Paradigma Penelitian Pendekatan Penelitian

Gambar 5 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Cikeukeuh. Bagian timur dari desa ini hanya Kampung Sadang dan Cihedang yang menjadi sentra pertanian. Sisanya sudah menjadi lahan pemukiman warga, dan di belakangnya sudah dibatasi oleh kali Cicurug. Sementara itu, bagian barat daerah yang menjadi sentra pertanian adalah Kampung Ciladong, Lampari, Cibuluh dan Mekarsari. Usaha ekonomi desa yang terpenting adalah tanaman padi sawah dengan jumlah lahan persawahan seluas 182,357 ha 75 dari total lahan yang ada di desa, yaitu 243.150 ha. Tanaman ladang berupa jagung, kacang, kedelai, kacang panjang, ubi kayu, ubi jalar dan lain-lain menyediakan sumber pendapatan penting kedua yang meliputi 24,71 ha 10 keseluruhan lahan yang ada di desa. Sementara itu, dari sisi mata pencaharian, mayoritas masyarakat Cikeukeuh berprofesi sebagai pedagang atau wiraswasta yang berjumlah sebanyak 918 orang atau 12 dari jumlah penduduk, sedangkan buruh pabrik menempati posisi kedua dengan jumlah 691 orang 9, disusul petani dan buruh tani dengan jumlah 589 orang 7,7. Sisanya ada yang PNS 58 orang, pegawai swasta 161 orang, TNIPOLRI 4 orang, sopir 146 orang, tukang ojek 64 orang, kuli bangunan 224 orang. BPD Kepala Desa Sekretaris Kaur Pemerintahan Kaur Ekon dan Pemb Kadus I Kaur Kesra Kadus II Kaur Umum Kaur Keuangan Kadus III Kadus IV Kaur Keagamaan Kaur Pertanian Kaur Pengairan Kaur Linmas Bendahara Banyaknya penduduk yang bekerja di bidang wiraswasta dan buruh pabrik ini disebabkan oleh ketiadaan lahan yang dimiliki oleh masyarakat serta minat masyarakat yang tidak begitu tertarik lagi dengan dunia pertanian. Menurut salah seorang aparat desa IZ, masyarakat sudah menampakkan ketidaktertarikannya ke dunia pertanian. Di samping tidak punya modal, hasil pertanian sekarang sudah tidak dapat diandalkan bahkan seringkali petani pas-pasan jika tidak dikatakan merugi. Salah satu indikasi, lanjutnya, hampir tidak ada anak-anak muda yang bekerja di pertanian. Bagi mereka, lebih baik pergi ke kota menjadi buruh, pelayan toko atau berdagang. Bahkan tidak sedikit warga meninggalkan desa dan migran ke daerah Tangerang dan Jakarta untuk berdagang soto Bogor, sementara lahan pertaniannya disewakan kepada orang lain atau saudaranya. Panguasaan lahan pertanian pada saat ini tidak lagi sepenuhnya dikuasai oleh masyarakat melainkan oleh orang-orang di luar desa, seperti dari Jakarta yang umumnya beretnis China. Di Kampung Sadang dari 40 ha luas tanah 24 ha sudah menjadi milik orang luar Jakarta dan Yogyakarta. Begitu juga dengan Kampung Cihedang dimana lahan seluas 7 ha sudah menjadi milik orang 4 ha milik mantan Kapolri BS dan 3 ha milik salah satu pengembang asal Jakarta. Di Kampung Nanggreg juga demikian, lahan seluas 2500 meter per segi sudah dimiliki oleh orang Jakarta. Sementara itu, lahan seluas 1,4 ha sudah berpindah tangan kepada pengusaha yang tinggal di Jakarta dan dijadikan empang. Sebagian lahan yang dimiliki orang luar desa itu dibiarkan saja dan belum beralih fungsi, sebagian lagi ada yang digarap dan beralih fungsi empang dimana warga setempat menjadi buruh atau penyewa, bahkan ada juga si pemilik lahan mendatangkan tenaga kerja dari Tangerang untuk menggarap lahannya. Kebutuhan akan biaya hidup, pengobatan dan membangun rumah serta murahnya harga tanah rata-rata 50 ribum2 menjadi penyebab kenapa kepemilikan tanah gampang dikuasai oleh masyarakat luar.