31
V. DAYASAING MINYAK SAWIT INDONESIA
Pada bagian ini, penulis akan membahas mengenai analisis dayasaing minyak sawit dan turunannya di Indonesia berdasarkan pada komponen penentu
dayasaing Sistem Berlian Porter. Komponen-komponen tersebut adalah komponen kondisi faktor sumberdaya, kondisi permintaan domestik, dukungan
industri terkait dan industri pendukung minyak sawit serta kondisi struktur, strategi dan persaingan yang dihadapi oleh industri minyak sawit dan turunannya
di Indonesia. Selain itu ditinjau pula sejauh apa peranan pemerintah dan kesempatan-kesempatan yang ada dalam meningkatkan posisi dayasaing tersebut.
5.1. Analisis Komponen Sistem Berlian Porter
5.1.1. Kondisi Faktor Sumberdaya
Kondisi faktor sumberdaya yang berpengaruh terhadap dayasaing minyak sawit Indonesia adalah sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya ilmu
pengetahuan dan teknologi, sumberdaya modal, dan sumberdaya infrastruktur. Kelima kondisi faktor sumberdaya tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1 Sumberdaya Alam atau Fisik a Kondisi dan Potensi Lahan
Perkebunan kelapa sawit saat ini tersebar di 22 propinsi dari 33 propinsi di Indonesia. Dua pulau utama sentra perkebunan kelapa sawit yaitu Sumatera dan
Kalimantan menyumbang 96,64 persen luas lahan perkebunan kelapa sawit. Kedua pulau tersebut menghasilkan sekitar 96,99 persen produksi CPO di
Indonesia. Di Indonesia terdapat lima propinsi terbesar sebagai sentra usaha perkebunan kelapa sawit, antara lain Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah,
Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat Tabel 2. Penyebaran perkebunan kelapa sawit di 22 propinsi menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit
memiliki toleransi yang luas pada keragaman agroklimat di daerah tropis. Hampir semua lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terletak pada ketinggian
kurang dari 500 mdpl di atas permukaan laut.
32
Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Minyak Sawit CPO pada Perkebunan Rakyat, Negara, dan Swasta Menurut Propinsi dan Keadaan Tanaman, 2010
No Propinsi
Luas Areal Ha Produksi
Ton TBM
TM TTM
Jumlah
1 Aceh 81.804
224.884 22.874
329.562 662.201
2 Sumatera Utara 179.746
843.351 31.752
1.054.849 3.113.006
3 Sumatera Barat 62.633
290.722 57
353.412 962.782
4 Riau 377.966
1.636.299 17.522
2.031.787 6.358.703
5 Kepulauan Riau 2.140
6.343 5
8.488 13.367
6 Jambi 100.195
384.571 4.145
488.911 1.509.560
7 Sumatera Selatan 203.441
568.023 6.252
777.716 2.227.963
8 Kep Bangka Belitung 35.669
127.827 986
164.482 511.330
9 Bengkulu 86.327
186.984 1.417
274.728 689.643
10 Lampung 33.991
121.980 1.431
157.402 396.587
Pulau Sumatera 1.163.912
4.390.984 86.441
5.641.337 16.445.142
11 DKI Jaya -
- -
- -
12 Jawa Barat 3.288
8.222 813
12.323 23.787
13 Banten 1.776
11.724 2.234
15.734 25.972
14 Jawa Tengah -
- -
- -
15 D.I. Yogyakarta -
- -
- -
16 Jawa Timur -
- -
- -
Pulau Jawa 5.064
19.946 3.047
28.057 49.759
17 Bali -
- -
- -
18 Nusa Tenggara Barat -
- -
- -
19 Nusa Tenggara Timur -
- -
- -
Nusa Tenggara -
- -
- -
20 Kalimantan Barat 371.568
376.639 2.741
750.948 1.102.860
21 Kalimantan Tengah 258.670
652.676 95
911.441 2.251.077
22 Kalimantan Selatan 124.874
227.682 1.168
353.724 698.702
23 Kalimantan Timur 196.563
239.377 10.154
446.094 800.362
Pulau Kalimantan 951.675
1.496.374 14.158
2.462.207 4.853.001
24 Sulawesi Utara -
- -
- -
25 Gorontalo -
- -
- -
26 Sulawesi Tengah 8.078
45.367 1.769
55.214 157.257
27 Sulawesi Selatan 6.410
13.362 81
19.853 32.849
28 Sulawesi Barat 22.393
71.308 2.069
95.770 285.157
29 Sulawesi Tenggara 1.066
24.399 -
25.465 -
Pulau Sulawesi 37.947
154.436 3.919
196.302 475.263
30 Maluku -
- -
- -
31 Maluku Utara -
- -
- -
32 Papua 6.120
29.032 512
35.664 84.349
33 Papua Barat 4.294
17.504 -
21.798 50.606
Maluku + Papua 10.414
46.536 512
57.462 134.955
Indonesia 2.169.012
6.108.276 108.077 8.385.365
21.958.120
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan 2011
Seiring dengan permintaan CPO dunia yang terus meningkat, pemerintah pun berupaya untuk terus memacu produksi CPO dalam negeri. Salah satu
langkah yang ditempuh oleh pemerintah adalah pembukaan lahan potensial untuk perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan data Departemen Perindustrian tahun 2007,
terdapat 15 propinsi yang memiliki lahan potensial untuk dikembangkan menjadi perkebunan kelapa sawit.
