BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Berdasarkan Qanun 2010 Undang-Undang No. 4 Tahun 2002 yang berisi tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Barat Daya, Gayo Lues, Aceh Jaya, Nagan
Raya, dan Kabupaten Aceh Tamiang di Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam. Kabupaten Gayo Lues merupakan pemekaran daerah dari Kabupaten Aceh Tenggara
pada tahun 2002, dan Qanun Kabupaten Gayo Lues No. 7 Tahun 2009 berisi tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Tahun 2010.
Pemberlakuan Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan
Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, membawa perubahan fundamental dalam hubungan tata pemerintah dan hubungan
keuangan, sekaligus membawa perubahan penting dalam pengelolaan anggaran daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD disusun berdasarkan
pendekatan kinerja, yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang
ditetapkan PP Nomor 58 Tahun 2005. Dengan pendekatan kinerja, APBD disusun berdasarkan pada sasaran tertentu yang hendak dicapai dalam satu tahun anggaran.
Oleh karena itu, dalam rangka penyiapan Rancangan APBD, Pemerintah Daerah bersama DPRD menyusun Kebijakan Umum APBD yang memuat petunjuk dan
Universitas Sumatera Utara
ketentuan-ketentuan umum yang disepakati sebagai pedoman dalam penyusunan APBD. Penyusunan Kebijakan Umum APBD pada dasarnya merupakan upaya
pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD untuk jangka waktu 5 lima
tahun dan program Kepala Dinas yang penyusunannya berpedoman kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah RPJPD dengan memperhatikan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN dan standar pelayanan minimal yang telah ditetapkan pemerintah.
Kinerja manajerial adalah sebagai hasil dari proses aktivitas manajerial yang efektif mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, laporan,
pertanggungjawaban, pembinaan dan pengawasan di setiap SKPD. Kinerja manajerial yang dimaksud dalam penelitian ini yakni kinerja kepala dinas, sekretariat, kepala
bidang, kepala bagian, kepala seksi, dan kepala sub bidang, kepala sub bagian, kepala sub seksi. Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk memotivasi pegawai dalam
mencapai sasaran kantor dinas yang telah ditetapkan sebelumnya agar mencapai hasil yang diinginkan. Penilaian kinerja juga memberikan pendalaman yang penting pada
manajemen mengenai segala segi efisiensi manajemen, dan mengungkapkan masalah perilaku yang penting karena inefisiensi maupun efisiensi perorangan Welsch, dkk
2000. Penilaian kinerja dilakukan untuk menekankan perilaku yang tidak semestinya dan sekaligus mendorong untuk menegakkan perilaku yang semestinya melalui
umpan balik hasil kinerja pada waktunya.
Universitas Sumatera Utara
Anggaran adalah suatu pernyataan formal yang dibuat oleh manajemen tentang rencana-rencana yang akan dilakukan pada masa yang akan datang untuk
suatu periode tertentu yang akan digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan selama periode tersebut, Hanson, 1996 dalam Supriono dan Syakhroza,
2003. Manajemen perlu menyusun anggaran karena anggaran merupakan gambaran perencanaan atas seluruh aktivitas operasional kantor dinas.
Anggaran daerah merupakan alat dalam menentukan pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan perencanaan pembangunan, otorisasi
pengeluaran, sumber pengembangan ukuran ukuran standar untuk penilaian kinerja, alat untuk memobilisasi pegawai dan alat koordinasi bagi semua kegiatan dari
berbagai kantor dinas. SKPD pada pemerintah daerah seperti Dinas, Badan dan Kantor merupakan unsur pelaksana pada pemerintah daerah.
