55
BAB III ANALISIS PERJANJIAN ANTARA PT.INDONESIA ASAHAN
ALUMINIUM DAN PT.PUTRA TANJUNG LESTARI DALAM PENGADAAN TENAGA KERJA
A. Keabsahan Perjanjian PT.INALUM dan PT.Putra Tanjung Lestari
Perjanjian kerja merupakan dasar dari terbentuknya hubungan kerja. Keabsahan perjanjian kerja meliputi segi formil dan materil. Perjanjian kerja adalah
sah apabila memenuhi syarat sahnya perjanjian dan asas-asas hukum perikatan.
80
Pada dasarnya perjanjian PT.Indonesia Asahan Aluminium Persero dengan PT.Putra Tanjung Lestari terdapat dua syarat yang harus dipenuhi dalam perjanjian
kerja yaitu syarat formil dan syarat materiil, yaitu Pasal 1320 KUH perdata dan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pasal 1338, “Segala perjanjian dibuat secara sah berlaku sebagai Undang- Undang bagi mere
ka yang membuatnya.” Sebenarnya yang dimaksudkan oleh pasal tersebut tidak lain dari pernyataan bahwa setiap perjanjian mengikat kedua
belah pihak. Dan dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa orang leluasa membuat perjanjian apa saja asal tidak melanggar ketetiban umum. Dengan adanya
asas ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam perbuatan suatu perjanjian menganut sistem terbuka, artinya bahwa para pihak boleh mengadakan perjanjian
apa saja meskipun belum diatur dalam KHU Perdata. Namun kebebasan itu tidak bersifat mutlak melainkan adanya batasanya seperti yang diatur Pasal 1337 KUH
Perdata, yaitu:
80
Wijayanti Asri, Menggugat konsep hubungan kerja, Bandung : Penerbit Cv.Lubuk Agung, 2011 hal.71.
1. Tidak dilarang oleh Undang-Undang.
2. Tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
3. Tidak bertentangan dengan kesusilaan.
Peraturan hukum kontrak dikenal tiga asas yang satu dengan lainya saling berkaitan, yakni asas kosensualisme the principle of consesualisme, asas kekuatan
mengikat kontraknya the principle of the binding force of contract, dan asas kebebasan berkontrak the principle of freedom of contract.
81
Keberadaan Perjanjian PT.Indonesia Asahan Aluminium Persero dan PT.Putra Tanjung Lestrai atau yang saat ini lazim dikenal sebagai kontrak, tidak
terlepas dari terpenuhinya syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjiankontrak seperti yang tercantum didalam Pasal 1320 KUH Perdata, antara lain sebagai
berikut: 1.
Sepakat mereka yang mengikat dirinya 2.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian 3.
Suatu hal tetentu 4.
Suatu sebab yang halal Keempat syarat tersebut dapat dibagi kedalam dua kelompok, yaitu :
82
1. Syarat Subjektif, yaitu suatu syarat yang menyangkut pada subjek-subjek
perjanjian itu, atau dengan kata lain syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh mereka yang membuat perjanjian, diman satu hal ini meliputi kesepakatan
mereka yang mengikatkan dirinya dan kecakapan pihak yang membuat perjanjian itu. Perjanjian yang tidak memenuhi syarat subjektif dapat
81
Abdul Hakim Barkutulah, Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran
, Banjarmasin : FH Unlam Press, 2008, hal. 86.
82
R. Setiwan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung :Bina Cipta, 1999 hal. 57.
dibatalkan, artinya perjanjian itu ada tetapi dapat dimintakan pembatalan oleh satu pihak.
2. Syarat Objektif, yaitu syarat yang menyangkut pada objek perjanjian. Ini
meliputi suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Apabila syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut batal demi hukum dengan
kata lain batal sejak semula dan dianggap tidak pernah ada perjanjian. Terpenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu
perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya. Istilah perjanjiankontrak merupakan terjemahan dari bahasa inggris
yaitu contrac law, sedangkan dalam bahasa belanda disebut dengan istilah overeenskomsrecht
.
83
Berdasarkan peristiwa ini, timbullah suatu hubungan perjanjian kerjasama PT.Indonesia Asahan Aluminium Persero dengan PT. Putra Tanjung Lestrai
tersebut yang dinamakan perikatan Pasal 1313 KUH Perdata yang berbunyi, Perjanj
ian adalah “Suatu perbutan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”. Dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu
perikatan antara dua orang yang membuatnya.
Ketentuan Perjanjian kerjasama tersebut, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 52 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, syarat sahnya suatu perjanjian secara khusus mensyaratkan:
1
Kesepakatan kedua belah pihak
83
Salim H.S, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Cet. II, Jakarta : Sinar Grafika, 2004 hal. 3.
2
Kemampuan atau kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum
3
Adanya pekerjaan yang diperjanjikan,dan
4 Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja yang dapat dibuat secara tertulis . Untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu PKWT wajib dibuat secara tertulis.