33
Tabel 3. Potensi Pengembangan Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia
No Propinsi
Potensi Lahan ha
Status Lahan
1 Sumatera Utara 40.000 Tanah Negara dan Tanah Masyarakat
2 Sumatera Barat 14.500 Tanah Ulayat
3 Riau 30.000 Tanah Masyarakat
4 Jambi 114.000 Tanah Masyarakat dan Tanah Negara
yang Sudah Digarap Masyarakat 5 Sumatera Selatan
144.500 Tanah Masyarakat 6 Kalimantan Barat
58.720 Tanah Negara dan Tanah Masyarakat 7 Kalimantan Tengah
497.427 Tanah Negara 8 Kalimantan Selatan
216.474 Tanah Negara 9 Kalimantan Timur
652.135 Tanah Negara dan Tanah Masyarakat 10 Sulawesi Selatan
120.298 Tanah Negara dan Tanah Masyarakat 11 Sulawesi Barat
45.000 Tanah Negara dan Tanah Masyarakat 12 Sulawesi Tenggara
74.000 Tanah Negara 13 Maluku Utara
100.000 Tanah Negara 14 Papua
1.935.000 Tanah Negara dan Tanah Ulayat 15 Papua Barat
150.000 Tanah Negara dan Tanah Ulayat
Indonesia 4.192.054
Sumber: Departemen Perindustrian 2007
b Produktivitas Lahan
Tingkat produktivitas lahan untuk tanaman kelapa sawit dapat dilihat dari kemampuan lahan tersebut menghasilkan tandan buah segar TBS tiap hektar
lahan. Produktivitas berkaitan dengan luas area tanam dan volume produksi yang dihasilkan. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2010, tingkat
produktivitas lahan kelapa sawit nasional tertinggi terdapat pada perkebunan besar swasta, yaitu sebesar 3.478 kgha disusul perkebunan rakyat sebesar 3.135 kgha
dan perkebunan besar negara sebesar 2.935 kgha. Produktivitas tertinggi terdapat pada perkebunan besar swasta yang berada di Sulawesi Barat sebesar 4.601 kgha
dan produktivitas terendah terdapat pada perkebunan besar negara yang terletak di Bengkulu yaitu sebesar 1.406 kgha.
34
Tabel 4. Tingkat Produktivitas Lahan Kelapa Sawit Pada Perkebunan di
Indonesia Tahun 2010
No Propinsi
Produktivitas KgHa Perkebunan
Rakyat Perkebunan
Besar Negara Perkebunan
Besar Swasta
1 Aceh 2.581
1.960 3.597
2 Sumatera Utara 3.402
4.116 3.755
3 Sumatera Barat 3.286
2.800 3.355
4 Riau 3.852
4.076 3.899
5 Kepulauan Riau 2.162
- 2.097
6 Jambi 3.918
4.454 3.865
7 Sumatera Selatan 4.077
3.679 3.821
8 Kep. Bangka Belitung 2.834
- 4.186
9 Bengkulu 3.567
1.406 4.188
10 Lampung 3.100
3.545 3.354
11 Jawa Barat -
2.449 4.239
12 Banten 2.138
2.261 -
13 Kalimantan Barat 2.234
3.728 3.596
14 Kalimantan Tengah 2.953
- 3.512
15 Kalimantan Selatan 3.096
1.533 3.103
16 Kalimantan Timur 3.324
3.586 3.327
17 Sulawesi Tengah 3.233
3.360 3.604
18 Sulawesi Selatan 3.072
1.457 -
19 Sulawesi Barat 3.245
- 4.601
20 Papua 3.413
2.887 1.669
21 Papua Barat 3.210
2.597 2.310
Indonesia 3.135
2.935 3.478
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan 2011
c Aksesibilitas Terhadap Input
Aksesibilitas produsen terhadap input mencerminkan tingkat kemudahan dalam memperoleh input produksi yang dibutuhkan secara kontinu, tepat waktu,
tepat jumlah serta tepat jenis. Kemudahan yang dimaksud umumnya menyangkut ketersediaan input di pasar, serta kondisi harga ideal yang dapat dijangkau oleh
produsen, serta distribusi input dari pemasok kepada produsen. Aksesibilitas produsen minyak sawit terhadap input tersebut sangat mempengaruhi kinerja serta
capaian hasil dalam produksi minyak sawit mereka.
35
i Alat dan Mesin Perkebunan
Karakteristik TBS yang umumnya bulky, volouminous dan perishable memerlukan alat transportasi yang cepat dan efisien agar TBS dari kebun untuk
dikirim langsung ke PKS. Dengan transportasi yang cepat dan efisien maka akan terjamin kelancaran pengolahan TBS menjadi CPO pada PKS. Pahan 2011
menggolongkan alat transportasi yang umum digunakan pada perkebunan kelapa sawit menjadi tiga jenis, yaitu transportasi darat wheel tractor, truk, dumptruk,
transportasi railban, dan transportasi air.
ii Alat Pengolahan Minyak Sawit
Tandan Buah Segar harus segera diproses dalam 24 jam sejak dipanen untuk menjaga kualitasnya agar tetap memenuhi syarat. Hal ini mengakibatkan
perusahaan harus membangun pabrik pemrosesan CPO di sekitar areal perkebunan kelapa sawit. Pada perkebunan besar negara dan perkebunan besar
swasta umumnya sudah memiliki pabrik kelapa sawit sendiri yang terintegrasi dengan perkebunan. Direktorat Jenderal Perkebunan 2011 menyatakan bahwa
pabrik pengolahan CPO dapat dikatakan feasible apabila mampu memproses 30 ton TBS per jam. Kapasitas lebih kecil dapat beroperasi tetapi harus didukung
pabrik lain dengan lokasi yang berdekatan. Badan
Pengkajian dan
Penerapan Teknologi
BPPT telah
mengembangkan teknologi pabrik kelapa sawit berukuran mini guna membantu petani sawit pada perkebunan rakyat untuk dapat memproduksi CPO sendiri.
Pabrik kelapa sawit PKS mini berkapasitas 5 ton dan 10 ton TBS per jam dibangun di lahan seluas 1.000 ha
– 2.000 ha. Investasi pada pembangunan PKS mini dengan kapasitas 5 ton TBSjam sekitar Rp 17,6 miliar, sementara untuk
kapasitas 10 ton TBSha sebesar Rp 28,15 miliar. Besarnya biaya investasi ini akan ditanggung bersama oleh pemerintah, perbankan, dan petani. BPPT saat ini
sudah mendirikan PKS mini di Kabupaten Kampar, Riau dengan kapasitas 2 ton TBSjam dan di Kabupaten Bengkalis, Riau dengan kapasitas 5 ton TBSha.
4
4
Rahmayuis Saleh. 2012. Pabrik Sawit: BPPT Kembangkan Teknologi PKS Mini dalam http:bisnis.com
[Diakses pada 25 September 2012]
36
d Biaya-Biaya Terkait
Umumnya perkebunan besar milik negara dan swasta akan memiliki komponen biaya yang lebih kompleks dibandingkan dengan komponen biaya
petani di perkebunan rakyat. Perusahaan besar mengeluarkan biaya lebih untuk membayar jasa manajemen perkebunan, gaji dan tunjangan karyawan, biaya
perawatan kebun, pemeliharaan gedung dan biaya lainya. Sedangkan pada perkebunan rakyat jenis biaya yang dikeluarkan umumnya hanya sebatas biaya
perawatan kebun. Hal ini dikarenakan pada perkebunan rakyat pengolahan dan perawatan kebun dilakukan bersama keluarga karena keterbatasan dana dan luas
areal perkebunan yang tidak luas rata-rata lahan perkebunan masyarakat 2 hektar.
