Kehidupan Sosial-Politik CIKEUKEUH DALAM KONTEKS SOSIO-HISTORIS

Tabel 3 Perolehan Suara Pemilihan Anggota DPRD Kabupaten Tahun 2004 No Partai Suara Partai Suara Calon Anggota DPRD Jumlah 1 Golkar 1933 1648 3581 2 PPP 562 407 969 3 PKS 323 213 536 4 PDI-P 279 102 381 5 PNBK 104 79 183 6 Demokrat 75 41 116 7 PBB 67 42 109 8 PAN 36 28 64 Sumber: Berita Acara Hasil Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilu Anggota DPRD Kabupaten Tahun 2004. Dari tabel di atas mencerminkan bahwa Golkar menjadi partai terbesar dalam pemilihan umum anggota DPRD Kabupaten disusul PPP dan PKS. Menariknya, pemilihan kali ini PDI-P menempati urutan keempat mengalahkan PBB yang ideologinya sangat dekat dengan Masyumi yang menjadi pilihan masyarakat era 50-an. PBB tidak hanya dikalahkan oleh PDI-P melainkan juga Partai PNBK yang terbilang partai kecil. Tidak hanya pemilihan umum di tingkat kabupaten, perolehan suara Golkar juga mendominasi saat pemilihan umum anggota DPRD Propinsi Jawa Barat dan DPR RI tahun 2009 lihat Tabel 4. Tabel 4 Perolehan Suara Pemilihan Anggota DPRD Prop. Jawa Barat Tahun 2009 No Partai Suara Partai Suara Calon Anggota DPRD Jumlah 1 Golkar 160 2202 2362 2 PDI-P 129 99 228 3 Demokrat 85 102 187 4 PPP 62 88 150 5 PKS 54 80 134 6 PAN 68 61 129 7 PKB 5 54 59 8 PKDB 36 20 56 9 PBB 15 35 50 Sumber: Berita Acara Hasil Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilu Anggota DPRD Prop. Jawa Barat Tahun 2009. Tabel di atas memperlihatkan bahwa Partai Golkar masih menjadi pilihan masyarakat desa seperti halnya dalam Pemilu untuk memilih anggota legislatif tingkat kabupaten. Jika dalam Pemilu legislatif tingkat kabupaten tahun 2004 posisi kedua ditempati oleh PPP, namun pada Pemilu legislatif tingkat Propinsi Jawa Barat tahun 2009 justru PDI-P menempati posisi kedua. Tabel 5 Perolehan Suara Pemilihan Anggota DPR RI Tahun 2009 No Partai Suara Partai Suara Calon Anggota DPR Jumlah 1 Golkar 10 70 80 2 PAN 10 17 27 3 PKS 4 16 20 4 Demokrat 5 13 18 5 PBB 3 10 13 6 Hanura 2 11 13 Sumber: Berita Acara Hasil Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilu Anggota DPR RI Tahun 2009. Ada yang menarik dari pilihan partai politik masyarakat, yaitu diterimanya PDI-P sebagai tempat penyaluran aspirasi setelah beberapa dekade partai ini tersingkir dan tidak menarik perhatian masyarakat. Dalam Pemilu anggota DPRD Kabupaten 2004 dan pemilu anggota DPRD Propinsi Jawa Barat tahun 2009 terlihat bahwa PDI-P masing-masing menempati urutan keempat dan kedua dalam perolehan suara. Perolehan ini mengalahkan partai berbasis Islam, seperti PBB dalam Pemilu anggota DPRD Kabupaten dan PPP, PKS, PKB dan PBB dalam Pemilu anggota DPRD Propinsi Jawa Barat. Kecenderungan pilihan partai politik masyarakat dari dulu hingga sekarang sangat ditentukan oleh bagaimana dan apa kencenderungan para elit desanya, terutama tokoh agama yang ada di desa. Pendidikan politik yang didapat masyarakat sangat rendah sehingga tidak tahu mana partai