Penyimpangan penggunaan lahan yang sebenarnya terjadi adalah sebagai berikut, dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19.  Distribusi Penyimpangan sebenarnya  hasil koreksi
No Penyimpangan
Luas Penyimpangan ha
1 Pemukiman  pada areal Hutan
3,96 0,02
2 Lahan basah menjadi pemukiman
841,08 4,96
3 Pemukiman pada sempadan sutet
69,06 0.59
4 Lahan kering menjadi pemukiman
288,57 2,35
5 Permukiman pada TPU
13,11 0,07
Jumlah 1.215,78
7,08
Luas penyimpangan sebesar 7,08 dari luas wilayah Kota Tasikmalaya pada Tabel 19 adalah merupakan penyimpangan sebenarnya yang harus menjadi
pertimbangan dalam penyusunan RTRW yang akan datang, karena merupakan pelanggaran pada batas-batas penggunaan lahan yang ditetapkan dalam RTRW
2004-2014.  Penyimpangan tersebut berupa lahan pertanian  lahan basah dan lahan kering, areal Hutan dan  TPU. Pemukiman di bawah SUTET merupakan
pelanggaran pada batas sempadan, karenanya harus ditertibkan atau direlokasi.
5.5.  Faktor yang Mempengaruhi Penyimpangan Penggunaan Lahan
Faktor yang diduga mempengaruhi penyimpangan dari data Potensi Desa Kota Tasikmalaya Tahun 2006, menunjukan bahwa dari 81 variabel asal yang
terkoleksi diperoleh kelompok data baru sebanyak 15 variabel dasar, yaitu variabel- variabel dasar tersebut  mengandung informasi setara dengan informasi
yang terkandung dalam satu variabel asal. Nilai eigenvalues dari scree plot yang diperoleh dari hasil pengolahan PCA dengan menggunakan software statistika
6.0, terlihat bahwa hasil grafik yang lebih curam yang ditentukan oleh titik yang berada di atas nilai 1 terdapat 4 titik, yang artinya terdapat 4 faktor  terpilih yang
memenuhi syarat     70 diduga sebagai penentu penyimpangan dari RTRW. Nilai prosentase total komulatif  eigenvalue  yang dihasilkan dari analisis PCA
adalah sebesar 95,78 yang artinya, bahwa ke-4 faktor tersebut dapat menerangkan 95,78 keragaman data awal 15 variabel yang  terkoleksi menjadi
12 variabel yang berpengaruh terhadap penyimpangan.  Hasil proses PCA dapat dilihat pada Tabel 20  Eigenvalues dan Tabel 21 adalah faktor  loading  yang
memiliki bobot dalam setiap variabel yang dikandungnya. Tabel 20. Eigenvalues Hasil PCA
Eigenvalues Extraction: Principal components
Eigenvalue Total
Cumulative Cumulative
variance Eigenvalue
1 3,846383
38,46 3,846383
38,46 2
2,961912 29,62
6,808295 68,08
3 1,747986
17,48 8,556281
85,56 4
1,022298 10,22
9,267579 95,78
Sumber data: Hasil Olahan Tabel 21. Nilai Faktor Loading Variabel Penentu Penyimpangan  dari  RTRW
Factor Loadings Varimax normalized podes kota tasik terbaru
Extraction: Principal components Marked loadings are  .700000
variabel faktor 1
faktor 2 faktor 3
faktor 4
Kepadatan Penduduk -0.770468
-0.316913 -0.311063
0.024373 jumlah petani
0.102329 0.795604
0.120562 -0.005750
jml rmh prmk kmh -0.781097
-0.150584 -0.256820
0.300366 jml kelg pmk kumuh
-0.797499 -0.105422
0.079783 0.340180
jml kelg  di sektr bantaran -0.187941
-0.087884 -0.953715
0.065327 jml bang rmh di sekitr bantaran
-0.138802 -0.078343
-0.968555 0.067976
luas lahan sawah 0.810205
0.079000 0.153785
0.350232 luas lhn swh yang diusahakan
0.735249 -0.223986
0.045269 0.348765
luas lahn bukan sawah 0.088951
0.950859 0.020913
0.038042 luas lahan pertanian
0.036280 0.914786
0.049375 -0.186016
luas lahan utk non pertanian 0.122789
0.131951 -0.157843
0.759072
jrk desa. ke pst Kota 0.142068
0.260888 -0.018279
-0.710764
Expl.Var 3.146310
2.663921 2.085110
1.577180 Prp.Totl
0.262192 0.221993
0.173759 0.131432
Sumber:  Hasil Olahan PCA
Berdasarkan Tabel 21 dapat dijelaskan,  hasil olahan PCA  ada 4 faktor yang diduga berpengaruh terhadap penyimpangan  penggunaan  lahan adalah  sebagai
berikut: •
Faktor ke-1 yang paling berpengaruh terhadap penyimpangan penggunaan
lahan, yaitu kepadatan penduduk, jumlah rumah  dan keluarga dipemukiman kumuh,  luas lahan sawah dan  lahan yang diusahakan. Hal
tersebut menunjukkan hubungan  kepadatan penduduk dimana tingginya
kepadatan penduduk akan diikuti oleh tingginya pemukiman kumuh serta luas lahan sawah akan berpengaruh terhadap luas ladang yang diusahakan.