2 Sumberdaya Manusia
Industri minyak sawit selama ini telah memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional yaitu melalui penciptaan lapangan kerja dan mempercepat
pembangunan perekonomian di wilayah-wilayah terpencil.
5
Pada tahun 2010, sektor perkebunan kelapa sawit menyerap tenaga kerja sebanyak 5.220.000 orang,
sementara di sektor industri minyak sawit hanya menyerap tenaga kerja sebanyak 43.600 orang.
Tabel 5. Penyerapan Tenaga Kerja Industri Minyak Sawit Indonesia, 2010 Sektor
Jumlah Tenaga Kerja orang
Agribisnis Hulu Input Perkebunan Sawit 12.000
Perkebunan Kelapa Sawit 5.220.000
Agribisnis Hilir Industri Minyak Sawit 43.600
Penyedia Jasa 1.500.000
Total 6.775.600
Sumber: Sipayung 2012
Sumberdaya manusia dalam kegiatan industri minyak sawit Indonesia didukung oleh sumberdaya manusia ahli yang terlibat dalam proses pengolahan
hingga pemasaran. Dalam proses pabrikasi, subsistem hilir minyak sawit disokong oleh tenaga ahli mesin, quality control, dan tenaga ahli lainnya. Pada bagian
5
Press Release World Palm Oil Summit Exhibition WPOSE. 25 Februari 2008. Pemerintah Terus Mendukung Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit yang Berkelanjutan. Gabungan
Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia GAPKI dan Pusat Penelitian Kelapa Sawit PPKS.
37
pemasaran minyak sawit, didukung oleh sumberdaya manusia yang professional dalam marketing, pencarian info pasar market intelligent, trader agen dan
pembeli internasional yang berpengalaman dan menuntut produsen untuk terus meningkatkan kualitasnya, serta beberapa tenaga ahli lainnya.
3 Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi a Pusat Penelitian Kelapa Sawit PPKS
Kemajuan suatu industri ditentukan juga oleh sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam rangka mendukung kemajuan sumberdaya
IPTEK, industri minyak sawit di Indonesia didukung oleh keberadaan lembaga riset dan pengembangan Pusat Penelitian Kelapa Sawit PPKS. PPKS merupakan
gabungan dari tiga lembaga penelitian, yaitu Pusat Penelitian Perkebunan Puslitbun Medan, Puslitbun Marihat, dan Puslitbun Bandar Kuala. PPKS yang
secara terus-menerus melakukan riset untuk menemukan teknologi yang tepat dan sesuai bagi kondisi kelapa sawit di Indonesia saat ini dan perkembangannya
dimasa yang akan datang. PPKS mempunyai tugas utama yaitu melakukan penelitian dan
pengembangan dalam segala aspek industri minyak sawit, dan menyalurkan hasil penelitian tersebut dalam bentuk pelayanan kepada masyarakat industri minyak
sawit. Sebagai lembaga penelitian yang memiliki kewajiban dalam memajukan industri minyak sawit di Indonesia, PPKS merupakan pusat unggulan inovasi
kelapa sawit.
6
Misi PPKS adalah menunjang industri minyak sawit di Indonesia melalui penelitian dan pengembangan, serta pelayanan. Melalui paket teknologi
maupun pengembangan IPTEK yang dihasilkan, PPKS diharapkan dapat menjadi motor penggerak prime mover bagi pengembagan industri minyak sawit dan
turunannya di Indonesia.
7
Penelitian PPKS yang berhubungan dengan dayasaing minyak sawit saat ini adalah melalui diversifikasi produk oleopangan dan
oleokimia. Upaya menghasilkan beta karoten, vitamin E pharmaceutical dari minyak sawit yang mulai diteliti pada tahun 2007 dan hingga saat ini masih terus
dilakukan.
6
Pernyataan Kementerian Riset dan Teknologi 20112012
7
Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2012. Profil PPKS. http:www.iopri.orgtentang-ppksprofil
[Diakses pada 8 Juli 2012].
38
b Masyarakat Perkelapa-Sawitan Indonesia MAKSI
MAKSI Masyarakat Perkelapa-Sawitan Indonesia adalah organisasi yang dibentuk pada tahun 1998 oleh tujuh PAU Biosains PAU Bioteknologi ITB, PAU
Ilmu Hayati ITB, PAU Pangan dan Gizi UGM, PAU Bioteknologi UGM, PAU Pangan dan Gizi IPB, PAU Bioteknologi IPB, PAU Ilmu Hayati IPB, Pusat Studi
Pembangunan IPB dan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. MAKSI memiliki visi menjadi organisasi profesional terpercaya dalam bidang perkelapa-sawitan di
dunia untuk membantu pencapaian industri kelapa sawit nasional yang berdayasaing tinggi dan berkelanjutan. Misi dari MAKSI adalah menjadi mitra
terbaik pemerintah, perusahaan swasta, BUMN, petani pekebun sawit, dan para pemangku kepentingan industri kelapa sawit lainnya dalam kegiatan penelitian,
pengembangan, pendidikan, pelatihan serta advokasi pengembangan industri kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan, terutama demi kemakmuran dan
kesejahteraan sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia dan berdayasaing tinggi secara ekonomi, ekologi, dan sosial budaya.
8
Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan MAKSI antara lain: a.
Melakukan kompilasi berbagai hasil penelitian dan pengembangan industri minyak sawit Indonesia yang tersebar di Universitas, Lembaga Litbang
Pemerintah dan Swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, serta lembaga- lembaga lainnya dan mendiseminasikan hasil kompilasi tersebut kepada
para pemangku kepentingan litbang industri minyak sawit Indonesia sehingga meningkatkan koordinasi dan jejaring kerja yang akan
meminimumkan dublikasi penelitian dan pemborosan sumberdaya. b.