yang betul-betul jadi tempat aspirasi dan wadah memperjuangkan kepentingan masyarakat. Kondisi ini sangat menguntungkan elit desa dalam memenuhi kepentingannya dan memobilisasi warga untuk mengkampanyekan partai yang menjadi pilihannya. Demikianlah yang tergambar pada era Orde Lama, Orde Baru dan reformasi tentang kecenderungan pilihan partai masyarakat Cikeukeuh. Pada masa Orde Lama, seperti yang dijelaskan di atas, kecenderungan masyarakat lebih memilih Masyumi sebagai wadah aspirasinya. Menurut pandangan masyarakat, Partai Masyumi dipercaya mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat terutama dalam membela dan memperjuangkan kepentingan Islam. Kebanyakan pilihan masyarakat ini bukan semata-mata atas pilihan sendiri, melainkan dipengaruhi juga oleh pilihan tokoh agama. Dalam kehidupan masyarakat, tokoh agama menjadi panutan dan tempat masyarakat bertanya. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau pilihan politik tokoh agama menjadi ikutan masyarakat. Di antara tokoh agama yang sangat disegani masyarakat dan simpatisan Masyumi pada masa itu adalah KH. MH, KH. FR, KH. HB, KH. MM dan KH. MB. Begitu juga dengan pilihan partai tokoh agama pada masa Orde Baru kecuali awal kekuasaan Orde Baru dan era reformasi yang cenderung memilih Golkar. Pilihan tokoh agama ini juga diikuti oleh masyarakat terutama sekali pada akhir masa kekuasaan Orde Baru hingga sekarang, karena pada masa awal kekuasaan Orde Baru agak sulit menilai pilihan warga apakah benar-benar pilihannya atau mengikuti pilihan tokoh agama dan elit desa. Karena pada masa ini, seperti yang diketahui banyak orang, sistem pemilu sangat tidak demokratis dan penuh dengan intimidasi. Di antara tokoh agama yang disegani masyarakat dan simpatisan Golkar pada masa ini adalah NS dan HB . Tokoh agama yang pertama NS beberapa kali menduduki anggota dewan tingkat kabupaten hingga sekarang menjadi anggota DPRD propinsi. Sementara itu, tokoh kedua HB, juga menduduki anggota dewan tingkat kabupaten. Politik bantuan, baik bantuan untuk mesjid maupun ke masyarakat, yang dilakukan kedua tokoh ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk memilih partai berlambang beringin tersebut. Yang menarik untuk dicermati dalam masa ini adalah ada beberapa tokoh agama santri yang dulunya pendukung Masyumi dan PPP kini berpaling mendukung Golkar. Gambaran di atas tentang hubungan dan kecenderungan politik masyarakat pedesaan dengan tokoh masyarakat dan elit desa sangat tepat dengan apa yang dikatakan oleh Karl D. Jackson 1990. Dia mengatakan bahwa integrasi politik di kalangan orang Sunda bergantung pada sistem hubungan kewibawaan tradisional tokoh agama yang menjiwai kehidupan sosial desa. Sekalipun hubungan ini pada mulanya bersifat sosial dan ekonomi, namun dapat mempunyai siratan-siratan politik yang mendalam apabila seorang tokoh kewibawaan tradisional tertentu atau para tetua desa sebagai kelompok menjadi terlibat ke dalam politik luar desa.

