Komunikasi Organisasi Landasan Teori

di masa mendatang sebaiknya tidak berstandar pada teori ekspektasi, tetapi mungkin berstandar pada teori motivasi alternatif, seperti teori goal setting. Penelitian ini mengacu pada anjuran tersebut.

2.1.3. Komunikasi Organisasi

Kata komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu communis, yang berarti bersama. Banyak sekali definisi dari komunikasi menurut para ahli, misalnya menurut Herbert 1981 dalam Suranto 2005 mendefinisikan komunikasi sebagai proses yang di dalamnya menunjukkan arti pengetahuan dipindahkan dari seorang kepada orang lain, biasanya dengan maksud mencapai beberapa tujuan khusus. Menurut Rogers 1955 dalam Suranto 2005 menyatakan bahwa komunikasi merupakan proses yang di dalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirimkan dari sumber kepada penerima dengan tujuan merubah perilakunya. Jadi dalam hal ini komunikasi memiliki banyak definisi sesuai dengan persepsi dari masing-masing para ahli, dan disesuaikan kontek yang dihadapi dalam komunitas yang dihadapi. Menurut penulis bahwa komunikasi tersebut merupakan ungkapan-ungkapan penyampaian keinginan ataupun pesan-pesan dan informasi antara sesama individu dan kelompok baik secara lisan maupun tulisan dengan maksud dan tujuan tertentu untuk mendapatkan respon tentang keinginan ataupun pesan-pesan dan informasi dimaksud. Komunikasi yang baik dan lancar adalah komunikasi terbuka di mana informasi mengalir secara bebas dari atas ke bawah atau sebaliknya. Dalam suatu organisasi, informasi tersebut sebaiknya harus terbuka, ada umpan balik yang dapat diutarakan dalam suasana saling percaya, orang saling tertarik, saling memperhatikan Universitas Sumatera Utara dan saling menghormati. Hal-hal ini yang dapat membuat komunikasi dalam semua organisasi menjadi lancar Arep dan Tanjung, 2004. Sama halnya dalam penyusunan anggaran di suatu kantor dinas, komunikasi yang baik dan lancar antara pimpinan dengan bawahan atau sebaliknya, sangat dibutuhkan dalam menyamakan persepsi untuk menyusun dan merumuskan serta melaksanakan dengan baik rencana kerja yang ingin dicapai oleh kantor dinas. Sebab begitu cemerlangnya hasil berpikir seseorang baik pimpinan maupun bawahan tidak ada artinya jika tidak dinyatakan dan dikomunikasikan dengan baik. Pemimpin tidak hanya memiliki kemampuan membuat komitmen atau keputusan, tetapi harus diterjemahkan menjadi gagasan, prakarsa, inisiatif, kreativitas, pendapat, saran, perintah, dan lainnya yang sejenis itu melalui komunikasi yang baik. Oleh karena kemampuan mengambil keputusan akan kehilangan artinya tanpa kemampuan mengkomunikasikannya Namawi dan Martini, 2004. Dengan komunikasi yang baik maka seluruh komponen dalam kantor dapat secara sistematis bekerja dalam satu arah yang sama yaitu untuk meningkatkan produktivitas di setiap kantor dinas Suranto, 2005. Jika terjadinya miscommunication dalam kantor, khususnya dalam penyusunan anggaran ini, akan menimbulkan dampak negatif yang berakibat buruk bagi kelangsungan hidup di kantor. Anggaran tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya komunikasi yang baik antara pimpinan dan bawahan. Kemampuan berkomunikasi secara efektif bagi seorang pimpinan erat kaitannya dengan kepemimpinan yang berwibawa. Kalau seorang pimpinan ingin memiliki kepemimpinan yang berwibawa, maka ia perlu Universitas Sumatera Utara mempunyai kemampuan berkomunikasi secara efektif. Kemahiran berkomunikasi bagi seorang pimpinan dapat memperkecil, bahkan menghilangkan konflik antara kepentingan pribadi dengan kepentingan organisasi Effendi, 2989. Untuk itulah komunikasi yang baik dan lancar tersebut selalu ditumbuh kembangkan dalam kantor, yang salah satunya dengan cara melibatkan partisipasi para manajerial dan pegawai dalam merumuskan dan memutuskan sesuatu keputusan atau hal-hal penting dalam kantor, terlebih khusus tentang penyusunan anggaran. Untuk mencapai sasaran yang diharapkan dari anggaran dimaksud, maka manajemen hendaknya menggerakkan para pegawai agar mempunyai otoaktivitas dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan gairah. Berkurangnya atau ketidak adanya gairah para pegawai dalam melaksanakan tugas mereka, akan merupakan masalah bagi manajemen kantor. Untuk sampai kepada suasana bekerja seperti itu, diperlukan kegiatan komunikasi, persuasi dan motivasi melalui partisipasi, yang sangat erat hubungannya dengan kejiwaan para pegawai dalam mencapai tujuan yang telah digariskan dan direncanakan sebelumnya. Kemampuan berkomunikasi yang akan besar artinya bagi para kepala dinas, kepala BidangBagianSeksi dalam mengemban tugasnya mengelola dan mencapai tujuan kantor dinas, khususnya dalam upaya melakukan perubahan sikap attitude change, perubahan pendapat opinion change, perubahan tingkah laku behavior change para pegawai, sehingga sesuai, serasi, selaras, senada dan seirama dengan perilaku organisasi organizational behavior Effendy, 1989. Dengan demikian tujuan dan sasaran organisasi atau Universitas Sumatera Utara kantor yang telah dituangkan kedalam anggaran, akan dapat dicapai dengan efektif dan efisien. 