Melakukan analisis dan sintesis mengenai berbagai permasalahan dalam pengembagan industri minyak sawit Indonesia yang berkelanjutan,
menggunakan materi publikasi tertulis tercetak baik dari dalam maupun luar negeri serta membuat road map pemecahan masalah dengan
memfungsikan MAKSI sebagai bagian dari upaya pemecahan masalah tersebut.
8
[MAKSI]. 2011. Profil Masyarakat Perkelapa-Sawitan Indonesia MAKSI
39
c Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia APKASINDO
APKASINDO Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia didirikan pada tanggal 28 Oktober 2000 di Palembang, oleh utusan-utusan petani kelapa sawit
dari seluruh Indonesia. APKASINDO adalah satu-satunya organisasi profesi petani sebagai wadah pemersatu petani di Indonesia yang difasilitasi oleh
Pemerintah cq Departemen Pertanian.
9
Tujuan didirikannya APKASINDO adalah sebagai berikut : a.
Mempersatukan masyarakat petani kelapa sawit di seluruh Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi yang dapat meningkatkan
kesejahteraan yang merata bagi petani kelapa sawit. b.
Membangun ekonomi kerakyatan di pedesaan dengan menumbuh kembangkan usaha petani kelapa sawit yang berwawasan lingkungan dan
bermanfaat bagi seluruh komponen bangsa untuk mencapai masyarakat petani yang adil dan makmur.
c. Meningkatkan dan memberdayakan SDM petani kelapa sawit agar
menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi IPTEK pertanian modern.
d Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia GAPKI
GAPKI Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia adalah wadah perusahaan produsen minyak sawit CPO yang terdiri dari perusahaan PT.
Perkebunan Nusantara, perusahaan perkebunan swasta nasional dan asing serta peladang kelapa sawit yang tergabung dalam koperasi. GAPKI telah melakukan
berbagai upaya untuk memajukan perkelapasawitan Indonesia. GAPKI selaku mitra Pemerintah telah memberikan masukan-masukan sebagai bahan pemerintah
dalam menyusun berbagai kebijakan tentang masalah perkelapasawitan, termasuk menetapkan kebijakan tataniaga minyak sawit yang memberikan harga jual yang
menarik sehingga akan merangsang untuk melakukan investasi pada perkebunan kelapa sawit.
10
Selain bersumber dari lembaga penelitian seperti PPKS, APKASINDO, MAKSI, GAPKI, ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi juga
9
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia. 2012. Sejarah Berdirinya APKASINDO. http:www.apkasindo.or.idpsejarah-berdirinya-apkasindo.html
[Diakses pada 8 Juli 2012].
10
GAPKI. 2012. Introduction GAPKI http:www.gapki.or.idpageabout
[Diakses pada 8 Juli 2012].
40
ditunjang oleh lembaga lain seperti perguruan tinggi, lembaga riset swasta, lembaga kelapa sawit internasional Roundtable on Sustainable Palm Oil,
literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian, serta sumber pengetahuan dan teknologi lainnya.
4 Sumberdaya Modal
Permodalan merupakan faktor kunci dalam industri minyak sawit. Pada perusahaan swasta sumber modal yang dibutuhkan dalam rangka pengembangan
perkebunan maupun pabrik kelapa sawit sudah tersedia karena didukung oleh perusahaannya sebagai investor utama dan tambahan modal dari modal
perusahaan asing yang tertarik dengan prospek bisnis minyak sawit CPO. Selain itu, dalam rangka menarik investor dalam mengembangkan sektor hilir industri
minyak sawit, pemerintah pun menjanjikan tiga macam insentif kepada para pelaku usaha industri hilir minyak sawit CPO. Ketiga insentif tersebut adalah
subsidi bunga pinjaman untuk program peremajaan mesin-mesin produksi, pembebasan pajak tax holiday, dan dukungan infrastruktur dasar. Pada insentif
subsidi bunga, Kemenperin akan mengikuti pola program restrukturisasi mesin di sektor tekstil dan produk tekstil TPT yang artinya subsidi bunga kredit akan
diberikan bagi sektor hilir CPO yang melakukan peremajaan mesin.
11
5 Sumberdaya Infrastruktur
Kebutuhan prasarana industri CPO sangat penting guna membawanya kepada konsumen industri lain yang menggunakan bahan baku CPO. Adapun
prasarana untuk mendukung industri CPO nasional antara lain jalan, jembatan, sarana air, listrik, jembatan, pelabuhan, transpotasi dan lain sebagainya. Salah satu
infrastruktur yang berperan dalam menjamin kelancaran distribusi CPO ke luar negeri adalah pelabuhan. Fungsi pelabuhan pada industri minyak sawit meliputi
jasa bongkar muat, jasa kepabeanan, dan jasa pergudangan termasuk jasa tangki timbun CPO.
Jasa tangki timbunpompa CPO terdapat di beberapa pelabuhan antara lain Belawan, Kuala Tanjung, Dumai, dan Tanjung Priok. Sementara itu pelabuhan
utama yang mengangkut minyak keluar negeri hanya terdapat di Belawan dan
11
Yusuf Waluyo Jati. 2012. Industri Hilir CPO Dijanjikan Insentif dalam http:pn8.co.id
[Diakses pada 25 September 2012]
41
Dumai. Fasilitas pelabuhan yang ada pun masih minim dalam menampung kapal besar sehingga terjadi antrian apabila hendak masuk ke pelabuhan. Kondisi
tersebut diperparah dengan masalah gelombang laut yang tinggi karena pertukaran musim, yang menyebabkan kapal tidak berlayar.
