Strategi Keuangan Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Minyak Sawit dan Turunannya di Indonesia

60 a Strategi Korporasi Strategi korporasi menggambarkan arah kebijakan pemerintah terhadap arah pengembangan industri minyak sawit di Indonesia. Sejak Mei 2011, pemerintah meluncurkan program Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia MP3EI. Program ini memiliki visi yaitu mengangkat Indonesia menjadi negara maju dan merupakan kekuatan 12 besar dunia di tahun 2025 dan 8 besar dunia pada tahun 2045 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif dan berkelanjutan. Salah satu komoditas yang menjadi program utama pertanian pada MP3EI adalah minyak sawit CPO. Penerapan MP3EI pada komoditi minyak sawit terlihat dengan adanya penetapan Koridor Ekonomi Sumatera sebagai sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional. Hal ini ditunjukkan dengan pengembangan klaster kawasan industri berbasis oleokimia yang terletak di Sei Mangkei, Sumatera Utara; Dumai, Riau dan Maloy, Kalimantan Timur. Selain pembangun klaster industri, pemerintah juga infrastruktur pendukung, seperti pelabuhan Metro Medan, Dumai, Palembang, jalan trans sumatera, dan rel kereta trans sumatera, termasuk rel kereta untuk CPO di Riau. b Strategi Bisnis Strategi bisnis lebih menekankan pada perbaikan posisi persaingan produk. Hal ini menuntut produsen minyak sawit di Indonesia untuk mengolah CPO yang dihasilkan agar memiliki nilai tambah. Saat ini mayoritas CPO yang dihasilkan diekspor keluar negeri dalam bentuk minyak sawit mentah dan Indonesia kurang memanfaatkan industri turunan CPO. Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008, tentang Kebijakan Industri Nasional, industri pengolahan kelapa sawit turunan minyak sawit mentah merupakan salah satu prioritas untuk dikembangkan dan mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi, seperti industri oleofood, oleochemical, energi dan pharmaceutical. c Strategi Fungsional