Proses penganggaran pada pemerintah daerah merupakan tahapan yang cukup rumit dan melibatkan seluruh manajerial dan kepala dinas. Sistem desentralisasi yang
diterapkan dalam kerangka otonomi daerah menyebabkan semakin luasnya tanggung jawab unsur-unsur pelaksana Pemda, yaitu manajerial dan kepala dinas dalam hal
penetapan kebijakan-kebijakan daerah. Salah satu bentuk perwujudan keterlibatan tersebut adalah partisipasi dalam penyusunan anggaran karena anggaran adalah
perangkat atau alat manajemen dalam proses perencanaan dan pengawasan. Peran penting anggaran dalam organisasi sektor publik berasal dari
kegunaannya dalam menentukan estimasi pendapatan atau jumlah tagihan atas jasa yang diberikan Nordiawan, 2006. Menurut Freeman dalam Nordiawan 2006.
Universitas Sumatera Utara
Anggaran adalah sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya kedalam kebutuhan-kebutuhan yang
tidak terbatas. Pengertian tersebut mengungkapkan peran strategis anggaran dalam pengelolaan kekayaan sebuah organisasi publik. Organisasi sektor publik tentunya
berkeinginan memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat, tetapi seringkali terkendali oleh terbatasnya sumber daya yang dimiliki.
Penyusunan anggaran yang baik menggunakan prinsip dari bawah ke atas bottom up yang melibatkan berbagai level jabatan di setiap bagian kantor dinas. Hal
ini akan lebih baik karena dapat mengharapkan berbagai masukan dari kalangan bawahan untuk menentukan target kinerjanya yang hendak ingin dicapai dalam suatu
periode atau jangka waktu tertentu. Penyusunan anggaran semacam ini merupakan pendekatan anggaran partisipatif atau self imposed budget. Melibatkan para kepala
dinas, dan kepala bagian, kepala sub bagian dan kepala sub seksi, untuk turut serta berpartisipasi dalam penyusunan anggaran, diharapkan dapat meningkatkan kinerja
organisasional baik secara individual maupun kinerja manajerial di dalamnya, karena dengan partisipasi tersebut akan meningkatkan semangat kerja dan tanggung jawab
moral dari semua komponen yang ada dalam kantor dinas untuk mensukseskan rencana kerja dimaksud. Oleh karena anggaran tersebut merupakan suatu konsep
secara komprehensif yang melibatkan semua komponen yang ada dalam kantor dinas, maka dalam penyusunannya memerlukan komunikasi yang baik dikalangan semua
pihak untuk merumuskannya dengan kejujuran dan keterbukaan satu sama lainnya, sehingga mewujudkan adanya kesamaan persepsi dan komitmen untuk mencapai
Universitas Sumatera Utara
tujuan pada kantor dinas. Komunikasi yang baik juga merupakan perekat yang menyatukan semua komponen yang ada dalam kantor agar dapat bekerjasama untuk
mencapai tujuan di setiap kantor dinas. Anggaran yang disusun berdasarkan pendekatan partisipatif tersebut salah
satu alat bagi kepala dinas untuk menilai kinerja seluruh bawahan terlebih khusus para kepala dinas, kepala bagian, kepala sub bagian, dan kepala seksi diberbagai
kantor dinas, dan sekaligus juga sangat penting dalam meningkatkan motivasi kerja dari setiap elemen perkantoran singkatnya, anggaran tersebut berfungsi sebagai alat
pendorong yang dapat membangkitkan motivasi para pimpinan manajerial dalam mencapai tujuan pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya dan tujuan kantor
secara keseluruhan Halim dan Supomo, 2005. Perlu juga dicermati secara seksama bahwa penggunaan anggaran partisipatif
tersebut tidak begitu efektif diterapkan dalam suatu kantor dinas apabila para pimpinan dan penyedia serta pegawai dalam satu departemen memiliki hubungan dan
komunikasi yang tidak harmonis satu sama lainnya. Jika terdapat komunikasi yang kurang baik antara pemimpin dengan bawahan dalam suatu manajemen, seringkali
anggaran dijadikan sebagai alat oleh manajemen untuk menekan para manajerial dan pegawai yang berada di bawah mereka. Bila hal ini terjadi maka akan menimbulkan
keadaan yang tidak kondusif dalam kantor. Tekanan ini memunculkan Stres bahkan frustrasi dari setiap elemen yang ada di setiap departemen dalam kantor, yang
akhirnya berakibat buruk terhadap kinerja dari masing-masing manajerial dan para bawahan mereka.
