21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENYULINGAN MINYAK NILAM
Sampel nilam yang dipanen dari Desa Sukamulya, Kecamatan Garawangi, Kuningan, Jawa Barat kemudian dikeringanginkan di bawah sinar matahari selama 15 jam tiga hari lalu
dirajang sebesar 3-5 cm. Sampel yang sudah dirajang kemudian ditimbang dengan berat yang sama 800 gram lalu disuling hingga menjadi minyak nilam. Penyulingan dilakukan di
Laboratorium Balai Tanaman Obat dan Tanaman Aromatik Balittro, Cimanggu, Bogor dengan menggunakan metode penyulingan uap selama 8 jam. Analisis Kadar air dengan metode
azeotropik juga dilakukan untuk mengetahui rendemen minyak nilam secara pasti. Hasil perhitungan rendemen tiga varietas minyak nilam dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rendemen Minyak Nilam
Varietas Kadar Air
BK Rendemen Rata-rata
Lhoksumawe 11,38 2,38±0,00
Sidikalang 11,81 2,55±0,00
Tapaktuan 15,93 2,22±0,00
Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa Varietas Sidikalang memiliki rendemen minyak paling tinggi yaitu 2,55, diikuti oleh Lhoksumawe 2,38, dan Tapaktuan 2,22. Rendemen
tiga varietas minyak nilam sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya Nuryani 2007 yang menyebutkan bahwa rendemen minyak nilam tertinggi terdapat pada varietas Lhoksumawe
3,21, diikuti oleh Sidikalang 2,89, dan paling rendah adalah Tapaktuan 2,83. Hal ini terjadi karena perbedaan teknik budidaya, lokasi pengambilan sampel minyak nilam, serta faktor
lingkungan, yaitu ketinggian dan curah hujan Pustikasari 2011. Rendemen ketiga varietas minyak nilam tersebut dihitung berdasarkan kadar air basis basah, yaitu 11,38 untuk
Lhoksumawe, 11,81 untuk Sidikalang, dan 15,93 untuk Tapaktuan.
Gambar 11. Minyak nilam hasil penyulingan
22
B. ANALISIS SENSORI MINYAK NILAM
Analisis sensori minyak nilam meliputi pendaftaran panelis, seleksi panelis, pelatihan panellis, dan analisis kuantitatif minyak nilam.
1. Pendaftaran Panelis
Pendaftaran panelis dilakukan dengan menyebarkan formulir pendaftaran kepada mahasiswa departemen Ilmu dan Teknologi Pangan angkatan 2007, 2008, dan 2009. Dari
penyebaran formulir ini diperoleh 65 calon panelis terlatih yang nantinya akan mengikuti proses seleksi.
2. Seleksi Panelis
Panelis yang terpilih sebagai kandidat panelis terlatih adalah panelis yang menjawab benar 80 dari uji identifikasi, 60 dari sepuluh seri uji segitiga yang dilakukan, serta dapat
mengurutkan dengan benar pada uji ranking. Dari hasil seleksi, dihasilkan 8 panelis dengan nilai tertinggi untuk melakukan pelatihan. Daftar panelis yang terpilih dapat dilihat pada
Lampiran 5.
3. Pelatihan Panelis dan Penentuan Standar
Pelatihan panelis terdiri dari pelatihan standardisasi aroma dan FGD Focus Group Discussion. Lamanya pelatihan didasarkan pada kompleksitas sampel yang akan dianalisis.
Pada penelitian ini, pelatihan diadakan kontinyu selama 4 minggu setiap hari kerja. Hasil analisis kualitatif FGD aroma sampel minyak nilam oleh delapan panelis dideskripsikan pada
Tabel 7. Tabel 7. Hasil Analisis Kualitatif FGD Aroma Sampel Minyak Nilam
No Aroma Deskripsi
Aroma 1
Champor aroma kamper, minuman karbonasi
2 Cherry
aroma agak manis, buah, cherry 3
Dry aroma gosong, karamel, kopi
4 Earthy
aroma tanah saat hujan 5
Eugenol aroma cengkeh, rokok
6 Floral
aroma segar dari tanaman, bunga, taman 7
Musky aroma parfum pria
8 Sweet
aroma manis 9
Turpentine aroma bensin, pinus, bahan pembersih lantai
10 Woody
aroma kayu, triplek Gambar 12 merupakan kurva linier hasil plot antara nilai konsentrasi dan skor untuk
atribut aroma woody.
23 Gambar 12. Kurva linier hubungan antara logaritma skor atribut aroma woody dan
konsentrasi larutan Patchouli oil sebagai penentu nilai standar untuk uji QDA Persamaan garis yang diperoleh kurva standar pada Gambar 11 digunakan untuk
menentukan konsentrasi dan skor yang akan digunakan sebagai standar pada pelatihan panelis dan pengujian analisis kuantitatif. Kurva standar di atas menghasilkan nilai R
2
yang baik, yaitu sebesar 0,998 dengan persamaan y=0,707 x – 1,820. Kurva standar untuk atribut-
atribut sensori lainnya dapat dilihat pada Lampiran 12. Setelah dilakukan penetapan standar, panelis dilatih menggunakan standar hingga
penilaian dan kepekaan panelis menjadi konsisten. Panelis dikatakan panelis terlatih jika kepekaan panelis konsisten dan panelis siap untuk ke tahap selanjutnya, yaitu pengujian.
4. Pengujian Sampel
Delapan orang panelis terlatih melakukan penilaian atribut aroma pada sampel minyak nilam aceh varietas Lhoksumawe, Sidikalang, dan Tapaktuan. Pengujian dilakukan
secara kuantitatif menggunakan metode QDA. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada setiap sampel. Setelah uji selesai dilakukan, data diolah menggunakan analisis
statistik.
