KAWALU TAMANSARI
INDIHIANG
CIBEU REUM MANGKUBUMI
CIPEDES TAWANG
CIHID EUNG
1 8 5 0 0 0
1 8 5 0 0 0 1 9 0 0 0 0
1 9 0 0 0 0 1 9 5 0 0 0
1 9 5 0 0 0 2 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 9
1 8 0 0
9 1
8 9
1 8 5
0 0 9
1 8
5 9
1 9 0 0
0 0 9
1 9
9 1 9
5 0 0 0
9 1
9 5
PETA PENYIMPANGAN PENGGUNAAN LAHAN
KOTA TASIKMALAYA PROPINSI JAWA BARAT
N E
W S
Bentuk Penyimpangan RTRW : hutan exist: mukim
RTRW: T PU, exist: mukim RTRW: industr i, exist: mukim
RTRW: industr i, exist: sawah RTRW: kntor , exist: gudang
RTRW: ptanian lhn bsh, exist: mukim RTRW: semp sutet, exist: mukim
RTRW:lhn kering, exist: mukim Batas Kecamatan
1 1
2 Km
SUMBER : 1. Peta RT RW Kota T asi kmalaya Tahun 2 004 -201 4
2. Peta Batas Administrasi Kota Ta sikmalaya 3. Hasi l pengecekan ke lapangan
PS. ILMU PERE NCANAAN WILAY AH INSTITUT PERTANIA N BOGOR
TAHUN 2008
Indek P eta
LEG ENDA
Ganbar 7. Peta Penyimpangan dari RTRW Kota Tasikmalaya
Perubahan penggunaan lahan disebabkan karena terdesak kebutuhan ruang sejalan dengan pertambahan penduduk yang terus meningkat di Kota
Tasikmalaya. Pertumbuhan penduduk mencapai 2,95 per-tahun BPS, 2006 menyebabkan terjadinya peningkatan pada kegiatan ekonomi, terutama pada
sektor Jasa, Perkantoran, Industri dan Perdagangan. Persaingan dalam pemanfaatan ruang mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan guna
memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal ataupun untuk tempat usaha dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara lahan yang tersedia sifatnya terbatas,
pada akhirnya mendorong orang untuk membuka lahan baru, terutama pada areal pertanian. Hal ini banyak terjadi pada kecamatan-kecamatan yang mempunyai
lahan pertanian cukup luas, misalnya kecamatan Indihiang, Kawalu, Cibeureum dan Mangkubumi.
5.4. Kondisi Fisik Wilayah Penyimpangan Pertanian lahan basah menjadi permukiman
seluas 841,08 ha. Penyimpangan terbesar terjadi di kecamatan-kecamatan Indihiang, Mangkubumi,
Kawalu dan Cibeureum, mengingat di kecamatan tersebut luas penggunaan lahan sawah cukup besar. Di kecamatan Cihideung tidak terjadi penyimpangan
penggunaan lahan sawah, karena kedudukannya sebagai pusat kota sangat padat dan luas penggunaan lahan basah semakin berkurang, sehingga tidak
memungkinkan lagi untuk dikembangkan menjadi permukiman-permukiman baru. Selain itu, penyimpangan penggunaan lahan pertanian sawah menjadi
permukiman mengindikasikan lemahnya lembaga perijinan, sehingga banyak berdiri bangunan di areal yang seharusnya untuk penggunaan lahan pertanian.
Permukiman berada pada lahan sawah dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Penyimpangan lahan basah menjadi permukiman.
Hasil temuan dilokasi penyimpangan menunjukkan tingkat pendidikan rendah, pendapatan rata-rata endah, pekerjaan sebagai petani dan buruh,
kepemilikan lahan rata-rata milik sendiri atau tanah warisan. Pengetahuan masyarakat tentang RTRW sangat rendah disebabkan kurangnya sosialisasi dari
pemerintah.