2.1.4. Budaya Paternalistik Budaya merupakan konsep yang sulit untuk dirumuskan karena ia tidak berwujud, implisit dan dianggap sudah semestinya ada atau menjadi sesuatu yang baku. Menurut Koberg 1991, budaya organisasi merupakan seperangkat nilai, norma, persepsi dan pola perilaku yang dibuat atau dikembangkan dalam suatu organisasi dengan maksud untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang timbul, apakah masalah yang terkait dengan adaptasi secara eksternal atau masalah integrasi secara internal. Pada tingkat organisasi, budaya merupakan serangkaian asumsi- asumsi keyakinan belief, nilai-nilai dan persepsi dari para anggota kelompok organisasi yang mempengaruhi dan membentuk sikap dan perilaku kelompok yang bersangkutan. Menurut Holmend dan Marsden 1996 dalam Poerwati 2002, budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap perilaku, cara kerja dan motivasi para manajer dan bawahannya untuk mencapai kinerja organisasi. Dengan demikian budaya mempunyai pengaruh terhadap partisipasi penyusunan anggaran dalam peningkatan kinerja manajerial. Penelitian yang dilakukan oleh Frucot dan Shearon 1991 dalam Supriono 2004 menunjukkan bahwa perilaku dan budaya manajer berpengaruh terhadap kinerja. Budaya paternalistik menurut Gultom 1994 dalam Mustikawati 1999 adalah budaya di mana atasan berperan sebagai “Bapak” yang lebih tahu akan segala Universitas Sumatera Utara hal, sehingga bawahan merasa tidak enak jika menyampaikan usulan apalagi mengkritik kesalahan atasan. Manajemen yang menerapkan budaya seperti ini akan mengurangi inisiatif bawahan atau dengan kata lain akan menghambat adanya partisipasi. Secara umum diketahui bahwa para manajerial level menengah dan bawahan di Indonesia banyak yang masih merasa sungkan untuk mengungkapkan apa yang menjadi pikiran, gagasan dan ide-ide mereka kepada atasanya meskipun para manajerial tersebut tahu bahwa hal itu lebih baik dari pada sekedar menuruti perintah atasan. Literatur menunjukkan bahwa paternalisme lazim terjadi di Negara-negara Timur Tengah. Lock 2005 menjelaskan bahwa paternalisme pernah terjadi pada sejarah pemerintahan zaman dahulu di Amerika dan Eropa. Webber 1958 dalam Lock 2005 menyebutkan akar dari paternalisme adalah pada ideologi agama pada abad 19 dan awal era industrialisasi. Pada kontek organisasi, “Paternalisme baru” dikembangkan untuk kemanusiaan dan “moralitas” tempat kerja dengan membangun sistem manajemen yang lebih fleksibel sebagai ganti dari hubungan kontrak yang kaku antara pekerja dan pemberi kerja. Anthony 1986 dalam Pellegrini, Scandura 2006 menyatakan bahwa paternalisme menjembatani kemanusiaan dan eksploitasi ekonomi. Pada paternalisme baru, perusahaan atau kantor lebih melibatkan diri pada kehidupan si pekerja dengan membantu mereka dalam masalah-masalah sosial dan keluarga. Menurut Gordon 1998 dalam Pellegrini 2006 “Perusahaan membantu diri pribadi, dan pencapaian promosi dan komitmen. Paternalisme dirasa negatif Universitas Sumatera Utara di negara-negara Barat bagi perkembangan masyarakat industri. Meskipun pada kenyataannya bahwa paternalisme dirasa negatif bagi perkembangan dan masyarakat industri hal ini juga menjadi pertimbangan sebagai solusi yang menilai kepada masalah-masalah organisasi dan kemasyarakatan. Kemungkinan keuntungan yang didapat dari paternalisme bagi organisasi adalah pengurangan biaya, peningkatan fleksibilitas, penurunan perputaran dan menambah komitmen, loyalitas dan kerjasama kelompok, khususnya sangat penting adalah pemberian wewenang kepada bawahan. Aycan 2000 dalam Lock 2005 menemukan hubungan positif antara paternalisme dan pemberian wewenang. Secara umum diketahui bahwa para manajerial level menengah dan bawah di Indonesia banyak yang masih merasa sungkan untuk mengungkapkan apa yang menjadi fikiran, gagasan dan ide-ide mereka kepada atasanya meskipun para manajerial tersebut tahu bahwa hal itu lebih baik dari pada sekedar menuruti perintah atasan. Budaya yang seperti ini disebut sebagai budaya Paternalistik sesuai dengan pendapat Gultom 1994 dalam Mustikawati 1999 yang menyebutkan bahwa budaya paternalistik adalah budaya di mana atasan berperan sebagai “Bapak” yang lebih tahu akan segala hal, sehingga bawahan merasa tidak enak jika menyampaikan usulan apalagi mengkritik kesalahan atasan. Manajemen yang menerapkan budaya seperti ini akan mengurangi inisiatif bawahan atau dengan kata lain akan menghambat adanya partisipasi. Dengan demikian apabila suatu kantor dinas memiliki budaya paternalistik yang kuat dapat pula mempengaruhi anggaran. Budaya paternalistik yang cukup kuat Universitas Sumatera Utara dianut para manajerial cenderung menghambat adanya partisipasi dan dapat menurunkan kinerja manajerial dan kinerja kantor dinas secara keseluruhan.