5. Pengolahan Data
Tahap pengujian kuantitatif dilakukan untuk menentukan intensitas atribut-atribut aroma yang telah diperoleh dari FGD dengan membandingkan dengan standar yang nilainya
telah ditentukan saat tahap pelatihan. Analisis kuantitatif atribut aroma menggunakan dua standar R1 dan R2 pada skala tidak terstruktur sepanjang 15 cm. Pada saat pengukuran
intensitas atribut aroma dengan penggaris, nilai yang diperoleh dikonversi menjadi skala 100.
a. Hasil Uji QDA
Hasil uji QDA terhadap 10 aroma yang terdapat dalam sampel minyak nilam dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 13.
y = 0,707x ‐ 1,820
R² = 0,998
0.0 0.2
0.4 0.6
0.8 1.0
1.2
3.7 3.8
3.9 4.0
4.1 4.2
Log Skor
Log Konsentrasi Larutan Patchouli Oil
woody Linear woody
24 Tabel 8. Hasil Uji QDA Sampel Minyak Nilam
Intensitas Aroma Sidikalang
Lhoksumawe Tapaktuan
Camphor 50,8±3,7
a
58,0±5,5
b
48,0±2,9
a
Cherry 27,1±4,2
a
45,8±5,4
c
39,9±8,4
b
Dry 49,5±6,7
a
46,4±5,7
a
54,1±2,9
b
Earthy 44,6±9,0
a
53,4±8,2
b
51,6±6,4
b
Eugenol 61,4±9,4
a
69,0±5,5
b
66,8±5,3
a,b
Floral 44,2±9,0
a
56,6±3,8
b
52,4±7,5
b
Musky 72,6±8,5
b
66,6±7,0
a
64,3±7,6
a
Sweet 28,7±6,2
a
47,0±4,7
c
40,6±10,0
b
Turpentine 44,9±7,5
a
55,4±8,7
b
45,9±8,3
a
Woody 67,7±9,0
a
73,9±7,9
a
71,5±9,8
a
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda dalam satu baris yang sama menunjukkan berbeda nyata p0.05 dengan menggunakan uji lanjut Duncan
oleh 8 panelis terlatih
Gambar 13. Spider Web Hasil Uji QDA Hasil uji QDA menunjukkan bahwa ketiga varietas minyak nilam tidak
berbeda nyata pada aroma woody, sedangkan pada aroma cherry dan sweet sangat berbeda nyata. Hal ini dipertegas oleh data hasil QDA dengan menggunakan SPSS
16 Lampiran 13 yang menunjukkan bahwa pada arroma woody ketiga sampel berada pada satu subset yang sama subset a, sedangkan pada aroma cherry dan
sweet ketiga sampel berada pada subset yang berbeda-beda subset a, b, dan c. Aroma woody dan musky merupakan aroma yang memiliki intensitas paling tinggi
pada ketiga varietas minyak nilam, sedangkan aroma cherry dan sweet merupakan aroma yang memiliki intensitas paling rendah pada ketiga varietas minyak nilam.
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
80.00 Champor
Cherry
Dry
Earthy
Eugenol Floral
Musky Sweet
Turpentine Woody
Sidikalang Lhoksumawe
Tapaktuan
25 Pada aroma camphor, cherry, earthy, eugenol, floral, sweet, turpentine, dan woody
intensitas tertinggi terdapat pada minyak nilam varietas Lhoksumawe. Intensitas tertinggi pada aroma dry terdapat pada minyak nilam varietas Tapaktuan, sedangkan
aroma musky terdapat pada minyak nilam varietas Sidikalang. Intensitas terendah pada aroma cherry, earthy, eugenol, floral, sweet, turpentine, dan woody terdapat
pada minyak nilam varietaas Sidikalang. Untuk aroma champor dan musky intensitas terendah terdapat paada minyak nilam varietas Tapaktuan, sedangkan
aroma dry terdapat pada minyak nilam varietas Lhoksumawe. Kesepuluh jenis aroma yang diujikan dapat dideteksi dan dikuantifikasi
dengan nilai relatif yang baik berkisar antara 27-74 dengan skala penilaian 0-100 yang dapat terlihat pada spider web hasil QDA. Aroma yang paling dominan
terdapat pada minyak nilam adalah aroma woody dan musky yang memiliki intensitas tertinggi dibandingkan aroma lainnya. Berdasarkan hasil QDA, minyak
nilam varietas Lhoksumawe merupakan sampel yang memiliki intensitas aroma tertinggi paling banyak, sedangkan minyak nilam varietas Sidikalang merupakan
minyak nilam yang memiliki intensitas terendah paling banyak dibandingkan sampel lainnya. Dengan demikian, minyak nilam varietas Lhoksumawe memiliki intensitas
aroma paling kuat serta varietas Sidikalang memiliki intensitas aroma paling lemah diantara varietas lainnya.
b. Korelasi Atribut Aroma Minyak Nilam
Atribut aroma pada minyak nilam memiliki korelasi satu sama lain. Korelasi yang timbul dapat bersifat positif atau negatif. Korelasi atribut aroma yang dilihat dari
koefisien korelasi masing–masing atribut aroma dengan atribut aroma lain disebut dengan Pearson correlation Tabel 9. Angka yang bercetak tebal menunjukkan
korelasi antar atribut. Jika nilai korelasi suatu atribut dengan atribut lain bernilai 0,5, atribut tersebut dapat dikatakan berkorelasi, sedangkan jika nilai korelasinya lebih dari
0,8, atribut tersebut dapat dikatakan berkorelasi tinggi Limpawattana, Shewfelt, 2010. Nilai korelasi tersebut ditunjukkan oleh hubungan antara atribut aroma camphor dan dry
yang berkorelasi negatif sebesar 0,954. Nilai koefisien korelasi tersebut diartikan sebagai semakin tinggi intensitas aroma camphor, maka semakin rendah intensitas
aroma dry. Berbeda dengan cherry dan woody yang memiliki korelasi positif sebesar 0,990. Nilai tersebut menun jukkan semakin tinggi intensitas aroma cherry, maka
semakin tinggi pula intensitas aroma woody. Atribut–atribut lain yang berkorelasi positif tinggi antara lain earthy-eugenol
0,999, camphor-turpentine 0,930, aroma cherry dengan lima aroma lainnya, aroma woody dengan lima aroma lainnya, aroma sweet dengan empat aroma lainnya, dan
aroma floral dengan tiga aroma lainnya. Aroma cherry berkorelasi positif tinggi dengan earthy 0,995, eugenol 0,999, floral 1,000, sweet 1,000, dan turpentine 0,819.