Pertanian lahan kering menjadi permukiman seluas 288,57 ha, terjadi di
kecamatan Indihiang, Kawalu, Mangkubumi, Tamansari dan Cibeureum. Penyimpangan yang terbesar terjadi di kecamatan Tamansari sebesar 154,39 ha,
mengingat di kecamatan Tamansari penggunaan lahan kering berupa kebun campuran masih cukup luas. Penyimpangan terkecil berada di kecamatan
Cibeureum seluas 4,37 ha. Penggunaan lahan kering menjadi permukiman, diantaranya telah dibangunnya perumahan real eastate oleh pengembang dengan
perijinan yang legal dan perumahan tradisional yang terbentuk karena kepemilikan lahan. Hasil temuan dilapangan menunjukkan tingkat pendidikan
renbah, pendapatan rata-rata rendah, pekerjaan sebagai petani dan buruh. Kepemilikan lahan adalah milik sendiri dan pengetahuan tentang tata ruang sangat
rendah tidak tahu. Contoh penyimpangan penggunaan pertanian lahan kering menjadi pemukiman dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Penyimpangan lahan kering menjadi permukiman.
Permukiman berada di bawah jalur SUTET, tersebar sepanjang jalur
SUTET dan melewati kecamatan-kecamatan Indihiang, Kawalu, Mangkubumi, Tamansari, Tawang dan Cibeureum. Penyimpangan yang terbesar terjadi di
kecamatan Mangkubumi sebesar 17,461 ha dan terkecil di kecamatan Cihideung seluas 2,828 ha. Hasil pengamatan di lapangan permukiman sudah ada sebelum
jalur SUTET dibuat dan dibangun, sebagian sudah dibebaskan karena pembebasan lahan belum menyeluruh dan masyarakat kurang peduli terhadap
pelanggaran tersebut. Tingkat pendidikan rendah, pendapatan rendah dan pekerjaan rata-rata sebagai buruh serta pengetahuan masyarakat mengenai
RTRW sangat rendah. Karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah kota.
Permukiman berada di kawasan perdagangan seluas 359,10 ha, dan
tersebar di kecamatan Indihiang, Kawalu, Mangkubumi, Cipedes, Tamansari, Tawang dan Cibeureum. Penyimpangan yang terbesar terjadi di kecamatan
Mangkubumi sebesar 13,868 ha. Kawasan Perdagangan yang ditetapkan dalam RTRW disepanjang koridor jalan utama dan jalan kolektor. Hal tersebut terjadi
disebabkan lokasi yang diperuntukan kawasan perdagangan, ternyata yang berkembang permukiman karena kebutuhan akan tempat tinggal lebih mendesak
sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Hasil kuesioner menunjukkan tingkat pendidikan rendah, pendapatan masyarakat rendah dan
pengetahuan masyarakat mengenai RTRW sangat kurang, sehingga lahan tersebut tidak digunakan sebagaimana fungsinya yang ditetepkan dalam RTRW.
Permukiman berada di kawasan TPU seluas 13,11 ha , terjadi di
kecamatan Kawalu, Tamansari dan Tawang. Penyimpangan terbesar terjadi di kecamatan Tawang sebesar 8,03 ha. Hasil temuan dilapangan, permukiman
sebagian sudah ada pada saat penetapan TPU dalam RTRW. Permukiman berkembang turun-temurun, karena kepemilikan tanah sendiri dan tanah warisan.
Permukiman berada di kawasan Peruntukan Industri dalam RTRW
seluas 4,1 ha, terjadi di kecamatan Kawalu dan Cihideung. Penyimpangan terbesar di kecamatan Cihideung, luasnya mencapai 3,97 ha. Hasil temuan dilapangan,
dalam RTRW telah ditetapkan kawasan Industri, tetapi Pemukiman sudah berkembang lebih dulu bahkan bercampur dengan home industry kerajinan
anyaman dan bordir, sehingga yang lebih dominan berkembang adalah pemukiman.
Kawasan Industri mwnjadi lahan Sawah menjadi terjadi di kecamatan
Mangkubumi luasnya mencapai 1,55 ha dan Cihideung. Hasil temuan di lapangan tidak terjadi penyimpangan yang sebenarnya, karena kawasan industri yang
ditetapkan dalam RTRW belum seluruhnya terjadi sebagian masih berupa sawah.