i. Strategi Keuangan

Pada perusahaan besar swasta, modal dalam rangka pengembangan perkebunan maupun pabrik kelapa sawit sudah kuat karena didukung oleh 61 perusahaannya sebagai investor utama dan tambahan modal dari modal perusahaan asing yang tertarik dengan prospek bisnis minyak sawit CPO. ii. Strategi Produksi Pengembangan tiga kawasan industri strategis berbasis oleokimia yakni, Sei Mangkei di Sumatera Utara, Dumai di Riau dan Maloy di Kalimantan Timur mendorong pemerintah membangun infrastruktur utama dan pendukung pada ketiga kawasan industri tersebut. Kawasan Sei Mangkei direncanakan memiliki total luas area mencapai 640 ha, dengan dukungan suplai bahan baku berupa minyak sawit mentah dari PTN III. Infrastruktur saat ini yang sudah terbangun di Sei Mangke adalah ketersediaan air dan pasokan energi listrik, akses jalan menuju kawasan industri klaster serta dekat dengan kota. Kegiatan bongkar muat CPO dipusatkan di Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai dermaga ekspor dari kawasan industri Sei Mangkei. Kementerian Perindustrian 2011 Kementerian Perindustrian 2011 menyatakan bahwa pembangunan klaster industri sawit Dumai, Propinsi Riau, dikarenakan Propinsi Riau merupakan kontribusi terbesar dalam produksi CPO di Indonesia. Pembangunan kawasan ini melibatkan pemerintah daerah dan swasta. Pemerintah daerah mendukung adanya klaster industri sawit Dumai dengan mempersiapkan pendanaan infrastruktur seperti akses jalan dan mengalokasikan lahan kawasan industri seluas 5.000 ha, namun saat ini baru terpakai seluas 300 ha oleh pihak swasta. Sementara swasta diperkenankan membangun kawasan industri dengan mempermudah perizinan dan memberikan insentif. Kegiatan bongkar muat CPO dipusatkan di pelabuhan Dumai. Setiap tahunnya kegiatan bongkar muat CPO di kawasan ini mencapai 6 juta tontahun. Pembangunan kawasan industri juga dikembangkan pada Kawasan Indonesia Timur, salah satunya adalah klaster industri Maloy, Kalimantan Timur. Saat ini daerah Maloy difokuskan untuk pengembangan Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional KIPI. Untuk dukungan infrastruktur pemerintah akan membangun jalan tol menuju Maloy sepanjang 130 km Sangatta-Maloy dan kebutuhan sarana jalan lain disekitarnya yaitu dari SP 3 Maloy menuju pelabuhan MaloyTeluk Golok. Pembangunan kawasan ini direncanakan dimulai pada tahun 2015. Kementerian Perindustrian 2011 62 iii. Strategi Pemasaran ฀ Produk Harga jual CPO yang dijual dipasaran dipengaruhi oleh kualitas yang terkandung pada CPO. Pada pasar dalam negeri, CPO yang dijual harus memiliki standar yang jelas yaitu SNI. Lampiran 10. Selain SNI, masih ada lagi sertifikasi yang harus dipenuhi bagi produsen CPO yaitu sertifikasi ISPO Indonesian Sustainable Palm Oil yang menunjukkan bahwa produsen CPO mendukung usaha berkelanjutan mempertahankan dan memperkuat posisi Indonesia dalam perkelapasawitan dunia. Selain itu, harga jual CPO yang sudah bersetifikasi ISPO akan lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual CPO tidak bersertifikasi. ฀ Harga Harga yang tinggi untuk komoditi CPO di pasar internasional akan menyebabkan produsen meningkatkan penjualannya. Pemasaran keluar negeri dapat dilakukan melalui pasar berjangka. Untuk mengatasi lonjakan harga luar negeri yang sering berfluktuasi karena CPO sebagai salah satu minyak nabati yang banyak digunakan sebagai bahan baku biodiesel, pemerintah menetapkan harga dan menetapkan biaya keluar ekspor BK Ekspor. Kebijakan ini merupakan salah satu regulasi pemerintah agar pasokan kebutuhan CPO dalam negeri tercukupi. ฀ Promosi Akses informasi pasar minyak sawit sangat penting bagi pengetahuan konsumen industri CPO. Melalui promosi yang dilakukan oleh produsen, informasi komoditas yang ditawarkan dapat dikenal oleh para konsumen dalam maupun luar negeri. Berbagai macam informasi melalui promosi yang berupa jurnal ilmiah, buletin, buku, seminar, simposium, pameran, iklan surat kabar, dan iklan elektronik internet, televisi. ฀ Distribusi Besarnya ekspor CPO akan mempengaruhi ketersediaan CPO di dalam negeri. Perusahaan besar yang mempunyai kebun dan pabrik pengolahan sendiri mendistribusikan hasil produknya didalam maupun ke luar negeri sudah mempunyai kantor pemasaran, sehingga saluran tataniaganya efektif dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mempunyai kantor pemasaran dan 63 hanya mengandalkan distributor sehingga memperpanjang saluran tataniaga yang berakibat berkurangnya margin keuntungan yang diperoleh perusahaan tanpa kantor pemasaran. Berdasarkan keputusan Menteri Pertanian No 339KptsPD.30052007 mengenai pasokan CPO untuk kebutuhan dalam negeri guna stabilisasi harga minyak goreng. Dengan keputusan ini, pengusaha yang tergabung dalam organisasi Gapki dan Non-Gapki wajib menyalurkan CPO kepada kepada Asosiasi Minyak Nabati Indonesia untuk diolah menjadi minyak goreng. iv. Strategi Sumberdaya Manusia Dalam rangka menghadapi persaingan global yang semakin ketat, diperlukan kompetensi sumberdaya manusia unggulan, yang mampu melaksanakan pengembangan industri minyak sawit nasional dengan cara yang berkelanjutan. Dalam pemenuhan SDM teknis, Indonesia memiliki beberapa tempat pendidikan antara lain INSTIPER, Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi, dan Lembaga Pendidikan Perkebunan. Sementara itu, dalam memenuhi kebutuhan SDM di bidang riset dan pengembangan RD industri minyak sawit nasional, ada beberapa lembaga yang berkecimpung di dalamnya, antara lain Pusat Penelitian Kelapa Sawit, SEAFAST Center IPB, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB, Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB, Pusat Penelitian Bioteknologi ITB, Pusat Penelitian Ilmu Hayati ITB, Pusat Penelitian Bioteknologi UGM, Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Balai Penelitian Bioteknologi dan Perkebunan Indonesia, Forum Biodiesel Indonesia, Universitas Lampung, dan SEAMEO Biotrop IPB