Aroma woody berkorelasi positif tinggi dengan earthy 0,972, eugenol 0,982, floral 0,989, sweet 0,992, dan turpentine 0,890. Aroma sweet memiliki berkorelasi positif
tinggi dengan turpentine 0,826, earthy 0,994, eugenol 0,998, dan floral 1,000. Aroma floral berkorelasi positif tinggi dengan turpentine 0,815, earthy 0,996, dan
eugenol 0,999. Aroma musky berkorelasi negatif tinggi dengan cherry 0,846, earthy 0,894, eugenol 0,873, floral 0,849, dan sweet 0,839.
26 Tabel 9. Korelasi Atribut Aroma pada Minyak Nilam
Variables Camphor Cherry Dry
Earthy Eugenol Floral Musky Sweet Turpentine Woody Camphor
1 Cherry 0,551 1
Dry -0,913
-0,163 1
Earthy 0,467 0,995
-0,066 1
Eugenol 0,506 0,999
-0,111 0,999 1
Floral 0,546 1,000
-0,157 0,996 0,999
1
Musky -0,021 -0,846
-0,388 -0,894 -0,873 -0,849
1
Sweet 0,562 1,000
-0,176 0,994 0,998 1,000 -0,839
1
Turpentine 0,930 0,819
-0,700 0,758 0,787 0,815 -0,386
0,826 1
Woody 0,661 0,990
-0,299 0,972 0,982 0,989
-0,763 0,992 0,890 1
26
27
c. Pengelompokkan Aroma Sampel Minyak Nilam
Pengelompokan sampel minyak nilam dilakukan berdasarkan aroma yang mewakilinya menggunakan Principal Component Analysis PCA yang dilanjutkan
dengan biplot dengan menggunakan software MINITAB 16. Pengelompokan menggunakan PCA merupakan pengelompokan berdasarkan
keragaman data yang menghasilkan grafik scree plot, score plot, loading plot, dan biplot. Gambar scree plot deskripsi aroma minyak nilam pada Lampiran 14
menjelaskan nilai eigen yang diperoleh komponen utama. Selain dengan mengambil komponen utama dengan nilai eigen lebih dari satu, penentuan komponen utama juga
dapat dilakukan dengan uji gambar yang memetakan nilai-nilai eigen Setyaniningsih et al., 2010. Nilai eigen dan persentase ragam kumulatif aroma minyak nilam dapat
dilihat pada Tabel 10. Dari nilai eigen yang dihasilkan, komponen utama yang dapat diambil adalah satu buah. Sementara itu, berdasarkan scree plot komponen yang dapat
diambil berjumlah dua komponen karena terdapat dua komponen yang berada pada grafik sebelum grafik menunjukkan kecenderungan linier. Cara lain untuk menentukan
jumlah komponen utama yang diambil adalah berpatokan pada persentase ragam kumulatif dan pada kasus ini terdapat dua komponen dengan ragam kumulatif di atas
70, yakni 77,1. Komponen utama satu menjelaskan keragaman data sebesar 77,1 dan komponen utama dua menjelaskan sebesar 22,9 keragaman data.
Tabel 10. Nilai Eigen dan Persentase Ragam Kumulatif PC1
PC2 PC3
Eigenvalue 7,715 2,285
0,000 Proportion
0,771 0,229 0,000
Cumulative 0,771 1,000
1,000 Sementara itu, gambar score plot memberikan informasi mengenai komponen
utama satu dan komponen utama dua yang menerangkan hubungan antarsampel. Sampel yang diplotkan berdekatan dengan posisi dalam kuadran yang sama mempunyai
deskripsi yang sama sedangkan sampel yang berada pada lokasi kuadran yang berlawanan mempunyai deskripsi yang berbeda. Dari gambar score plot deskripsi aroma
minyak nilam pada Lampiran 15 dapat dilihat bahwa ketiga sampel minyak nilam, yaitu varietas Sidikalang, varietas Lhoksumawe, dan varietas Tapaktuan terletak pada
kuadran atau daerah yang berbeda-beda sehingga ketiga sampel tersebut memiliki deskripsi aroma yang cenderung berbeda satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa
ketiga varietas minyak nilam aceh menghasilkan pengelompokan deskripsi aroma yang berbeda-beda.
Gambar loading plot deskripsi aroma minyak nilam pada Lampiran 16 memberikan informasi mengenai hubungan antarvariabel aroma. Atribut yang memiliki
nilai keragaman yang kecil digambarkan sebagai vektor yang pendek sedangkan atribut yang memiliki nilai keragaman yang besar digambarkan sebagai vektor yang panjang.
Dari loading plot tersebut, diperoleh informasi bahwa aroma camphor dan dry digambarkan sebagai garis pendek yang artinya intensitas kedua atribut aroma dari tiga
varietas minyak nilam aceh hampir sama besar atau dengan kata lain memiliki tingkat keragaman yang rendah. Sementara itu, aroma cherry, earthy, eugenol, floral, musky,
sweet, turpentine, dan woody memiliki garis panjang yang artinya intensitas kedelapan
28 atribut tersebut berbeda atau memiliki keragaman yang tinggi pada ketiga varietas
minyak nilam aceh. Loading plot juga memberikan informasi mengenai hubungan antaratribut. Hubungankorelasi positif ditandai dengan atribut yang terletak pada
daerah atau kuadran yang sama. Contoh atribut aroma yang memiliki korelasi positif, antara lain camphor-turpentine, earthy-eugenol, sweet-cherry, dan floral-woody. Di sisi
lain, korelasi negatif ditandai dengan atribut yang pada kuadran yang berbeda. Contohnya adalah camphor-dry, musky-earthy, cherry-musky, dan musky-eugenol.
Kesemua korelasi tersebut sesuai dengan hasil analisis menggunakan Pearson correlation. Data hasil QDA minyak nilam secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran
17-Lampiran 26. Grafik score plot yang digabungkan dengan loading plot akan menghasilkan
grafik biplot. Grafik biplot atribut aroma dapat dilihat pada Gambar 14. Grafik ini memberikan informasi hubungan antara varietas minyak nilam dengan atribut aroma.