Pemerintah sejak Mei 2011 melalui program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia M3PEI pun merencanakan
pembangunan Kawasan Industri Hilir Sei Mangkei. Pembangunan Kawasan Industri Hilir Sei Mangke tahap pertama menggangarkan investasi sebesar Rp 1,8
triliun dan tahap berikutnya Rp 20 triliun. Sumber pendanaan pembangunan kawasan ini berasal dari pemerintah pusat, Badan Usaha Milik Negara BUMN,
swasta serta kolaborasi ketiganya. Pada tahap pertama Kawasan Sei Mangke menempati area 64 ha dan tahap berikutnya menjadi 104 ha. Kawasan Industri Sei
Mangke akan diintegrasikan dengan pembangunan rel kereta api dari kawasan tersebut menuju Pelabuhan Kuala Tanjung. Fasilitas pendukung Kawasan Industri
Hilir Sei Mangke pun dibangun, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air PLTA Pesangan I dan 2 berkapasitas 88 megawatt mw di Takengon, Aceh dengan
investasi Rp 3,5 triliun; pembangunan broadband sebanyak 2,42 juta homepage dengan investasi Rp 4,1 triliun yang dilaksanakan PT Telkom; peningkatan jalan
dari Kota Tebing Tinggi menuju Kisaran Kabupaten Asahan, Rantau Prapat Labuhanbatu hingga perbatasan Riau sepanjang 326,71 km dengan anggaran
Rp365 miliar. Begitu juga dengan pembangunan jalan kereta api. Proyek ini mulai dilaksanakan 2012 dan sudah terjalin kesepakatan antara PTPN III dan PT Kereta
Api Indonesia KAI Kementerian Perindustrian 2011.
5.1.2. Kondisi Permintaan Domestik
Kondisi permintaan merupakan faktor yang patut diperhitungkan dalam upaya peningkatan dayasaing minyak sawit di Indonesia. Kondisi permintaan
akan dijelaskan melalui tiga faktor yaitu komposisi permintaan domestik, jumlah permintaan dan pola pertumbuhan, dan internasionalisasi permintaan domestik.
1 Komposisi Permintaan Domestik
Produksi minyak sawit CPO di Indonesia sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri, lalu sisanya ditujukan untuk pasar
domestik. Komposisi permintaan domestik untuk CPO digolongkan dalam bentuk
42
bahan pangan dan nonpangan. Pemanfaatan CPO untuk produk olahan diantaranya yaitu oleh industri pangan minyak goreng, margarin, shortening,
cocoa butter substitutes , vegetable ghee dan industri nonpangan seperti
oleokimia fatty acid, fatty alcohol, gliserin dan biodiesel. Produk utama dari olahan CPO yang penting di Indonesia adalah minyak
goreng, margarin dan olein. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh lembaga konsultan Capricorn Indonesia Consult Inc pada tahun 2008, menunjukkan bahwa
60 persen hasil produksi CPO Indonesia diekspor keluar negeri, 29 persen diolah menjadi minyak goreng, 7 persen diolah menjadi oleochemical, 2 persen menjadi
sabun dan 2 persen sisanya diolah menjadi margarin.
Gambar 4. Persentase Penggunaan CPO di Indonesia
Sumber : Capricorn Indonesia Consult Inc 2008 diacu dalam Ramadhan 2011
2 Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan
Dalam kurun waktu sebelas tahun terakhir, total produksi CPO dalam negeri telah meningkat tiga kali lipat. Hal ini diikuti juga dengan peningkatan
jumlah konsumsi CPO domestik lebih dari dua kali lipat. Konsumsi CPO domestik cenderung mengalami peningkatan, namun sempat mengalami
penurunan yaitu pada tahun 2007 – 2009 dan meningkat lagi di tahun 2010. Hal
ini dapat dilihat pada Tabel 6.
Ekspor 60
Minyak Goreng 29
Oleochemical 7
Margarin 2
Sabun 2
43
Tabel 6. Komposisi Ekspor dan Konsumsi CPO Domestik Tahun 2000 - 2010
Tahun Produksi CPO
Ton Ekspor CPO
Ton Konsumsi CPO Domestik
Ton
2000
7.000.508
1.817.664 5.182.844
2001
8.396.472
1.849.142 6.547.330
2002
9.622.345
2.804.792 6.817.553
2003
10.440.834
2.892.130 7.548.704
2004
10.830.389
3.819.927 7.010.462
2005
11.861.615
4.564.788 7.296.827
2006
17.350.848
5.199.287 12.151.561
2007
17.664.725
5.701.286 11.963.439
2008
17.539.788
7.904.179 9.635.609
2009
19.324.293
11.119.997 8.204.296
2010
21.958.120
11.158.124 10.799.996
Sumber: Badan Pusat Statistik diacu dalam Dirjenbun 2011
Susanto 2011 menyatakan bahwa peningkatan konsumsi CPO domestik ini disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan minyak goreng masyarakat.
Hal ini dikarenakan CPO merupakan bahan baku utama industri minyak goreng. Terbukti dengan semakin banyaknya merk minyak goreng yang bermunculan
pada periode 2005-2009, sebagai contoh SunCo, Sania, Tropical, Vico, Fortune, Minyakita, dan Kunci Mas. Namun industri minyak goreng sawit Indonesia
sampai saat ini masih belum berjalan dengan kapasitas penuh, bahkan menurut beberapa survei hanya berkisar 50-60 persen dari kapasitas terpasang.
Peningkatan konsumsi CPO domestik ini ditunjang juga dengan adanya Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM sebagaimana dituangkan dalam
Kebijakan Pembangunan Industri Nasional menetapkan bahwa industri berbasis CPO sebagai prioritas yang pengembangannya dapat dilakukan dengan
pendekatan klaster Departemen Perindustrian 2009. Hal ini menunjukkan bahwa
p
engembangan turunan minyak sawit dimasa yang akan datang mempunyai prospek yang sangat baik dan tingkat konsumsi CPO domestik pun turut
meningkat. Selain itu isu biofuel atau bahan bakar nabati gencar dibicarakan pada dekade ini, sehingga permintaan CPO domestik selalu meningkat dari tahun ke
tahun.
44
3 Internasionalisasi
Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia sejak tahun 2007 mengalahkan Malaysia. Pada tahun 2009, Indonesia dan Malaysia
menguasai 85 persen dari produksi minyak sawit dunia sehingga memiliki potensi yang cukup besar untuk terus berperan dalam pasar dunia. Ekspor minyak sawit
Crude Palm Oil Indonesia sudah mulai dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda. Namun pemerintah baru memulai kegiatan ekspor minyak pada tahun
1969 dalam bentuk CPO dan KPO. Volume ekspor CPO Indonesia dari tahun 1980-2010 memiliki tren
peningkatan dari tahun ke tahun. Tren peningkatan ekspor tampak cukup fluktuatif, ini berarti selalu ada peningkatan dan penurunan ekspor dari tahun
sebelumnya, namun secara garis besar ekspor CPO Indonesia memiliki trend meningkat. Peningkatan ekspor tertinggi terjadi pada tahun 1985 dengan laju
peningkatan sebesar 305,48 persen, dari 127.938 ton pada tahun 1984 menjadi 518.760 ton pada tahun 1985. Sementara itu, penurunan ekspor tertinggi terjadi
pada tahun 1998 dengan laju penurunan sebesar 72,12 persen, dari 1.448.362 ton pada tahun 1997 menjadi 403.843 ton pada tahun 1998.
