompok Kerja SIG Ketahanan Pangan yang bertugas untuk melaksanakan Sinergi Penyediaan Data
dan Informasi Sumberdaya alam untuk mendukung ketahanan pangan, dengan memadukan berbagai data dan informasi dari instansi pemerintah
yang terkait dengan penyediaan data spasial. Lembaga yang terkait di
antaranya adalah BAKOSURTANAL, LAPAN, Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian, Badan Ketahanan Pangan, BMKG, Dep. Kelautan dan
Perikanan. Kementerian Negara Ristek yang bertindak sebagai koordinator Pokja mengembangkan Sistem Informasi Spasial dengan fokus pangan yang
dapat diakses secara terbuka, termasuk pengembangan peta-peta potensi pangan di daerah. Perkembangan teknologi satelit sampai saat ini telah dilakukan
untuk mengatasi permasalahan di atas peringatan dini bencana, yaitu dengan diluncurkannya satelit Terra dan Aqua yang memiliki sensor MODIS. Dengan
tersedianya data MODIS Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer dari
satelit Terra dan Aqua yang memiliki resolusi spasial 250 m, 500 m, dan 1000 m serta 36 kanal, lebih banyak dibandingkan data NOAAAVHRR 1000 m, 5
kanal, diharapkan mampu memberikan informasi perubahan kondisi pertanian, terutama lahan sawah dan tanaman padi dapat dideteksi lebih akurat.
Prediksi secara cepat dan kontinyu perlu dilakukan untuk memperoleh informasi luas panen dan produktivitas padi sawah sebelum masa panen terjadi.
Dengan prediksi ini maka potensi produksi padi sawah di setiap daerah dapat diketahui lebih cepat. Informasi luas panen dapat diprediksi berdasarkan
pendugaan umur padi menggunakan data satelit Inderaja. Dirgahayu 2005 dan Dirgahayu et al. 2010 telah melakukan penelitian menggunakan data EVI
MODIS yang memiliki resolusi spasial 250 m untuk menduga fase pertumbuhan dan umur tanaman padi. Penelitian ini dilakukan di lahan sawah yang relatif luas
dan seragam awal tanamnya pada area persawahan berukuran minimal 250 m x 250 m 6.25 Ha di pantai Utara Jawa Barat. Selanjutnya waktu dan luas panen
padi hingga empat bulan mendatang dapat diprediksi berdasarkan informasi spasial umur tanaman padi. Uchida 2010 telah menkombinasikan EVI dan
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
4 NDWI Normalized Difference Water Index MODIS untuk mendeteksi pola
tanam padi dan non padi di lahan sawah Jawa Barat. Awal tanam padi yang didominasi obyek air pada lahan sawah dapat dideteksi oleh kisaran nilai EVI
yang rendah dan NDWI yang tinggi.
Keberhasilan panen dan tingkat produktivitas tanaman padi tergantung pada kondisi pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif dan perkembangannya
pada fase generatif. Pertumbuhan tanaman padi tersebut dapat dipantau dengan menggunakan data satelit Inderaja yang mempunyai sensor yang sensitif
terhadap perubahan fase pertumbuhan vegetatif dan perkembangan generatif tanaman padi sawah serta mengalami kondisi lahan berair, bervegetasi dan
bera. Kegiatan pemantauan kondisi pertumbuhan tanaman padi dan lahan sawah di pulau Jawa secara kontinyu bulanan telah dilakukan oleh LAPAN
sejak tahun 2005 Pusfatja, 2011. Potensi produktivitas tanaman padi dapat diestimasi berdasarkan Indeks Luas Daun ILD yang berkorelasi tinggi dengan
Indeks Vegetasi pada fase vegetatif maksimum Dirgahayu, 2011. Hasil penelitian Avicienna 2011 menunjukkan korelasi yang nyata antara EVI
maksimum dengan produktivitas tanaman padi di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Informasi luas panen dan produktivitas padi selanjutnya dijadikan sebagai
bahan masukan untuk prediksi produksi padi, sehingga dapat disusun strategi pengadaan bahan pangan pada tingkat lokal kabupaten hingga propinsi.
Penelitian ini dilakukan untuk membuat informasi spasial ketahanan pangan sementara transien ditinjau dari aspek lingkungan, yaitu berdasarkan aspek
Kerentanan Pangan Food Vulnerability yang dapat menyebabkan potensi penurunan produksi padi beras akibat kegagalan panen puso. Pendekatan
dilakukan melalui penyusunan model spasial beberapa indikator kerentanan menurut DKP dan WFP 2003, seperti Anomali Curah Hujan, Persentase
Vegetasi, degradasi lahan pertanian akibat Erosi, Kekeringan, dan Banjir pada lahan padi sawah di Kabupaten Indramayu, sehingga dapat diketahui sebaran
spasialnya sampai tingkat Kecamatan. Dengan demikian permasalahan antisipasi penanganan serta prioritas area yang harus diperhatikan karena
mengalami kondisi rentan yang tinggi dapat diketahui sebelum panen.
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
5
1.2. Perumusan Masalah