Biplot merupakan suatu upaya membuat gambar di ruang berkomponen banyak menjadi gambar di ruang berkomponen dua. Konsekuensi yang terjadi akibat reduksi komponen
ini adalah penurunan informasi yang terkandung dalam PCA. Biplot yang mampu memberikan informasi sebesar 70 dari seluruh informasi dianggap cukup dimana
dalam penelitian ini biplot memberikan nilai 100, dimensi satu sebesar 77,1 dan dimensi dua sebesar 22,9.
3 2
1 -1
-2 -3
2,0 1,5
1,0 0,5
0,0 -0,5
-1,0
Komponen Sat u 77,1 K
o m
p o
n e
n D
u a
2 2
,9
W oody
Turpentine Sw eet
Musk y Floral
Eugenol Earthy
Dry
Cherry
Champor
Tapaktuan
Sidikalang Lhoksumawe
Gambar 14. Biplot Aroma Minyak Nilam Ditinjau dari kuadran positif-positif, aroma minyak nilam varietas Tapaktuan
berbeda dengan dua varietas lainnya pada aroma cherry, earthy, eugenol, floral, sweet dan woody. Sementara itu, ditinjau dari kuadran positif-negatif, aroma minyak nilam
varietas Lhoksumawe berbeda dengan dua varietas lainnya terutama pada aroma camphor,
dan turpentine. Interpretasi Biplot dari kuadran negatif-negatif
memperlihatkan aroma minyak nilam varietas Sidikalang berbeda dengan varietas
29 lainnya terutama pada aroma musky. Kuadran negatif-positif memperlihatkan pengaruh
aroma dry. Aroma dry tidak berpengaruh terhadap ketiga sampel minyak nilam. Pengelompokan aroma minyak nilam menggunakan PCA, menunjukkan bahwa
aroma minyak nilam dipengaruhi oleh varietas tanaman nilam tersebut. Pembudidayaan yang seragam dapat meminimalisasi kesalahan sistematis.
C. ANALISIS GC-MS
Analisis GC-MS digunakan untuk mengetahui komponen volatil yang terkandung di dalam minyak nilam. Pembahasan analisis GC-MS dibagi menjadi tiga bagian, yaitu identifikasi
dan karakterisasi komponen volatil minyak nilam, analisis statistik data hasil GC-MS, serta hubungan antara deskripsi aroma dan komponen volatil minyak nilam.
1. Identifikasi dan Karakterisasi Komponen Volatil Minyak Nilam
Ketiga sampel minyak nilam yang akan dianalisis dengan menggunakan GC-MS dimasukan ke dalam vial 2 mL. Sebelumnya ketiga sampel minyak nilam telah diberi
Na
2
SO
4
anhidrat untuk memastikan tidak ada air yang terkandung di dalam minyak nilam tersebut. Analisis dengan menggunakan GC-MS dilakukan di Laboratorium Flavor Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi BB Padi Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Setiap sampel diinjeksikan dilakukan secara duplo dua kali ulangan. Sebelum dan sesudah
menginjeksikan sampel, dilakukan penginjeksian blank kosong dengan tujuan untuk membersihkan kolom. Kolom yang digunakan adalah DB-5 dan banyaknya sampel yang
diinjeksikan sebanyak 2µL. Data hasil GC-MS tersajikan dalam bentuk kromatogram yang berisi peak-peak
yang mungkin merupakan komponen volatil minyak nilam. Spektra massa masing-masing peak dicek dan dicocokkan dengan kemungkinan komponen yang muncul dari library. Tiap-
tiap kemungkinan komponen tersebut dihitung nilai LRI dan dicocokkan dengan literatur. Spektra massa yang baik dan memiliki nilai LRI yang sesuai dapat diidentifikasi sebagai
komponen volatil yang diduga. Spektra massa yang baik namun tidak memiliki nilai LRI yang sesuai tetap dianggap sebagai komponen yang terdeteksi namun belum teridentifikasi.
Persentase area relatif komponen minyak nilam dari tiap sampel diperoleh dari perbandingan luas area peak suatu komponen terhadap luas total area seluruh peak yang
terdeteksi. Kromatogram yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 15. Dari 108 komponen volatil yang terdeteksi, dihasilkan 23 komponen volatil dengan persentase area relatif lebih
dari 0,5 untuk diolah lebih lanjut dengan menggunakan PCA dan cluser analysis. Komposisi senyawa minyak nilam dengan rata-rata persentase area relatif lebih dari 0.5
dapat dilihat pada Tabel 10.
30 Gambar 15. Kromatogram Tiga Varietas Minyak Nilam Atas-Bawah: Lhoksumawe,
Sidikalang, Tapaktuan
31 Tabel 11. Komposisi Senyawa Minyak Nilam dengan Rata-rata Persentase Area Relatif Lebih dari 0.5
No Nomor Peak
LRI Komponen
Persentase Area Relatif LRI Exp
LRI Ref Lhoksumawe Sidikalang Tapaktuan
1 35
1383 1380
-Patchoulene 2,59 2,46
2,44 2
36 1388
1391 -Elemene 1,19
1,17 1,24
3 40
1413 1429
Thujopsene 0,93 1,00
0,95 4
41 1421
1418 -Caryophyllene 3,58
3,31 3,17
5 43
1442 1439
α-Guaiene 12,08 11,70
11,54 6
44 1451
Sesquiterpene_1 7,67 8,10
7,77 7
45 1457
1454 α-Humulene 0,79
0,74 0,75
8 46
1464 1456
α-Patchoulene 5,17 5,04
5,03 9
47 1466
Sesquiterpene_2 1,95 1,90
1,92 10
48 1469
1460 Seychellene 1,72
1,75 1,70
11 49
1476 1461 allo-aromadendrene
0,60 0,72 0,61 12
52 1489
1485 -Selinene 0,77
0,73 0,73
13 53
1499 1494
α-Selinene 3,97 3,87
3,93 14
54 1511
1505 α-Bulnesene 12,52
12,25 12,19
15 66
1562 1556 Germacrene
B 1,27 1,18
1,11 16
68 1572
1576 Spathulenol 0,43
0,64 0,56
17 70
1584 1581 Caryophyllene
oxide 1,04
1,26 1,19 18
74 1615
Oxygenated sesquiterpene_5 0,65
0,52 0,62
19 75
1619 1616 Isoaromadendrene
epoxide 0,51
0,45 0,52
20 76
1628 Hydroxy sesquiterpene_1
1,16 1,17
1,28 21
77 1632
Unknown_9 0,51 0,63
0,37 22
83 1677
1659 Patchouli alcohol
31,06 31,57 31,84
23 89
1705 Unknown_14
0,39 0,63
0,58 Keterangan: Sumber LRI Adams 1996, Su, et.al 2006, Yang, et.al 2010, Zhannan, et.al 2008
31
32 Berdasarkan persentase area relatif pada Tabel 11. dapat dilihat bahwa
α-guaiene, α- bulnesene, dan patchouli alcohol memiliki persentase area relatif lebih dari 10.