Permukiman berada di kawasan Hutan terjadi di kecamatan Kawalu
tepatnya di kelurahan Urug, luasnya mencapai 3,967 ha. Pemukiman penduduk menyebar di sekitar kawasan Hutan. Pada umumnya penduduk yang tinggal
sekitar hutan adalah petani penggarap tanaman tumpang sari di kawasan Hutan yang berkembang turun-temurun. Pendidikan dan penghasilan rata-rata rendah.
Pekerjaan sebagai petani penggarap dan buruh. Pengetahuan masyarakat mengenai RTRW sangat rendah dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah kota
mengenai rencana tata ruang. Penyimpangan penggunaan lahan di kawasan Hutan mengindikasikan lemahnya pengawasan dan manjemen dari pengelolaan kawasan
Hutan yang ditetapkan dalam RTRW sebagai kawasan lindung. Penyimpangan sebagian kawasan Hutan menjadi permukiman dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar10. Lahan Hutan menjadi sebagian permukiman.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan terhadap penggunaan lahan yang tidak sejalan dengan RTRW 2004-2014 secara umum dibagi dalam tiga kategori
penyimpangan, yaitu sebagai berikut: 1. Terjadi penyimpangan dari RTRW 2004-2014, karena belum diperbaruinya
batas untuk berbagai penggunaan lahan pada RTRW yang baru, padahal penggunaan lahan tersebut merupakan existing condition, yang sudah ada sejak
sebelum berlakunyaditetapkannya RTRW 2004-2014. Penyimpangan tersebut bukan merupakan pelanggaran batas-batas RTRW, me lainkan terjadi karena
belum terealisasinya penggunaan lahan tersebut. 2. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW yang merupakan
penyimpangan sebenarnya berupa pelanggaran terhadap batas-batas penggunaan lahan yang sudah ditetapkan dalam RTRW. Hal ini dapat
disebabkan karena terdesak kebutuhan lahan sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan karena nilai lahan yang cukup tinggi, menyebabkan
terjadinya konversi lahan. 3. Penyimpangan yang terjadi karena teknis pemetaan, yaitu oleh karena
perbedaan koreksi geometris, dan perbedaan skala peta yang digunakan. pada RTRW 2004-2014 skala peta yang digunakan belum detil 1:50.000, sehingga
ketika proses overlay dengan peta land use 1 : 100.000 ditemui beberapa jenis penggunaan lahan poligon yang sebenarnya tidak terjadi di lapangan.
Hal ini dilakukan koreksi geometris terhadap poligon-poligon kecil digeneralisasi kedalam poligon yang lebih besar.
Penyimpangan penggunaan lahan yang sebenarnya terjadi adalah sebagai berikut, dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Distribusi Penyimpangan sebenarnya hasil koreksi
No Penyimpangan
Luas Penyimpangan ha
1 Pemukiman pada areal Hutan
3,96 0,02
2 Lahan basah menjadi pemukiman
841,08 4,96
3 Pemukiman pada sempadan sutet
69,06 0.59
4 Lahan kering menjadi pemukiman
288,57 2,35
5 Permukiman pada TPU
13,11 0,07
Jumlah 1.215,78
7,08
Luas penyimpangan sebesar 7,08 dari luas wilayah Kota Tasikmalaya pada Tabel 19 adalah merupakan penyimpangan sebenarnya yang harus menjadi
pertimbangan dalam penyusunan RTRW yang akan datang, karena merupakan pelanggaran pada batas-batas penggunaan lahan yang ditetapkan dalam RTRW
2004-2014. Penyimpangan tersebut berupa lahan pertanian lahan basah dan lahan kering, areal Hutan dan TPU. Pemukiman di bawah SUTET merupakan
pelanggaran pada batas sempadan, karenanya harus ditertibkan atau direlokasi.
5.5. Faktor yang Mempengaruhi Penyimpangan Penggunaan Lahan