Gambar 5. Volume Ekspor CPO Indonesia Tahun 1980
– 2010
Sumber : Badan Pusat Statistik diacu dalam Dirjenbun 2011
Nilai ekspor CPO Indonesia pun mengikuti volume ekspor CPO yang tampak cukup fluktuatif. Peningkatan nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun
1985 dengan laju peningkatan sebesar 255,51 persen, dari US 53.278.000 pada
- 2,000,000
4,000,000 6,000,000
8,000,000 10,000,000
12,000,000
Vo lu
m e
t o
n
45
tahun 1984 menjadi US 189.407.000 pada tahun 1985. Sementara itu, penurunan nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 1998 dengan laju penurunan
sebesar 68,44 persen, dari US 699.056.000 pada tahun 1997 menjadi US 220.634.000 ton pada tahun 1998.
Gambar 6. Nilai Ekspor CPO Indonesia Tahun 1980 – 2010
Sumber : Badan Pusat Statistik diacu dalam Dirjenbun 2011
Ekspor CPO Indonesia saat ini sudah menjangkau lima benua yaitu Asia, Afrika, Australia, Amerika dan Eropa dengan pangsa pasar utama Asia. Pada
tahun 2010, India mengimpor 47,09 persen dari total ekspor minyak sawit Indonesia, kemudian diikuti oleh Malaysia sebesar 13,97 persen, Belanda 10,05
persen, Italia 6,67 persen dan Singapura 6,03 persen. Sesuai dengan volume ekspor besarnya nilai FOB Freight on Board ekspor minyak sawit masih
dikuasai oleh India, disusul Malaysia, Belanda, Italia, dan Singapura. Hal ini terlihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit CPO Menurut Negara Tujuan
dan Asal, 2010
Negara Tujuan Ekspor Volume Kg
Nilai FOB US
India 4.449.537.347
3.629.076.473 Malaysia
1.318.387.082 1.059.891.005
Belanda 948.460.742
800.848.886 Italia
623.809.650 474.097.791
Singapura 573.156.083
460.368.142 Negara Lainnya
1.530.819.496 1.225.780.734
Total 9.444.170.400
7.650.065.932
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan 2011 -
1,000,000 2,000,000
3,000,000 4,000,000
5,000,000 6,000,000
7,000,000 8,000,000
9,000,000 10,000,000
N il
ai 000
US
46
Sejalan dengan permintaan dunia yang terus meningkat, harga minyak sawit pun menunjukkan kecenderungan peningkatan. Pada Januari 2000, harga
minyak sawit dunia adalah sebesar US 301,79 dan harga pada September 2012 adalah sebesar US 879,53. Hal ini menunjukkan dalam kurun waktu 12 tahun,
harga minyak sawit dunia terus mengalami peningkatan. Harga minyak sawit dunia tertinggi terjadi pada Februari 2011 yaitu sebesar US 1.248,55 sedangkan
harga terendah terjadi pada Februari 2001 yaitu sebesar US 185,07.
Gambar 7. Harga Minyak Sawit Dunia, Januari 2000 sd September 2012
Sumber : World Bank 2012
Indonesia turut berpartisipasi dalam berbagai organisasi minyak sawit internasional seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil RSPO
12
. Hal ini menunjukkan eksistensi negara kita sebagai produsen minyak sawit yang peduli
terhadap kualitas serta keseimbangan alam. Namun, sejak tahun 2011, Gapki sebagai wadah dari pelaku bisnis minyak sawit di Indonesia menyatakan keluar
dari RSPO. Hal ini dikarenakan Indonesia saat ini sudah merumuskan prinsip dan kriteria minyak sawit lestari yang dikemas dalam Indonesian Sustainable Palm
Oil ISPO
13
. Indonesian Sustainable Palm Oil ISPO dinilai lebih cocok
12
Roundtable on Sustainable Palm Oil RSPO adalah organisasi internasional yang bertujuan untuk mempromosikan produksi sawit dengan cara mengurangi kerusakan hutan, menjaga
biodivestitas, menghargai kehidupan masyarakat di sekitar kebun di setiap negara. Sampai tahun 2012, jumlah anggota RSPO mencapai 720 perusahaan dan lembaga yang berasal dari 50 negara.
Di antara negara konsumen, Inggris merupakan anggota biasa terbanyak dengan anggota sebanyak 17 persen, diikuti Belanda 10 persen, Jerman 10 persen, dan Perancis 9 persen.
13
Indonesian Sustainable Palm Oil ISPO merupakan salah satu instrumen untuk mendukung usaha berkelanjutan mempertahankan dan memperkuat posisi Indonesia dalam perkelapasawitan
200 400
600 800
1000 1200
1400
Jan -00
Se p
-00 Ma
y -01
Jan -02
Se p
-02 Ma
y -03
Jan -04
Se p
-04 Ma
y -05
Jan -06
Se p
-06 Ma
y -07
Jan -08
Se p
-08 Ma
y -09
Jan -10
Se p
-10 Ma
y -11
Jan -12
Se p
-12
Har ga
US
Harga Minyak Sawit Dunia, Januari 2000 sd September 2012
47
diimplementasikan untuk pengembangan industri di dalam negeri dibandingkan dengan Roundtable on Sustainable Palm Oil RSPO. Ketentuan ISPO pun
bersifat wajib dan lebih menjanjikan terwujudnya pembangunan sawit yang ramah lingkungan di Indonesia dibandikan RSPO yang bersifat sukarela.
5.1.3. Industri Terkait dan Pendukung
Keberadaan industri terkait dan industri pendukung yang memiliki dayasaing global juga akan mempengaruhi dayasaing industri utamanya. Industri
hulu yang memiliki dayasaing global akan memasok input bagi industri utama dengan harga yang lebih murah, dan mutu yang lebih baik. Begitu juga dengan
adanya industri pendukung, dayasaing suatu industri akan semakin baik.