Kandungan α-guaiene dan α-bulnesene tertinggi terdapaat pada varietas Lhoksumawe,
sedangkan kandungan patchouli alcohol tertinggi terdapat pada varietas Tapaktuan. Patchouli alcohol merupakan komponen utama yang dijadikan standar mutu minyak nilam.
Minyak nilam dapat dikatakan bermutu baik apabila kadar patchouli alcohol yang terkandung lebih dari 30 SNI 06-2385-2006. Pada penelitian ini, kadar patchouli alcohol
pada ketiga sampel minyak nilam lebih dari 30. Kadar tertinggi terdapat pada varietas Tapaktuan 31,84, diiikuti oleh varietas Sidikalang 31,57 dan varietas Lhoksumawe
31,06. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Nuryani 2009 yang menunjukkan bahwa varietas Tapaktuan memiliki kadar patchouli alcohol tertinggi yaitu sebesar 33,21, diikuti
varietas Sidikalang 32,95 dan varietas Lhoksumawe 32,65. Komponen utama lain selain patchouli alcohol, yaitu -Patchoulene, -Elemene, -Caryophyllene,
α-Patchoulene, Seychellene,
α-Selinene, Germacrene B, Caryophyllene oxide memiliki persentase area relatif lebih dari 1 pada ketiga sampel minyak nilam. Thujopsene memiliki persentase area
relatif sebesar 1 pada varietas Sidikalang, sedangkan pada varietas lainnya tidak sehingga dapat dikatakan Sidikalang memiliki aroma yang lebih beragam dibandingkan dua varietas
lainnya. Berdasarkan Tabel 11. dapat dilihat pula terdapat dua komponen sesquiterpene, satu
komponen oxygenated sesquiterpene, satu komponen hydroxy sesquiterpene, dan 2 komponen yang tak teridentifikasi unknown. Penamaan komponen dengan nama
sesquiterpene, oxygenated sesquiterpene, dan hydroxy sesquiterpene didasarkan pada Mass Spectrometry MS yang ada pada peak kromatogram. MS yang muncul dapat dikatakan
bagus, namun tidak tersedia komponen yang sesuai pada library NIST. Sebagai alternatif penamaan komponen, dilakukan identifikasi berdasarkan MS dan bobot molekul MW
komponen tersebut. Bobot molekul Sesquiterpene sebesar 204, Sesquiterpene oxide 202, 206 dan 220 dengan MS awal 41, sedangkan hydroxy sesquiterpene 220 dengan MS awal 43
dan 222. Secara umum persentase area relatif komponen volatil pada ketiga sampel varietas
minyak nilam hampir sama. Hal ini dikarenakan komponen yang dimasukkan dalam tabel hanya komponen yang memiliki luas area relatif lebih dari 0,5. Perbedaan yang sangat
signifikan terlihat pada identifikasi ketiga sampel varietas minyak nilam tanpa adanya batasan minimal persentase area relatif Tabel 12. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa
komponen isoterpinolene, cis-thujone, isophorone, 4-oxoisophorone, trans-pinocarveol, limonene oxide, trans-, citronellal, menthone, isomenthone, verbenone, camphor, pulegone,
nonanol acetate, citronellyl acetate, α-cubebene, eugenol, neryl acetate, geranyl acetate,
germacrene D, α-cadinene, dan germacrene B merupakan komponen yang berbeda pada
ketiga sampel. Namun secara umum, varietas Sidikalang merupakan sampel yang memiliki komponen paling beragam dibandingkan dua varietas lainnya. Hal ini mungkin yang
menjadi alasan bahwa tanaman nilam yang paling paling dikembangkan adalah nilam aceh varietas Sidikalang. Selain memiliki komponen volatil yang lebih beragam, varietas
Sidikalang ternyata juga memiliki ketahanan yang paling baik terhadap hama. Nuryani, 2007
33 Tabel 12. Identifikasi lengkap komponen volatil minyak nilam
Nomor Peak
LRI Komponen
Persentase Luas Area LRI Exp
LRI Ref Lhoksumawe Sidikalang Tapaktuan
1 925 939
α-Pinene 0,00 0,00
2 948 961
Benzaldehyde 0,01 0,00
0,00 3 970
980 -Pinene
0,02 0,01 0,00
4 1019 1031
Limonene 0,02 0,01
5 1079 1088
Isoterpinolene 0,00
6 1085 1098
Linalool 0,01 0,00
0,00 7 1102
1102 cis-Thujone
0,00 0,00 8 1113
1118 Isophorone
0,00 9 1132
4-Oxoisophorone 0,00 0,00
10 1134 1139
trans-Pinocarveol 0,00
11 1137
1139 Limonene oxide, trans-
0,00 12 1138
1153 Citronellal
0,00 13 1146
1154 Menthone
0,00 14 1153
Unknown_1 0,00 0,00
0,00 15 1157
1164 Isomenthone
0,00 16 1171
1177 4-Terpineol
0,01 0,01 0,01
17 1183 1189
α-Terpineol 0,00 0,00
0,00 18
1191 1134
Limonene oxide, cis- 0,01 0,01
0,01 19 1199
Unknown_2 0,00 0,00
0,00 20 1205
1204 Verbenone
0,00 0,00 21 1214
1228 Citronellol
0,03 0,00 0,00
22 1240 1228
Camphor 0,03
23 1242 1237
Pulegone 0,00 0,01
33
34 24 1281
1285 Safrole
0,01 0,00 0,00
25 1295 1312
Nonanol acetate
0,00 26 1310
Dodecamethylcyclohexasiloxane 0,02 0,01
0,01 27 1324
Unknown_3 0,00 0,00
0,01 28 1332
1339 δ-Elemene
0,20 0,19 0,20
29 1338 1354
Citronellyl acetate
0,01 0,00 30 1344