4.3. Agama dan Praktek Keagamaan dalam Masyarakat

Agama, secara mendasar dan umum, dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia gaib, khususnya dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya. Dalam definisi tersebut, sebenarnya agama dilihat sebagai teks atau doktrin, sehingga keterlibatan manusia dalam kehidupan keagamaan baik secara individu dan kelompok tidak tercakup di dalamnya. Parsudi Suparlan 1988 lebih khusus dan lebih komprehensif mendefinisikan agama sebagai suatu sistem keyakinan yang dianut dan tindakan- tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat dalam menginterpretasi dan memberi respon terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai yang gaib dan suci. Sebagai suatu sistem keyakinan, agama berbeda dari isme-isme lainnya karena landasan keyakinan keagamaan adalah pada konsep suci sacred yang dibedakan dari yang duniawi profane, dan pada yang gaib atau supranatural supernatural yang menjadi lawan dari hukum-hukum alamiah natural. Warga Cikeukeuh seratus persen beragama Islam, jika Jemaat Ahmadiyah Indonesia JAI tetap dikategorikan ke dalam penganut agama Islam, dan memilih agama Islam sebagai suatu sistem kepercayaan yang kemudian diimplementasikan ke dalam bentuk-bentuk ritual dan tindakan keagamaan. Bagi masyarakat Cikeukeuh, agama menjadi hal yang sentral dalam kehidupan sehari-hari karena berkaitan dengan keyakinan dan bersifat transenden. Keyakinan-keyakinan tersebut diwujudkan dalam bentuk ritual-ritual keagamaan yang bersifat vertikal hablun minallah, seperti shalat, puasa, membaca al-Quran dan ibadah keagamaan yang bersifat horizontal hablun minannas, seperti membantu orang lain, menjenguk orang sakit, dan lain-lain. Agama sebagai sebuah sistem, berisikan ajaran dan petunjuk bagi para penganutnya supaya selamat dari api neraka dalam kehidupan setelah mati. Karena itu, keyakinan keagamaan dapat dilihat sebagai berorientasi pada masa yang akan datang. Dengan cara mengikuti kewajiban-kewajiban keagamaan dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Cikeukeuh sebenarnya meyakini bahwa kewajiban-kewajiban agama yang dilakukannya adalah upaya “menabung” pahala untuk masa yang akan datang kehidupan setelah mati. Pak Suganda, seorang petani, juga meyakini bahwa segala bentuk ibadah, baik ibadah yang bersifat vertikal maupun yang bersifat horizontal, yang dilakukannya adalah persiapan untuk akhirat. Baginya, perintah agama merupakan bentuk kewajiban yang harus dikerjakan dan merasa bersalah jika tidak melakukannya. Kesembilan kampung yang ada di desa ini memiliki tingkat kehidupan keagamaan yang cukup religius. Hal ini ditandai, diantaranya, dengan keberadaan tempat ibadah mesjid dan mushalla. Setiap kampung memiliki satu mushalla atau satu mesjid, bahkan disamping punya satu mesjid juga memiliki lebih dari satu mushalla seperti yang terdapat di Kampung Cihedang, Kampung Ciladong. Desa ini memiliki delapan buah mesjiid dan Sembilan buah mushalla. Setiap kampung mempunyai jadual pengajian mingguan yang dihadiri hingga dua puluh jamaah. Setiap pengajian kampung terdapat dua hingga empat ustadz yang memberikan pengajian secara bergantian. Pengajian mingguan ini dibagi ke dalam pengajian khusus bapak-bapak dan pengajian khusus ibu-ibu. Selain pengajian mingguan, ada juga pengajian syahriah atau bulanan yang diadakan di tingkat desa dimana tempat pengajiannya diadakan di kampung atau RW secara bergantian. Pengajian yang paling bergengsi yang banyak dihadiri warga juga adalah pengajian Muallimin yang diadakan sekali dua minggu. Pengajian ini diadakan di Mesjid al-Barkah, mesjid terbesar dan pusat kegiatan keagamaan masyarakat. Mesjid ini terbilang tertua di kecamatan, meski sudah mengalami renovasi total. Dulu Mesjid al-Barkah menjadi pusat pengajian untuk daerah kecamatan dan sekitarnya. Tidak jarang jamaah yang menghadiri pengajian Muallimin menginap di Desa Cikeukeuh. Untuk pengajian Muallimin ini tidak jarang mengundang penceramah dari luar desa termasuk dari Banten. Tidak diketahui persis kapan sebenarnya ketiga pengajian ini mulai ada. Menurut