1 Industri Terkait a Industri Pemasok
Minyak sawit atau yang lebih dikenal dengan CPO merupakan produk utama dari tanaman kelapa sawit. Sebagai negara produsen CPO terbesar di dunia,
Indonesia memiliki banyak sekali pemain di bisnis perkebunan kelapa sawit. Pada Perkebunan Besar Negara PBN, pemain utamanya adalah PT Perkebunan
Nusantara PTPN. Saat ini ada 10 PTPN yang merupakan produsen CPO di Indonesia antara lain PTPN I - PTPN VIII, PTPN XIII dan PTPN XIV. Sementara
itu, pada pemain utama pada Perkebunan Besar Swasta PBS kelapa sawit diantaranya adalah Astra Agro Lestari, Sinarmas SMART, Indofood, Permata
Hijau Group, Sampoerna Agro, Musim Mas, Asian Agri, Wilmar Corporation, Bakrie Sumatera Plantation, dan PP London Sumatera. Selain itu masih banyak
lagi perusahaan-perusahaan perkebunan daerah yang kecil-kecil dan jumlahnya mencapai ratusan.
b Industri Minyak Sawit Olahan
Industri minyak sawit CPO terdiri dari pabrik yang mengolah CPO menjadi produk CPO turunan lainnya. Industri yang bergerak di sektor ini
memanfaatkan CPO sebagai bahan baku utama dalam pembuatan produknya. Industri yang termasuk ke dalam sektor ini diantaranya adalah industri pangan dan
dunia. ISPO berkomitmen untuk melindungi lingkungan melalui penerapan budidaya berkelanjutan untuk banyak komoditi, seperti kelapa sawit, coklat, kopi, dan lainnya.
48
nonpangan. Dalam industri pangan, CPO digunakan sebagai bahan untuk membuat minyak goreng, lemak pangan, margarin, lemak khusus substitusi
cacao butter , kue, biskuit, dan es krim. Sementara itu, dalam industri nonpangan
CPO digunakan sebagai bahan untuk membuat sabun, detergen, surfakat, pelunak plasticizer, pelapis surface coating, pelumas, sabun metalik, bahan bakar
mesin diesel, dan kosmetika. Hal ini seperti digambarkan pada pohon industri minyak sawit yang berada pada Lampiran 8.
Produk utama dari olahan CPO yang penting di Indonesia adalah minyak goreng. Di Indonesia, karakteristik industri minyak goreng adalah sebanyak 32
non integrasi, sisanya sebanyak 66 terintegrasi dengan perkebunan kelapa sawit Nugroho, 2009. Saat ini tercatat Indonesia memiliki 94 pabrik minyak goreng
yang tersebar di 19 propinsi, dan pabrik terbanyak terletak di Sumatera Utara sebanyak 13 pabrik dan Kalimantan Barat sebanyak 11 pabrik.
Tabel 8. Distribusi Pabrik Minyak Goreng di Indonesia
No Provinsi
Jumlah Pabrik unit
1 Nanggroe Aceh Darussalam 2
2 Sumatera Utara 13
3 Sumatera Barat 3
4 Riau 8
5 Jambi 2
6 Sumatera Selatan 5
7 Lampung 4
8 DKI Jaya 8
9 Jawa Barat 8
10 Jawa Tengah 5
11 Jawa Timur 9
12 Banten 1
13 Kalimantan Barat 11
14 Kalimantan Timur 2
15 Sulawesi Utara 5
16 Sulawesi Tengah 1
17 Sulawesi Selatan 5
18 Gorontalo 1
19 Papua Barat 1
Indonesia 94
Sumber: DMSI 2010
49
Selain industri minyak goreng, Indonesia juga terus mengembangkan industri turunan minyak sawit, salah satunya industri oleokimia. Hingga saat ini,
di Indonesia tercatat sembilan produsen oleokimia dasar yang memproduksi fatty acid, fatty alcohol dan glycerine
. Kapasitas terpasang fatty acid mencapai 986.000 tontahun, fatty alohol mencapai 490.000 tontahun dan glycerine mencapai
141.700 tontahun.
Tabel 9. Kapasitas Produksi Industri Oleokimia di Indonesia
No Nama Perusahaan
Kapasitas Produksi TonTahun Fatty Acid
Fatty Alcohols Glycerin
1 PT Ecogreen Medan Batam 45.000
350.000 24.000
2 PT Sumiasih. Bekasi 91.000
10.000 3 PT SOCI MAS . Medan
80.000 8.000
4 PT Flora Sawita Chemindo Bakrie
Group. Medan 50.000
5.100 5 PT Musim Mas. Medan
320.000 100.000
30.000 6 PT Domba Mas Bakrie Group.
Kuala Tanjung 60.000
40.000 4.600
7 Wilmar Group. Gresik 120.000
30.000 8 PT Nubika Jaya. Kisaran
130.000 20.000
9 PT Cisadane Raya Chemical. Tangerang
90.000 10.000
Total 986.000
490.000 141.700
Sumber: Apolin 2010 diacu dalam DMSI 2010
Semakin menipisnya cadangan energi berbasis fosil mendorong dunia mencari energi alternatif pengganti minyak fosil, salah satunya biodiesel dari
sawit fatty acid methyl ester. Berdasarkan riset yang telah dilakukan, biodiesel sawit memiliki emisi jauh lebih rendah dari minyak fosil. Saat di Indonesia
tercatat ada sekitar 20 produsen biodiesel sawit dengan total kapasitas terpasang mencapai 3,07 juta tontahun. Propinsi Riau merupakan daerah dengan produsen
terbesar dan terbanyak di Indonesia yang terdiri dari PT Cemerlang Energi Perkasa, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Petro Andalan Nusantara dan PT
Wilmar Bio Energi Indonesia.