1351 α-Cubebene
0,00 0,00 31 1347
1356 Eugenol
0,01 0,01 32 1368
1365 Neryl
acetate 0,02 0,01
33 1369 1383
Geranyl acetate
0,27 34 1373
1376 α-Copaene
0,01 0,01 0,01
35 1383 1380
-Patchoulene 2,59 2,46
2,44 36 1388
1391 -Elemene
1,19 1,17 1,24
37 1401 1409
α-Gurjunene 0,01 0,02
0,02 38 1403
Unknown_4 0,00 0,01
39 1406 1407
Isocaryophillene 0,03 0,03
0,04 40 1413
1431 Thujopsene
0,93 1,00 0,95
41 1421 1418
-Caryophyllene 3,58 3,31
3,17 42 1432
1433 -Elemene
0,04 0,04 0,04
43 1442 1439
α-Guaiene 12,08 11,70
11,54 44 1451
Sesquiterpene_1 7,67 8,10
7,77 45 1457
1454 α-Humulene
0,79 0,74 0,75
46 1464 1456
α-Patchoulene 5,17 5,04
5,03 47 1466
Sesquiterpene_2 1,95 1,90
1,92 48 1469
1460 Seychellene
1,72 1,75 1,70
49 1476 1461
allo-aromadendrene 0,60 0,72
0,61 50 1479
1473 -Gurjunene
0,13 0,18 0,21
34
35 51 1481
1480 Germacrene
D 0,13
52 1489 1485
-Selinene 0,77 0,73
0,73 53 1499
1494 α-Selinene
3,97 3,87 3,93
54 1511 1505
α-Bulnesene 12,52 12,25
12,19 55 1515
1520 Myristicin
0,45 0,26 0,30
56 1521 1518
α-Panasinsen 0,36 0,33
0,35 57 1527
1542 Selina-3,711-diene
0,07 0,07 0,07
58 1533 Oxygenated
sesquiterpene_1 0,06 0,09
0,06 59 1535
1538 α-Cadinene
0,03 60 1539
Oxygenated sesquiterpene_2
0,04 0,05 0,04
61 1546 1549
Elemol 0,11 0,12
0,12 62 1553
Oxygenated sesquiterpene_3
0,09 0,11 0,10
63 1558 1556
Germacrene B
0,04 0,04 64 1562
Oxygenated sesquiterpene_4
1,27 1,18 1,11
65 1567 Oxygenated
sesquiterpene_5 0,11 0,14
0,13 66 1572
1576 Spathulenol
0,43 0,64 0,56
67 1577 Oxygenated
sesquiterpene_6 0,05 0,06
0,05 68 1584
1581 Caryophyllene
oxide 1,04 1,26
1,19 69 1596
Unknown_5 0,29 0,35
0,34 70 1606
Oxygenated sesquiterpene_7
0,09 0,17 71 1610
1590 Viridiflorol
0,15 0,20 0,24
72 1615 Oxygenated
sesquiterpene_8 0,65 0,52
0,62 73 1619
1616 Isoaromadendrene
epoxide 0,51 0,45
0,52 74 1628
Hydroxy sesquiterpene_1
1,16 1,17 1,28
75 1632 Hydroxy
sesquiterpene_2 0,51 0,63
0,37 76 1638
Hydroxy sesquiterpene_3
0,44 77 1643
Hydroxy sesquiterpene_4
0,29 0,32 0,23
35
36 78 1649
Sesquiterpene_3 0,19 0,20
0,16 79 1653
Hydroxy sesquiterpene_5
0,00 0,16 0,19
80 1658 Hydroxy
sesquiterpene_6 0,49 0,47
0,43 81 1677
1659 Patchouli
alcohol 31,06 31,57
31,84 82 1681
Oxygenates sesquiterpene_9
0,32 0,42 0,43
83 1684 1700
n-Heptadecane 0,17
84 1690 Oxygenated
sesquiterpene_10 0,10 0,12
0,12 85 1695
Unknown_6 0,09 0,11
0,14 86 1697
Oxygenated sesquiterpene_11
0,14 0,13 0,17
87 1705 Unknown_7
0,39 0,63 0,58
88 1710 Unknown_8
0,09 0,13 0,12
89 1716 Unknown_9
0,10 0,10 0,13
90 1720 Unknown_10
0,25 0,20 0,26
91 1730 Hydroxy
sesquiterpene_7 0,34 0,31
0,37 92 1735
Unknown_11 0,16 0,21
0,23 93 1740
Unknown_12 0,07 0,19
0,12 94 1744
Unknown_13 0,03 0,04
95 1747 Unknown_14
0,05 0,04 0,04
96 1752 Unknown_15
0,10 0,08 0,10
97 1759 Unknown_16
0,04 0,06 0,06
98 1772 Hydroxy
sesquiterpene_8 0,10 0,11
0,13 99 1778
1756 Aristolone
0,21 0,27 0,27
100 1784 Unknown_17
0,07 0,06 0,07
101 1797 Unknown_18
0,04 0,05 0,05
102 1800 Unknown_19
0,03 0,04 0,04
103 1809 Unknown_20
0,04 0,06 0,07
104 1814 1800
Nootkatone 0,06 0,06
0,07 36
37 105 1829
Hexahydrofarnesyl acetone 0,06 0,08
0,10 106 1905
3-Methyl-2-3,7,11-trimethyldodecyl furan 0,01 0,01
0,01 107 1931
1944 Isophytol
0,00 0,00 0,01
108 2000 1949
Phytol 0,13 0,17
0,28 Keterangan: Sumber LRI Adams 1996, Su, et.al 2006, Yang, et.al 2010, Zhannan, et.al 2008
37
38
2. Analisis Data Komponen Volatil
Identifikasi komponen volatil nilam akan dikelompokan berdasarkan komponen aroma yang mewakili dengan menggunakan Principal Component Analysis PCA, dan
biplot melalui software MINITAB 16. Software tersebut dapat mengelompokkan 108 komponen aroma minyak nilam yang terdeteksi, namun untuk memudahkan dalam
menginterpretasikan data yang diperoleh digunakan data identifikasi komponen aroma minyak nilam dengan luas area minimal sebesar 5. Sebanyak 23 komponen aroma minyak
nilam diolah menggunakan PCA. Pengelompokan menggunakan PCA merupakan pengelompokan berdasarkan
keragaman data yang menghasilkan grafik scree plot, score plot, loading plot, dan biplot. Berdasarkan nilai eigen yang dihasilkan, komponen yang dapat diambil sebanyak dua buah
karena terdapat dua buah komponen yang memiliki nilai eigen lebih dari satu. Hal yang serupa juga terlihat pada grafik scree plot. Grafik scree plot komponen volatil minyak nilam
pada Lampiran 27 menunjukkan komponen yang harus diambil berjumlah dua komponen karena terdapat dua titik pada grafik sebelum grafik menunjukkan kecenderungan linier.