tokoh agama dan masyarakat, semua pengajian ini sama tuanya dengan usia desa, menggambarkan betapa kedua pengajian tersebut sudah ada sejak dulu. Tujuan pengajian mingguan, syahriah dan Muallimin ini adalah untuk pencerahan agama kepada masyarakat serta untuk syiar agama Islam. Tidak seperti pengajian mingguan dan Muallimin, pengajian syahriah sempat berhenti beberapa lama. Namun, pengajian ini dihidupkan kembali di masa kepemimpinan kepala desa saat ini. Berbeda dengan pengajian mingguan di tingkat kampung, pengajian syahriah dan Muallimin lebih ramai dan dihadiri dari beberapa kampung di Desa Cikeukeuh, jumlahnya mencapai 150-200 jamaah. Biasanya setiap akan mengadakan pengajian syahriah, masing-masing mesjid yang ada di kampung mengumumkannya kepada jamaah untuk dapat menghadirinya. Kelompok-kelompok pengajian tersebut terwujud karena adanya kesamaan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh para anggota jamaahnya, dan mereka merasa bahwa dalam kelompok pengajian itulah tujuan-tujuan yang ingin dicapai akan terlaksana dengan lebih baik. Dalam kelompok keagamaan, seperti dalam pengajian, tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh para anggota jamaahnya didasari oleh keyakinan keagamaan mereka, suatu keyakinan yang berisikan penjelasan- penjelasan doktrinal dari teks-teks keagamaan yang mapan. Kelestarian agama dalam struktur kehidupan masyarakat di Desa Cikeukeuh juga disebabkan, antara lain, oleh hakikat dan tujuan dari kegiatan-kegiatan kelompok keagamaan. Setiap kelompok keagamaan selalu menaruh perhatian pada peremajaan atau regenerasi bagi kelangsungan kehidupan kelompok keagamaan tersebut. Untuk mencapai tujuan ini, anggota kelompok keagamaan dalam pengajian di masing-masing kampung mensosialisasikan ajaran-ajaran agama dan mengajak anak-anak sejak dini dan kaum muda. Masyarakat juga menganggap bahwa pendidikan keagamaan untuk kalangan anak-anak anggota baru melalui pendidikan formal maupun melalui sosialisasi yang dilakukan oleh para orang tua dalam lingkungan keluarga menjadi penting. Adanya anggota-anggota muda menyebabkan kelompok-kelompok keagamaan tetap lestari, begitu juga keyakinan-keyakinan keagamaan yang dianut, walaupun proses regenerasi berlangsung secara alamiah – generasi sebelumnya menjadi tua, lalu mati. Dalam konteks ini, banyak warga yang memilih dan menyekolahkan anak- anak mereka ke sekolah agama atau pesantren, meskipun sekarang sudah mulai berkurang bila dibandingkan dengan beberapa waktu yang lalu. Sekolah agama atau pesantren yang menjadi pilihan masyarakat adalah pesantren di Kananga, Menes Banten dan Tipar Sukabumi. Tokoh-tokoh agama yang menjadi penyiar Islam dulu dan sekarang tidak lepas dari ketiga pesantren tersebut. Kelompok-kelompok keagamaan dalam masyarakat tidak hanya melakukan kegiatan-kegiatan peribadatan dan pendidikan saja, tetapi juga melaksanakan berbagai kegiatan sosial dan derma bagi anggota masyarakat yang tertimba musibah atau yang sedang membutuhkan. Melalui kegiatan-kegiatan kelompok tersebut, juga ditanamkan semacam keterikatan dan solidaritas sosial yang terpusat pada doktrin-doktrin agama. Melaui kegiatan-kegiatan kelompok keagamaan tersebut, dan tentu saja implementasi ritual keagamaan secara personal, maka agama dari waktu ke waktu tetap ada dalam struktur kehidupan masyarakat Cikeukeuh. Meski masyarakat percaya kepada makhluk-makhluk gaib, tetapi mereka tidak lazim pergi ke tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti kuburan, untuk meminta sesuatu. Bagi masyarakat tindakan seperti itu dinamakan syirik politeisme dan sangat bertentang dengan ajaran agama. Sesungguhnya di desa ini terdapat sebuah tempat yang dianggap keramat dan banyak didatangi oleh masyarakat di luar desa, seperti dari Tangerang, Jakarta dan Cirebon. Tempat yang dimaksud adalah sebuah kuburan yang dinamakan dengan kuburan Mbah Bayat. Para peziarah luar desa percaya bahwa dengan datang ke kuburan Mbah Bayat dapat menyembuhkan penyakit. Tidak ada yang mengetahui secara persis siapa Mbah Bayat tersebut. Namun, masyarakat hanya dapat cerita secara turun-