1 Kesepakatan para pihak
Suatu perjanjian harus mensyaratkan adanya kesepakatan dari para pihak. Hal ini berarti bahwa suatu perjanjian tidak bisa dibuat secar sepihak. Suatu pihak
tidak dapat mengakui adanya suatu perjanjian bila pihak lain tidak menyepakati adanya perjanjian tersebut. Kesepakatan ini bermakna bahwa isi dari perjanjian
yang dibuat telah diketahui dan sesuai dengan keinginan para pihak. Sebagai hal mendasar dari suatu perjanjian adalah adanya keinginan secara
bebas. Tanpa kekhilafan, paksaan, ataupun penipuan. Apabila yang sebalikanya yang terjadi, maka perjanjian tersebut menjadi tidak sah dan menjadi sebuah
perjanjian yang cacat dan dapat dibatalkan 2
Kecakapan Mengenai perjanjian kerja, ketentuan yang berlaku sangat berbeda dengan
ketentuan perjanjian secara umum berdasarkan KUH Perdata, yang mensyaratkan batasan usia 21 tahun. Hukum ketenagakerjaan mensyaratkan batasan usia anak
yang boleh dipekerjakan yaitu usia antara 13 sampai 15 tahun untuk melakukan
pekerjaan ringan sepanjang tidak menggangu perkembangan fisik,mental, dan sosial Pasal 69 ayat 1 Undang-Undang Ketenagkejaan Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Selama tidak ada peraturan perundang-undangan yang melarang, setiap orang berhak mengadakan suatu perjanjian kerja.
3 Adanya perjanjian kerja yang dipekerjakan
Suatu perjanjian kerja harus secara tegas menyebutkan jenis pekerjaan yang dikerjakan oleh pihak pekerja. Hal ini tentu saja untuk menghindari perbedaan atau
permasalahan yang mungkin timbul kemudian. sebagaimana disebutkan dalam Pasal 54 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagkerjaan,
perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kuranganya memuat: a
Nama, alamat, dan jenis perusahaan b
Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerjaburuh c
Jabatan atau jenis pekerjaan d
Tempat pekerjaan
e Besaranya upah dan cara pembayaran
f Syarat – syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusah dan pekerja
g Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat, dan
h Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
4 Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setiap perjanjian kerja dapat dibatalkan bila bertentangan dengan ketentuan mengenai syarat adanya kesepakatan kedua belah pihak dan kemampuan atau
kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum. Begitu juga bila syarat adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan
degan ketertiban umum, kesusilaan, dan perturan perundang-undangan yang berlaku, tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum Pasal 52 ayat 2
dan 3.
84
Ketentuan mengenai keharusan bahwa hanya perusahaan yang berbadan hukum yang bisa melakukan binis outsourcing telah ditetapakan dengan tegas oleh
pembuat Undang –Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam
Pasal 65 ayat 3 disebutkan, perusaaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus berbentuk badan hukum.
Pasal 1 ayat 1 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas disebutkan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang didirikan atas perjanjian melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham, dan memahami persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Para Sarjana Hukum Perdata berpendapat bahwa defenisi perjanjian yang terdapat dalam ketentuan itu adalah tidak lengkap, dan terlalu luas. Tidak lengkap
84
Irman, Syarat Sahnya Perjanjian, http: -jx.blogspot.compsyarat-sah-perjanjian, Diakses pada tanggal 20 februari 2015.
oleh karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Abdul Kadir Muhammad Menyatakan kelemahan pasal tersebut adalah sebagai berikut:
85
a. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal tersebut dapat diketahui dari
perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang atau lebih”. Kata “mengikatkan diri” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja,
tidak dari kedua belah pihak. Seharusya dirumuskan saling mengikatkan dirinya. Jadi ada consensus antara pihak-pihak.
b. Kata “Perbuatan” mencakup juga tanpa consensus. Pengertian “perbuatan”
termaksud juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kasus, tindakan melawan hukum yang tidak mengandung consensus. Seharusnya digunakan
kata “persetujuan” c.
Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji
kawin, yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksudkan adalah hubungan antara kreditur dengan debitur dalam
lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki oleh buku III KUH Perdata sebenarnya adalah perjanjian yang bersifat kebendaaan,
bukan perjanjian yang bersifat personal. d.
Tanpa menyebut tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.
Lebih lanjut Mariam Darus Badrulzaman memberi komentar tentang syarat sahnya perjanjian sebagai berikut: kedua syarat pertama dinamakan syarat
subjektif, karena kedua syarat tersebut mengenai subjek perjanjian. Sedangkan
85
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990 hal.78.
kedua syarat terakhir disebut syarat objektif, karena mengenai objek perjanjian. Dengan di berlakukanya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa
kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya “cacat” bagi perwujudan kehendak
tersebut.
86
Syarat sahnya perjanjian kerja tersebut tentunya harus diimplementasikan dalam isi perjanjian kerja. Menurut Wiwoho Soedjono, bilamana diadakan
perjanjian kerja secara tertulis, maka perjanjian kerja harus berisi syarat-syarat antar lain:
a. Harus disebutkan macam pekerjaan yang dijanjikan
b. Waktu berlakunya perjanjian kerja
c. Upah buruh yang berupa uang yang diberikan tiap bulan
d. Saat istirahat bagi buruh, yang dilakukan didalm dan, kalau perlu diluar
Indonesia serta selama istirahat itu bagian uaph lainya yang menurut perjanjian menjadi hak buruh.
87
Perjanjian PT.Indonesia Asahan Aluminium Persero dan PT.Putra Tanjung Lestari merupakan, Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis
dilaksanakan sesuai dengan paraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaiman diatur didalam Pasal 51 ayat 1 dan 2 Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagaakerjaan, dan Pasal 1320 KUH Perdata. Hal ini menunjukkan bahwa Perjanjian kerja PT.Indonesia Asahan Aluminum Persero dan PT.Putra Tanjung
Lestari memliki hubungan kerja yang sesuai dengan isi perjanjian dan sebagai jembatan untuk menuju perjanjian kerja yang baik.
86
Mariam Darus Badrulzaman, Bandung : Aneka Hukum Bisnis, Alumni 1994 hal. 98.
87
Ibid.
B. Hak dan Kewajiban PTIndonesia Asahan Aluminium Persero