Komponen utama yag dapat diambil dengan melihat nilai kumulatifnya berjumlah dua komponen karena terdapat dua komponen, yakni komponen utama satu dan komponen
utama dua yang telah memiliki nilai kumulatif lebih dari 70. Nilai eigen dan persentase ragam kumulatif komponen volatil minyak nilam dapat dilihat pada Tabel 13. Hasil PCA
mempu menjelaskan 100 dari total keragaman yang ada dengan proporsi 66,4 untuk komponen utama satu dan 33,6 untuk komponen utama dua.
Tabel 13. Nilai Eigen dan Persentase Ragam Kumulatif Komponen Volatil Minyak Nilam PC1 PC2 PC3
Eigenvalue 15,271 7,729 0,000
Proportion 0,664 0,336 0,000
Cumulative 0,664 1,000 1,000 Gambar score plot memberikan informasi mengenai komponen utama satu dan
komponen utama dua yang menerangkan hubungan antarsampel. Sampel yang diplotkan dalam satu kuadran mempunyai deskripsi yang sama sedangkan sampel yang berada pada
lokasi kuadran yang berlawanan mempunyai deskripsi yang berbeda. Dari gambar score plot komponen volatil minyak nilam pada Lampiran 28 dapat dilihat bahwa Minyak Nilam
Varietas Lhoksumawe, Sidikalang, dan Tapaktuan terletak pada kuadran yang berbeda-beda sehingga ketiga sampel tersebut cenderung tersusun atas komponen volatil yang berbeda
pula. Gambar loading plot pada Lampiran 29 memberikan informasi mengenai hubungan antaravariabel komponen volatil. Atribut yang memiliki nilai keragaman yang kecil
digambarkan sebagai vektor yang pendek sedangkan atribut yang memiliki nilai keragaman yang besar digambarkan sebagai vektor yang panjang. Dari loading plot tersebut, secara
visual dapat dilihat bahwa semua komponen memiliki garis yang hampir sama panjang yang artinya intensitas atribut tersebut memiliki keragaman yang hampir sama pada ketiga
sampel. Loading plot juga memberikan informasi mengenai hubungan antaratribut. Atribut yang digambarkan pada kuadran atau daerah yang sama memilliki korelasi positif. Contoh
atribut aroma yang memiliki korelasi positif, antara lain ß-elemene dan α-selinene, α-
patchoulene dan α-patchoulene, patchouli alcohol dan hydroxy sesquiterpene_1, serta allo-
aromadendrene dan thujopsene. Di sisi lain, atribut yang digambarkan dalam kuadran yang
39 berbeda memiliki korelasi negatif, contohnya germacrene B dan isoaromadedrene epoxide,
α-selinene dan patchouli alcohol, patchouli alcohol dan allo-aromadendrene, seychellene dan ß-caryophyllene.
Grafik score plot yang digabungkan dengan loading plot akan menghasilkan grafik biplot. Grafik biplot atribut komponen volatil dapat dilihat pada Gambar 16.
5 4
3 2
1 -1
-2 -3
-4 3
2 1
-1 -2
-3
First Component 66.4 S
e c
o n
d C
o m
p o
n e
n t
3 3
.6
Unk now n_7 Patchouli alcohol
Hy droxy sesquiterpene_2 Hy droxy sesquiterpene_1
I soaromadendrene epoxide Oxy genated sesquiterpene_8
Cary ophy llene oxide Spathulenol
Germacrene B a-Bulnesene
a-Selinene
ß-Selinene allo-aromadendrene
Sey chellene Sesquiterpene_2
a-Patchoulene a-Humulene
Sesquiterpene_1 a-Guaiene
ß-Cary ophy llene Thujopsene
ß-Elemene
ß-Patchoulene
Sidikalang Lhoksumawe
Tapaktuan
Gambar 16. Biplot Komponen Volatil Minyak Nilam Grafik ini memberikan informasi hubungan antara sampel dengan komponen
volatilnya. Dilihat dari kuadran komponen satu positif-komponen dua negatif, minyak nilam varietas Tapaktuan dikelompokkan berdasarkan komponen volatil patchouli alcohol,
hydroxy sesquiterpene_1, dan unknown_7. Dilihat dari kuadran komponen satu negatif- komponen dua postif, minyak nilam varietas Sidikalang dikelompokkan berdasarkan
komponen volatil -gurjunene, allo-aromadendrene, seychellene, thujopsene, spathulenol, caryophyllene oxide, sesquiterpene_1, dan hydroxy sesquiterpene_2. Kuadran satu negatif-
kuadran dua negatif memperlihatkan minyak nilam varietas Lhoksumawe dikelompokkan berdasarkan komponen
α-patchoulene, ß-selinene, ß-patchoulene, α-humulene, α-bulnesene, α-guaiene, ß-caryophyllene, dan germacrene B. Sementara itu, dilihat dari kuadran satu
positif-kuadran dua positif komponen α-selinene, isoaromadendrene epoxide,
sesquiterpene_2, dan hydroxy sesquiterpene_8 tidak masuk ke dalam kelompok pada ketiga varietas minyak nilam.