5.1.5. Peran Pemerintah

Pemerintah merupakan aspek yang sangat penting dalam menentukan kualitas dayasaing suatu bangsa. Pemerintah memiliki kewenangan membuat regulasi, mengatur, memfasilitasi, melindungi bahkan membatasi aktivitas dari warga negaranya, termasuk seluruh warga dan stakeholder yang terlibat dalam kegiatan industri minyak sawit di Indonesia. Pemerintah pada tanggal 7 Desember 2006 mendirikan Dewan Minyak Sawit Indonesia DMSI dengan tujuan untuk 64 meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar pelaku usaha serta memfasilitasi perumusan regulasi dan kebijakan perkelapa sawitan nasional yang mampu membawa pelaku usaha untuk bersaing, tangguh di pasar Internasional dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. 19 DMSI sebagai pusat koordinasi program dan kebijakan perkelapa-sawitan nasional bertugas memfasilitasi secara aktif dalam hal: a. Perumusan program pembangunan industri minyak sawit nasional. b. Perumusan regulasi dan kebijakan pembangunan industri minyak sawit nasional yang berdayasaing, tangguh di pasar internasioal dan berkelanjutan untuk dilaksanakan oleh seluruh instansi yang berwenang dan pihak-pihak terkait. c. Perumusan pedoman jangka panjang program pembangunan minyak sawit nasional. d. Pemantauan dan evaluasi implementasi regulasi dan kebijakan pembangunan industri minyak sawit nasional. Peranan pemerintah tercermin melalui kebijakan, regulasi, maupun dukungan terhadap upaya-upaya pengembangan minyak sawit. Hingga saat ini, terdapat beberapa kebijakan, regulasi maupun sikap pemerintah yang mempengaruhi kelangsungan kegiatan industri minyak sawit di Indonesia. Berikut ini adalah beberapa bentuk kebijakan maupun sikap yang dinilai paling berpengaruh terhadap industri minyak sawit nasional : 1. Penerapan kebijakan Indonesia Sustainable Palm Oil ISPO Indonesia Sustainable Palm Oil ISPO merupakan salah satu instrumen untuk mendukung usaha berkelanjutan mempertahankan dan memperkuat posisi Indonesia dalam perkelapasawitan dunia. Ketentuan ISPO dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertanian Permentan Nomor 19 tahun 2011 tentang Sertifikasi Standar Minyak Sawit Berkelanjutan. Dalam Permentan ini, Kementerian Pertanian menetapkan tujuh prinsip dan kriteria ISPO yang diuraikan dalam 98 indikator. Ketujuh prinsip dan 19 DMSI. 2012. Tentang Dewan Minyak Sawit Indonesia http:dmsi.or.idaboutus [Diakses pada 8 Juli 2012]. 65 kriteria tersebut adalah sistem perizinan dan manajemen perkebunan, penerapan pedoman teknis budidaya dan pengelolaan kelapa sawit, pengelolaan dan pemantauan lingkungan, tanggungjawab terhadap pekerja, tanggungjawab terhadap sosial-komunitas, pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat, serta peningkatan usaha berkelanjutan. Dengan sertifikasi ISPO ini, Indonesia sudah bisa menentukan sendiri harga CPO di dalam negeri dan tidak lagi mengacu pada harga komoditas sawit di pasar Rotterdam dan Malaysia. 20 2. Penetapan Bea Keluar Ekspor BK Ekspor Pemeritah Indonesia mengeluarkan kebijakan penurunan pajak ekspor BK untuk minyak sawit olahan dari 25 persen menjadi hanya 13 persen, dan untuk minyak sawit mentah sebesar 22,5 persen. Kebijakan ini dilakukan guna meningkatkan hasil produksi dan ekspor minyak sawit olahan agar setara dengan jumlah ekspor minyak sawit mentah. Penurunan tarif pajak ekspor tersebut telah membuat Indonesia unggul atas Malaysia dengan memberikan perbedaan tarif pajak ekspor yang cukup signifikan. Terbukti, setelah penurunan pajak ekspor tersebut diterapkan, ekspor minyak sawit olahan Indonesia meningkat hingga 29 persen menjadi 2,9 juta ton pada kuartal keempat tahun 2011. Sedangkan ekspor minyak sawit mentah Indonesia melonjak 23 persen menjadi 2,28 juta ton. Sementara itu, kapasitas produksi industri pengolahan minyak kelapa sawit Malaysia malah berkurang. 21 Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan juga menetapkan Harga Patokan Ekspor HPE kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya. Penetapan ini dapat dilihat pada Lampiran 11. 3. Pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit Industri Hilir Kelapa Sawit IHKS memegang peranan penting dalam perekonomian nasional, khususnya sebagai penghasil devisa, penyerap tenaga kerja dan penyedia kebutuhan pokok masyarakat. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008, tentang Kebijakan 20 ISPO: Perkuat Posisi Indonesia di Pasar Global dalam Majalah Tropis Edisi 3Tahun IV 2011 21 Kebijakan BK CPO Indonesia Ancam Sawit Malaysia http:www.infosawit.com [Diakses pada 20 Juli 2012] 66 Industri Nasional, industri pengolahan kelapa sawit turunan minyak sawit mentah merupakan salah satu prioritas untuk dikembangkan dan mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi, seperti industri oleofood, oleochemical , energi dan pharmaceutical. Selain itu, dalam Permenperin No. 111M-INDPER102009 tentang Peta Panduan Road Map Pengembangan Klaster Industri Pengolahan Kelapa Sawit, disebutkan bahwa pembangunan klaster Industri Hilir Kelapa Sawit jangka menengah 2010-2014 akan difokuskan di Sumut, Riau dan jangka panjang akan diintegrasikan di Kaltim, Kalbar, Kalsel dan Papua. Kementerian Perindustrian, 2011