Hal ini berarti dengan  bertambahnya  jumlah penduduk  dipermukiman kumuh  akan  bertambah pula penggunaan  lahan  untuk  pemukiman  dan
fasilitas pendukungnya, sehingga    mendorong terjadinya penyimpangan dari  RTRW.
•
Faktor 2  yang  berpengaruh adah luas lahan sawah dan luas ladang yang
diusahakan. Hal tersebut menunjukkan hubungan penggunaan lahan, dimana meningkatnya luas lahan sawah sejalan dengan meningkatnya luas
lahan sawah pengairan yang diusahakan. •
Faktor  ke-  3  yang berpengaruh terhadap penyimpangan adalah jumlah
keluarga dan jumlah rumah di sekitar Bantaran, yaitu menunjukkan hubungan penggunaan lahan, dimana menurunnya jumlah keluarga di
sekitar bantaran mengakibatkan menurun pula bangunan-bangunan di sekitar bantaran. Penggunaan lahan sisekitar bantaran merupakan
pelanggaran garis sempadan Sungai yang selanjutnya diduga berpengaruh terhadap penyimpangan, karena menurunnya luas lahan pertaninan
disebabkan penggunaan lahan untuk permukiman, sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan luas ladang lahan pertanian yang diusahakan.
•
Faktor ke- 4  yang berpengaruh terhadap penyimpangan adalah luas lahan
non pertanian dan jarak desa ke pusat kota. Hal tersebut menunjukkan semakin besar luas lahan non pertanian akan semakin mendekati pusat
kota, dimana setiap pembangunan cenderung mendekati pusat-pusat kota.
Tabel  22. Hasil pengolahan Regresi untuk penyimpangan penggunaan lahan. Regression Summary for Dependent Variable: PENYIMPANGAN R= .13431085
R²= .01803940 Adjusted R²= ----- F4,64=.29393 p.88087 Std.Error of estimate: 54.709
Sumber: Hasil olahan
Hasil  diatas  menunjukan bahwa:  kepadatan penduduk F1 mengakibatkan terjadinya peningkatan luas  lahan  permukiman. Bertambahnya jumlah keluarga di
permukiman kumuh, akan bertambah pula bangunan disekitarnya. Bertambahnya luas lahan sawah sejalan dengan luas lahan yang diusahakan.  Hal ini berarti
dengan  bertambahnya  jumlah penduduk akan mendorong  terjadinya berbagai penyimpangan.  Demikian juga  yang dipengaruhi oleh faktor 2 adalah  luas lahan
sawah akan berpengaruh terhadap pertambahan luas lahan bukan sawah terbangun dalam memenuhi kebutuhan ruang. Faktor yang ke 3 adalah bangunan
di sekitar Bantaran, jika terus meningkat maka penyimpangan akan terus bertambah. Faktor ke 4 adalah pengaruh jarak ke pusat Kota cenderung terjadinya
penyimpangan, dimana permukiman berkembang selalu mendekati  lokasi kerjapusat Kota.
Pada Tabel 22, selanjutnya dilakukan analisis untuk mengkorelasikan secara langs ung variabel penentu penyimpangan dengan proporsi luas penyimpangan
dari RTRW. Hasil regresi luas penyimpangan penggunaan lahan disajikan  berikut ini :
Y = 34,4874  +  5,85846 X
1
– 1,24941  X
2
+  3,92446 X
3
-  0,68311 X
4
Dimana : Y = luas penyimpangan X1 =  Faktor 1 Kepadatan penduduk
X2 =  Faktor 2 lahan pertanian
N = 69 Beta
Std.Err. B
Std.Err. t64
p- level
Intercept 34.4874
6.586178  5.236329 0.000002
Factor 1
0.109380  0.123867 5.85846
6.634433  0.883039 0.380520
Factor 2
-0.023327 0.123867 -1.24941
6.634427  -0.188323  0.851219
Factor 3
0.073271  0.123867 3.92446
6.634428  0.591529 0.556250
Factor 4
-0.012754 0.123867 -0.68311
6.634425  -0.102965  0.918313
X3 =  Faktor 3 bangunan di bantaran sungai X4 =  Faktor 4 jarak ke pusat kota
Faktor yang mempengaruhi penyimpangan  berdasarkan hasil wawancara dan kondisi lapangan:
Kondisi sosial ekonomi masyarakat  di lapangan,   hasil wawancara dan kuesioner  secara purposive sampling dengan masyarakat di lokasi penyimpangan
adalah sebagai berikut: 1 Tingkat pendidikan  masyarakat rata-rata rendah
2 Pekerjaan  sebagai petani, buruh dan pengangguran 3 Kepemilikan tanah, sebagian besar adalah  lahan sendiri dan warisan.