Universitas Sumatera Utara
Masalah komunikasi yang kurang harmonis merupakan suatu hal yang kontradiktif apabila penerapan anggaran partisipatif memiliki pengaruh yang positif
terhadap kinerja manajerial, oleh karena sebaik apapun ide seseorang baik itu pimpinan maupun bawahan tidak ada manfaatnya apabila tidak dapat
dikomunikasikan dengan baik untuk diimplementasikan. Di samping itu pola manajemen partisipatif ini ada kalanya ditolak oleh beberapa para manajerial oleh
karena menurunkan kekuasaan dan otoritas mereka Kreitner dan Kinicki, 2005. Govindarajan 1986 dalam Kurnia 2004 menggunakan pendekatan
kontijensi dengan mengevaluasi berbagai faktor kondisional yang dapat mempengaruhi efektivitas sistem penganggaran terhadap kinerja manajerial.
Selanjutnya Mparta 1998 dalam Kurnia 2004 mengemukakan faktor kultural dalam suatu negara dapat mempengaruhi hubungan partisipasi dengan kinerja yang
diharapkan. Penelitian Frucot dan Shearon 1991 dalam Supriono 2004 menunjukkan perilaku dan budaya manajer berpengaruh terhadap kinerja. Jika
budaya suatu negara mempengaruhi keefektifan penganggaran maka salah satu budaya di Indonesia yaitu budaya paternalistik yang masih sangat kuat dapat pula
mempengaruhi proses penganggaran. Selain budaya organisasi, komunikasi organisasi juga dapat mempengaruhi
hubungan anggaran dengan kinerja manajerial. Manajer yang memiliki tingkat komunikasi organisasi tinggi akan memiliki pandangan positif dan berusaha berbuat
yang terbaik demi kepentingan organisasi, komunikasi organisasi yang tinggi akan meningkatkan kinerja Randall, 1970.
Universitas Sumatera Utara
Sampai saat ini hasil penelitian mengenai partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial masih menunjukan pertentangan. Ratnawati 2004 dalam
penelitiannya menyatakan bahwa Budgetary Goal Characteristics tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial sedangkan Ariadi 2006 menyatakan
bahwa anggaran partisipatif yaitu salah satu dari budgetary goal characteristics berpengaruh terhadap kinerja manajerial, menurut Indriantoro 1993 dan Soepomo
1998, kinerja dinyatakan efektif apabila tujuan anggaran tercapai dan bawahan terlibat atau berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran serta memotivasi
bawahan dan dapat melaksanakan anggaran. Menurut penelitian Argyris 1952 dalam Fitri 2004 menemukan adanya
hubungan yang positif antara partisipasi penganggaran dan kinerja. Ia menyimpulkan, agar partisipasi anggaran mempunyai pengaruh terhadap kinerja, maka yang pertama
kali harus ada penerimaan atas tujuan anggaran. Dalam hal ini, partisipasi anggaran memainkan peranan sentral dalam mendapatkan penerimaan atas tujuan anggaran.
Hasil penelitian yang bertentangan tersebut mendorong para peneliti untuk memasukkan variabel-variabel lain yang diperkirakan, dapat menghubungkan
partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial. Dari fenomena-fenomena di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian
mengenai partisipasi penganggaran dan komunikasi organisasi terhadap kinerja manajerial dengan fokus penelitian budaya paternalistik sebagai variabel moderating.
Sebelumnya variabel ini telah diteliti oleh Ritonga pada PDAM Tirtanadi Provinsi
Universitas Sumatera Utara
Sumatera Utara dengan budaya paternalistik dan komitmen organisasi sebagai variabel moderating.
1.2. Rumusan Masalah Penelitian