50
Tabel 10. Produsen Biodiesel di Indonesia dan Kapasitas Produksinya
No Nama Perusahaan
Lokasi Kapasitas
Produksi TonTahun
1 PT Alia Mada Perkasa Kosambi.
Tangerang 11.000
2 PT Anugrah Inti Gemanusa Gresik
40.000 3 PT Bioenergi Pratama Jaya
Kab Kutai Timur 6.000
Kab Berau 60.000
4 PT Cemerlang Energi Perkasa Dumai. Riau
400.000 5 PT Damai Sejahtera Sentosa Cooking Rungkut. Surabaya
120.000 6 PT Darmex Biofuel
Bekasi 150.000
7 PT Energi Alternatif Jakarta Utara
7.000 8 PT Eternal Buana Chemical
Industries Cikupa. Tangerang
40.000 9 PT Eterindo Nusa Graha
Gresik 40.000
10 PT Indo Biofuels Energy Merak
60.000 11 PT Multikimia Intipelangi
Bekasi 14.000
12 Musim Mas Group Kab Deli Serdang
70.000 Batam
350.000 13 PT Pasadena Biofuels Mandiri
Cikarang 10.240
14 PT Pelita Agung Agrindustri Bengkalis. Riau
200.000 15 PT Petro Andalan Nusantara
Dumai 150.000
16 PT Primanusa Palma Energi Jakarta Utara
24.000 17 PT Sintong Abadi
Kab Asahan. Sumatera Utara
35.000 18 PT Sumi Asih
Bekasi 100.000
19 PT Wahana Abdi Tritatehnika Sejati Cileungsi. Bogor
132.200 20 PT Wilmar Bio Energi Indonesia
Dumai 1.050.000
Total 3.069.440
Sumber: APROBI 2009 diacu dalam DMSI 2010
2 Industri Pendukung a
Industri Jasa Tataniaga
Minyak sawit CPO yang diperdagangkan di Indonesia berasal dari dua sumber, yaitu perkebunan negara dan perkebunan swasta. Sesuai dengan
kesepakatan diantara perkebunan negara, pemasaran CPO harus melalui PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara PT. KPBN. Untuk pasar dalam negeri,
KPBN bisa langsung menjual ke industri pengolahan melalui jatah alokasi yang telah ditetapkan. Sementara itu, untuk konsumen luar negeri, pemasaran dilakukan
bertahap, KPBN menjual CPO kepada importir luar negeri yang kemudian
51
memasarkannya untuk konsumen luar negeri. Hal ini seperti digambarkan pada Gambar 8.
Gambar 8. Saluran Pemasaran Minyak Sawit Indonesia Pada Perkebunan Negara
Sumber: Pahan 2011
Pada perusahaan perkebunan swasta, penjualan produknya dilakukan secara sendiri-sendiri tanpa melalui Kantor Pemasaran Bersama. Kesepakatan
harga ditetapkan melalui mekanisme pasar yang mengacu pada harga CPO internasional pada bursa berjangka Kuala Lumpur MDEX dan pasar fisik
Rotterdam.
Gambar 9. Saluran Pemasaran Minyak Sawit Indonesia Pada Perkebunan Swasta
Sumber: Pahan 2011
52
b Industri Jasa Riset dan Pendidikan Sumberdaya Manusia
Tantangan pengembangan industri minyak sawit dalam persaingan global yang semakin ketat, sudah pasti memerlukan kompetensi sumberdaya manusia
unggulan, yang mampu melaksanakan pengembangan industri minyak sawit nasional dengan cara yang berkelanjutan. Dengan demikian, diperlukan strategi
revitalisasi sumberdaya manusia Indonesia yang bergerak dalam industri minyak sawit dalam bentuk roadmap yang jelas dan memaksa para pihak yang
berkepentingan dalam industri minyak sawit nasional untuk mewujudkannya. Hal ini mendorong berbagai perusahaan yang bergerak di industri minyak sawit untuk
memiliki serta mengembangkan unit-unit khusus untuk Riset dan Pengembangan RD dan juga pelatihan SDM.
Indonesia memiliki beberapa tempat pendidikan dalam rangka penyediaan SDM teknis pada industri minyak sawit nasional yaitu INSTIPER, Politeknik
Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi, dan Lembaga Pendidikan Perkebunan. Sementara itu, dalam memenuhi kebutuhan SDM di bidang riset dan
pengembangan RD industri minyak sawit nasional, ada beberapa lembaga yang berkecimpung di dalamnya, antara lain Pusat Penelitian Kelapa Sawit,
SEAFAST Center IPB, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB, Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB, Pusat Penelitian
Bioteknologi ITB, Pusat Penelitian Ilmu Hayati ITB, Pusat Penelitian Bioteknologi UGM, Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM. Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi, Balai Penelitian Bioteknologi dan Perkebunan Indonesia, Forum Biodiesel Indonesia, Universitas Lampung, dan SEAMEO Biotrop IPB.
14
5.1.4. Persaingan, Struktur dan Strategi Industri CPO
1 Persaingan a
Produk Pengganti
Permintaan minyak nabati terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dunia, peningkatan pendapatan per kapita, dan gaya hidup masyarakat
dunia yang mulai sadar akan kesehatan. Total konsumsi minyak nabati meningkat hingga 335 persen sejak tahun 1980. Peningkatan produksi minyak nabati yang
14
Hasil Wawancara dengan Ketua Maksi, Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, MADev pada 12
Oktober 2012
53
paling signifikan adalah produksi minyak sawit. Dari tahun 1980-2009, produksi minyak sawit meningkat sebesar 10 kali lipat, mengalahkan minyak kedelai yang
hanya meningkat sebesar 2,7 kali lipat dalam jangka waktu yang sama. Pada tahun 2009, produksi minyak sawit dunia telah mencapai 45,1 juta ton atau sebesar 34
persen, mengalahkan pangsa pasar minyak kedelai, minyak kanola, dan minyak bunga matahari yang secara berturut-turut sebesar 27,1 persen, 16 persen, dan 9,8
persen.
Tabel 11. Produksi Minyak Nabati Dunia, 1980-2009
Minyak Nabati 1980
1990 2000
2009 Jumlah
Jumlah Jumlah
Jumlah
Minyak Kedelai 13.4
33.7 16.1
26.5 25.6
27.7 35.9
27.1 Minyak Sawit
4.5 11.3
11.0 18.1
21.9 23.7
45.1 34.0
Minyak Canola 3.5
8.8 8.2
13.5 14.5
15.7 21.5
16.2 Minyak Bunga Matahari
5.0 12.6
7.9 13.0
9.7 10.5
13.0 9.8
Minyak Inti Sawit 0.6
1.5 1.5
2.5 2.7
2.9 5.2
3.9 Minyak Nabati Lain
12.8 32.2
16.1 26.5
18.1 19.6
12.0 9.0
Total Minyak Nabati 39.8 100.0
60.8 100.0 92.5 100.0