4 Pengetahuan masyarakat mengenai rencana tata ruang sangat rendah. 5 Kurang sosialisasi dari pemerintah pada masyarakat mengenai RTRW.
Penyimpangan penggunaan lahan perkotaan tidak lepas dari faktor perilaku serta latar belakang masyarakat yang menempatinya, misalnya tumbuhnya
permukiman kumuh dan bangunan sekitar bantaran atau terbentuknya ruang-ruang hunian sederhana  atau kumuh  dibagian kota yang sebenarnya terlarang untuk
menjadi tempat tinggal. Hal ini  memperlihatkan ciri-ciri perilaku penghuninya dalam penggunaan lahan, yaitu sebagai berikut:
1.  Tingkat pendidikan  masyarakat yang  rendah  membuat orang cenderung untuk melangga r aturan. Bagi masyarakat yang berpendidikan cara penggunaan lahan
yang menyimpang mengandung resiko. Dengan demikian  dapat dikatakan seseorang yang memiliki pendidikan tinggi memiliki pengetahuan untuk tidak
menggunakan lahan yang tidak syah. Pengetahuan  dalam menentukan keputusan untuk bertindak atau memilih suatu resiko didasarkan pada
pandangan  rational choice.  Sastraprateja 1993 mengemukakan bahwa pengetahuan menghasilkan nilai untuk menentukan atau memilih.
2. Pekerjaan dan pendapatan merupakan faktor yang mempengaruhi keputusan untuk menempati lahan, misalnya masyarakat yang berpenghasilan rendah
cenderung untuk mengabaikan faktor legal dalam memiliki tanah karena keterbatasan biaya, sehingga mempunyai keterbatasan dalam melakukan
investasi pembelian lahan yang dapat dijadikan tempat tinggal.
3.  Kepemilikan  lahan sebagian besar lahan sendiri dan warisan di lokasi penyimpangan dapat mendorong terjadinya penyimpangan penggunaan lahan.
Pada lahan tersebut dapat dengan mudah berpindah tangankepemilikan, karena terdesak kebutuhan dan nilai ekonomis lahan cukup tinggi. Sehingga sulit
untuk mencegah terjadinya konversi lahan. 4.  Pengetahuan masyarakat  yang  rendah  mengenai rencana tata ruang  dapat
menyebabkan orang tidak menyadari bahwa telah menempati  tempat yang salah atau tidak sesuai.
5.  Kurang sosialisasi dari pemerintah pada masyarakat    mengenai RTRW menyebabkan masyarakat tidak tahu rencana apa yang akan dibangun di lokasi
tempat tinggalnya. Namun demikian ada usaha pemerintah  Kota untuk menertibkan atau meminimalkan berbagai penyimpangan yang terjadi, yaitu
menertibkanmerelokasi hunian tempat-tempat kumuh, mempertahankan kawasan resapan air yang dimiliki penduduk di kecamatan Tawang.
Pertumbuhan Industri rumahan di Kota Tasikmalaya, berupa  Kerajinan Tangan dan Bordir cukup pesat sejalan dengan visi  Kota Tasikmalaya dalam
RTRW 2004-2014 sebagai pusat Perdagangan dan Industri termaju di wilayah Priangan Timur. Hal tersebut  membawa konsekwensi logis terhadap datangnya
tenaga kerja dari luar Kota Tasikmalaya. Persoalan muncul dalam hal mengimplementasikan RTRW Kota Tasikmalaya dalam mengakomodasi
dinamika perkembangan pemanfaatan ruang. Penurunan luas Hutan sejalan dengan tumbuhnya pemukiman di areal Hutan yang dihuni sebagian besar oleh
petani  penggarap tanaman Tumpang sari, demikian juga penurunan luas lahan pertanian karena bertambahterdesak  kebutuhan  akan  permukiman
5.6.  Arahan Penyusunan RTRW  Kota Tasikmalaya  yang baru