5.1.6. Peran Kesempatan

Faktor kesempatan merupakan suatu faktor yang berada di luar jangkauan stakeholder minyak sawit nasional. Keberadaan faktor ini dapat menjadi suatu momen yang bisa mengangkat posisi dayasaing minyak sawit Indonesia. Dalam kasus industri minyak sawit, terdapat kesempatan yang dapat dimanfaatkan baik itu berasal dari dalam maupun luar negeri. Kesempatan dari dalam negeri adalah prospek industri minyak sawit yang cerah di masa yang akan datang. Ramadhan 2011 menyatakan bahwa peningkatan konsumsi CPO domestik diperkirakan rata-rata sebesar 3,90 persen dalam lima tahun ke depan. Peningkatan ini sesuai dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia dan penerapan program biofuel dari CPO oleh pemerintah. Sebagian besar konsumsi domestik CPO Indonesia digunakan sebagai bahan baku utama minyak goreng. Sementara itu, kesempatan dari luar negeri adalah lahan perkebunan kelapa sawit di Malaysia yang sudah mencapai 4,85 juta ha atau setara dengan 70 persen luas lahan pertanian di Malaysia, menyebabkan Malaysia tidak bisa lagi melakukan pembukaan lahan baru 22 . Selain itu, adanya standarisasi kualitas CPO akan mendorong produsen tanah air untuk melengkapi produk CPOnya dengan atribut sertifikasi yang menunjukan kepedulian mereka kepada pekerja, lingkungan, serta kegiatan kelapa sawit yang berkelanjutan. Saat ini ada dua jenis sertifikasi yang berlaku pada CPO, yaitu RSPO dan ISCC. 22 Tan Sri Bernard Giluk Dompok. 2012. Sawit Jadi Pilar Ekonomi Malaysia dalam Majalah Tropis Edisi Khusus Tahun V 2012. 67 RSPO adalah lembaga internasional yang menetapkan delapan prinsip pengelolaan sawit lestari, meliputi komitmen terhadap transparansi, memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku, komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang, penggunaan praktek terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik, tanggung jawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam dan keanekaragaman hayati, tanggung jawab kepada pekerja, individu dan komunitas dari kebun dan pabrik. Keuntungan sertifikat RSPO adalah diakui sebagai produsen ramah lingkungan dan harga yang premium atau lebih tinggi US 6 per ton dari harga pasaran internasional. International Sustainability and Carbon Certification ISCC merupakan sistem sertifikasi bertaraf internasional untuk membuktikan sustainability, traceability dan penghematan dari efek gas rumah kaca untuk segala jenis produksi energi yang terbarukan. Dengan sertifikasi ini berarti produsen mampu menyediakan minyak sawit sesuai dengan Standar Energi Terbarukan Uni Eropa. Selain itu, CPO bersertifikasi ISCC berpotensi untuk mendapatkan premium sekitar US20 – US30 per ton dari harga di pasar dunia. 23

5.2. Keterkaitan Antar Komponen Utama Sistem Berlian Porter