2.2. Review Penelitian Terdahulu

Dokumen yang terkait

Pengaruh Perencanaan Dan Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Pada SKPD Kabupaten Langkat Dengan Pengawasan Anggaran Sebagai Variabel Moderating

1 60 118

Pengaruh Perencanaan Dan Pengawasan Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Pada SKPD Kabupaten Aceh Utara Dengan Partisipasi Anggaran Sebagai Variabel Moderating

14 98 101

PENGARUH PENGANGGARAN PARTISIPATIF TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI Pengaruh Penganggaran Partisipatif Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderating (Survei Pada Rumah Sakit Di Kabupaten

0 2 15

PENGARUH PENGANGGARAN PARTISIPATIF TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI Pengaruh Penganggaran Partisipatif Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderating (Survei Pada Rumah Sakit Di Kabupaten

0 0 16

PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN KEADILAN PROSEDURAL SEBAGAI VARIABEL ANTESEDEN PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN KEADILAN PROSEDURAL SEBAGAI VARIABEL ANTESEDEN ( Survey pada Pergurua

0 1 12

PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN BUDAYA ORGANISASI DAN Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Budaya Organisasi Dan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderating (Studi Sur

0 0 15

PENGARUH PENGANGGARAN PARTISIPATIF TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN KOMITMEN ORGANISASI PENGARUH PENGANGGARAN PARTISIPATIF TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING ( Survei pada Rumah Sakit di Surakarta ).

0 0 14

PENGARUH PENGANGGARAN PARTISIPATIF TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN PENGARUH PENGANGGARAN PARTISIPATIF TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN DESENTRALISASI DAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING (Survei pada Perusahaan Tekstil di Pekalongan).

0 0 13

PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN BUDAYA ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING (Survei Pada Rumah Sakit Di Kabupaten Klaten).

0 0 16

Pengaruh Perencanaan Dan Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Pada SKPD Kabupaten Langkat Dengan Pengawasan Anggaran Sebagai Variabel Moderating

0 0 14