75
Berdasarkan analisis keterkaitan antar komponen, maka dapat disimpulkan bahwa keterkaitan antar komponen-komponen utama sudah berdayasaing, karena
semua pasang komponen sudah saling mendukung. Ditambah lagi dukungan terhadap seluruh komponen dalam industri sawit di Indonesia yang dilakukan oleh
peran pemerintah maupun peran kesempatan. Hal tersebut menunjukan peran
pemerintah dan kesempatan mampu meningkatkan posisi dayasaing minyak sawit Indonesia apabila seluruh stakeholder mengupayakan diri untuk dapat mengambil
manfaat sebesar-besarnya dari kesempatan-kesempatan tersebut.
5.4. Analisis Keunggulan Komparatif
Berdasarkan sistem berlian porter diketahui bahwa industri sawit Indonesia memiliki keunggulan kompetitif. Sementara itu, untuk mengetahui keunggulan
komparatif industri minyak sawit Indonesia di pasar internasional diukur dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage RCA. Indeks ini digunakan
untuk membandingkan posisi dayasaing Indonesia dengan negara produsen minyak sawit lainnya, khususnya Malaysia. Hal ini dikarenakan Indonesia dan
Malaysia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Metode ini didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah sebenarnya
menunjukan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor minyak sawit dan turunannya Indonesia
terhadap total ekspor Indonesia yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia.
RCA dapat didefinisikan bahwa jika pangsa ekspor komoditi minyak sawit dan turunannya didalam total ekspor komoditi dari suatu negara lebih besar
dibandingkan pangsa pasar ekspor minyak sawit dan turunannya didalam total ekspor komoditi dunia, diharapkan negara tersebut memiliki keunggulan
komparatif dalam produksi dan ekspor komoditi minyak sawit dan turunannya. Apabila nilai RCA lebih dari satu berarti negara itu mempunyai keunggulan
komparatif di atas rata-rata dunia untuk komoditi minyak sawit dan turunannya dalam hal ini berdayasaing kuat. Sebaliknya jika nilai lebih kecil dari satu berarti
keunggulan komparatif untuk komoditas minyak sawit dan turunannya rendah di bawah rata-rata dunia berdayasaing lemah. Hasil analisis dayasaing minyak sawit
dan turunannya Indonesia diperlihatkan pada Gambar 11 dan Gambar 12.
76
Gambar 11. Nilai Indeks RCA CPO Indonesia dan Malaysia, 2001 – 2011
Sumber: UNCOMTRADE 2012 diolah
Bedasarkan Gambar 11, terlihat bahwa nilai RCA minyak sawit Crude Palm Oil
dengan kode HS 151110000 baik Indonesia maupun Malaysia mempunyai nilai lebih dari satu. Sejak tahun 2001, nilai RCA CPO Indonesia
selalu mengalami peningkatan hingga mencapai puncak tertinggi pada tahun 2004 tetapi kemudian turun menjadi 74,83 pada tahun 2005. Setelah itu nilai RCA
Indonesia cenderung meningkat mencapai tingkat tertinggi yaitu 86,87 pada tahun 2009, namun turun kembali pada tahun 2010 menjadi 82,29 dan turun lagi
menjadi 55,71 pada tahun 2011. Dayasaing CPO Malaysia seperti yang ditunjukkan nilai RCA dalam tabel di atas, nilai RCA-nya berada jauh di bawah
Indonesia. Nilai RCA CPO Malaysia cenderung berfluktuasi dan mengalami peningkatan tertinggi pada tahun 2011 yaitu sebesar 4,64 poin dibandingkan
dengan tahun 2010. Pada tahun 2011, nilai RCA CPO Malaysia mencapai 21,27. Tren ini terjadi akibat kemampuan produksi Malaysia yang berkurang. Ini
disebabkan Malaysia lebih fokus melakukan ekspor produk turunan CPOnya dibandingkan mengekspor CPO.
Kondisi sebaliknya terjadi pada produk turunan minyak sawit dengan kode HS 151190000. Pada produk turunan minyak sawit ternyata nilai RCA Indonesia
lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia, namun produk turunan minyak sawit Indonesia masih memiliki dayasaing komparatif. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
RCA yang lebih dari satu, seperti terlihat pada Gambar 12.
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Indonesia 45.48 64.51 66.23 81.99 74.83 79.85 80.84 79.01 86.87 82.29 55.71
Malaysia 20.45 17.21 18.62 15.60 16.10 16.23 15.52 15.07 16.48 16.63 21.27 -
10.00 20.00
30.00 40.00
50.00 60.00
70.00 80.00
90.00 100.00
Indonesia Malaysia
77
Gambar 12. Nilai Indeks RCA Produk Turunan CPO Indonesia dan Malaysia,
2001 – 2011
Sumber: UNCOMTRADE 2012 diolah
Pada Gambar 12, terlihat bahwa nilai RCA produk turunan minyak sawit Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia dan dari tahun 2007
hingga 2011 terus mengalami penurunan. Kondisi sebaliknya terjadi pada Malaysia, dimana dalam kurun waktu lima tahun terakhir terus mengalami
peningkatan. Hal ini disebabkan Malaysia sudah mengandalkan ekspor produk hilir minyak sawit dibandingkan dengan Indonesia, yang ditunjukkan dengan nilai
ekspor minyak sawit dan turunannya pada Lampiran 13 dan Lampiran 14. Perbedaan keunggulan komparatif pada produk minyak sawit dan
turunannya antara Indonesia dan Malaysia disebabkan karena Indonesia lebih mengandalkan ekspor minyak sawit yang belum diolah. Sementara Malaysia,
mengekspor minyak sawit yang sudah diolah. Saat ini, Pemerintah pun sudah berupaya untuk membangun hilirisasi minyak sawit melalui beberapa
kebijakannya, seperti kebijakan Indonesia Sustainable Palm Oil ISPO, penetapan BK ekspor, serta pengembangan industri hilir minyak sawit.
2007 2008
2009 2010
2011 Indonesia
37.11 33.94
33.27 30.17
29.83 Malaysia
42.09 42.23
41.11 41.54
42.36 0.00
5.00 10.00
15.00 20.00
25.00 30.00
35.00 40.00
45.00
78
VI. STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ARSITEKTUR
STRATEGIK MINYAK SAWIT INDONESIA
6.1. Analisis Strategi Pengembangan Minyak Sawit Indonesia