Pengelompokkan yang terjadi menunjukkan bahwa ketiga sampel varietas minyak nilam memiliki karakter komponen aroma volatil yang hampir sama. Apabila dibuat
diagram batang dari sepuluh komponen dengan persentase area relatif terbesar, dapat terlihat kedekatan persentase area relatif dari sampel yang diujikan. Berdasarkan diagram batang
yang dihasilkan, dapat terlihat bahwa komponen volatil pada ketiga sampel memiliki
int uta
G
ya alc
dim 2
alc ad
D. KOR
minyak kompo
memili terjadi
deskrip dengan
mengg volatil
10 aro dipeng
0,5. persam
tensitas yang ama tersebut d
Gambar 17. Pe Salah s
ang terkandun cohol terting
miliki oleh mi 006 yang me
cohol tiga var dalah Tapaktua
RELASI HA
Analisis se k nilam sam
onen volatil t iki intensitas
akibat peng psi aroma yan
Analisis lan n komponen
gunakan PLS sedangkan va
oma dan 23 k garuhi oleh 23
Hasil analisis maan regresi se
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
30.00 35.00
hampir sam dapat dilihat p
ersentase Area satu faktor pe
ng. Berdasark ggi dihasilkan
inyak nnilam elakukan pene
rietas minyak an 33,21,
ASIL SENS
ensori deskrip mpel memilik
iga varietas m yang hampir
garuh perbeda ng berbeda.
njut untuk me volatil hasil
Partial Least ariabel deskrip
komponen vo 3 komponen v
s PLS aroma t ebagai berikut
ma besar namu pada Gambar
a Relatif Komp enentu kualita
an diagram b n oleh minya
varietas Lhok elitian minyak
nilam mulai Sidikalang 32
SORI NILA
psi aroma m ki deskripsi y
minyak nilam sama pada k
aan yang kec emperjelas hu
l GC-MS p t Square Regr
psi aroma seb olatil minyak
volatil minyak terhadap kom
t: un berbeda. D
17.
ponen Utama as minyak nil
batang pada G ak nilam vari
ksumawe. Has k nilam dan me
dari yang tert 2,95, Lhok
AM DAN G
inyak nilam yang berbeda
m dengan GC komponen yan
cil dari komp ubungan antar
ada minyak ression. Varia
bagai matriks nilam. Hasil
k nilam deng mponen volatil
Diagram bata
Minyak Nilam lam adalah k
Gambar 17 te ietas tapaktua
sil yang sama engemukakan
tinggi hingga ksumawe 32,6
GC-MS
menyatakan a-beda. Nam
C-MS terlihat ng dihasilkan.
ponen volatil ra deskripsi a
nilam, diperl abel X diguna
Y. Analisis P l analisis PL
gan persentase l yang membe
ang sepuluh k
m Hasil GC-M kadar patchou
erlihat bahwa an, sedangkan
juga diperole n bahwa kadar
terendah bert 63
bahwa ketig mun, berdasar
bahwa ketig . Hal tersebut
le dapat men aroma analisi
lukan analisi akan sebagai k
PLS dilakukan LS untuk sem
e area relatif entuknya men
Lhoksu Sidikala
Tapaktu
40 komponen
MS uli alcohol
patchouli n terendah
h Nuryani r patchouli
turut-turut
a varietas rkan hasil
ga varietas t mungkin
nghasilkan is sensori
s statistik komponen
n terhadap mua aroma
lebih dari nghasilkan
mawe ang
uan
41 Aroma = -5,861 + 2,477 -patchoulene + 2,830 -elemene – 7,085 thujopsene + 0,798 -
caryophyllene + 0,640 α-guaiene – 1,174 sesquiterpene_1 + 9,754 α-humulene +
2,807 α-patchoulene + 9,327 sesquiterpene_2 – 6,688 seychellene – 3,807 allo-
aromadendrene + 9,312 -selinene + 5,324 α-selinene + 1,108 α-bulnesene + 1,689
germacrene B – 2,517 spathulenol – 2,346 caryophyllene oxide + 3,882 oxygenated sesquiterpene_8 + 5,408 isoaromadendrene epoxide + 0,043 hydroxy sesquiterpene_1
– 1,061 hydroxy sesquiterpene_2 – 0,416 patchouli alcohol – 1,987 unknown_7 R
2
= 0,975 MSE = 0,274
Konstanta yang terdapat pada persamaan yang membentuk aroma menunjukkan hubungan komponen-komponen volatil pembentuknya. Berdasarkan konstanta yang tertinggi
terlihat bahwa aroma yang paling mempengaruhi pembentukan aroma pada minyak nilam adalah -gurjunene + dan unknown_1 -. Walaupun demikian, perlu diketahui bahwa pembentukan
aroma minyak nilam juga dipengaruhi oleh konsentrasi komponen volatil yang menyusunnya dan threshold masing-masing aroma.
Koefisen determinasi R
2
yang terdapat pada persamaan yang membentuk aroma menunjukkan kontribusi komponen-komponen volatil pembentuknya. Koefisien ini dinyatakan
dalam , yang menyatakan kontribusi regresi secara fisik adalah akibat prediktor terhadap variasi total variabel respon, yaitu Y. Makin besar nilai R
2
, makin besar pula kontribusi atau peranan prediktor terhadap variasi respon Winahju, 2011. Berdasarkan nilai koefisien
determinasi dari persamaan yang terbentuk, terlihat bahwa tiap-tiap komponen volatil memiliki kontribusi yang tinggi dalam pembentukan aroma. Sementara itu, nilai MSE merupakan rata-rata
selisih kuadrat antara nilai yang diramalkan dan diamati. Nilai MSE yang dihasilkan dari persamaan ini cukup kecil 27,4 sehingga peramalan yang dihasilkan dapat dikatakan cukup
baik.
E. FRAKSINASI KROMATOGRAFI KOLOM