UNGGAS LAHAN BASAH Investigation of Avian Influenza Virus on Birds in Pramuka Bird Market, Jakarta.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Virus Influenza A

Virus influenza penyebab penyakit flu adalah virus anggota famili Orthomyxoviridae Boyce et al. 2009. Famili Orthomyxoviridae terdiri atas lima genus yaitu Influenzavirus A, Influenzavirus B, Influenzavirus C, Thogotovirus, dan Isavirus Alexander 2007. Hanya Influenzavirus A yang dapat menginfeksi unggas. Virus influenza merupakan virus RNA utas tunggal dan memiliki nukleokapsid yang berbentuk heliks dengan dibungkus oleh selubung envelope lipoprotein. Bentuk dan ukuran virus influenza bersifat pleiomorfik, berbentuk filamen atau sferoid bola dengan diameter 80-120 nm Harris et al. 2006. Protein permukaan virus influenza terdiri atas hemaglutinin HA, Neuramidase NA dan Matriks 2 M2 Kalthoff et al. 2009. Protein HA trimerisasi berfungsi sebagai protein reseptor dan pengikat yang mengenali terminal asam sialik sialic acid, SA tertentu pada permukaan sel spesies Kalthoff et al . 2009. Virus influenza A manusia memilih untuk terikat pada α- 2,6- linked sialic acids SA, sedangkan virus influenza avian pada α -2,3- linked SA Kalthoff et al. 2009. Protein NA berfungsi memotong ujung SA dari reseptor sel hospes sehingga progeni virion lepas dari sel. Protein M2 sekaligus berfungsi sebagai ion channel Susanti 2008. Pada bagian dalam, envelope dilapisi oleh protein Matriks 1 M1 yang mengelilingi delapan kompleks ribonukleoprotein RNP. Nukleoprotein NP merupakan protein yang menyelubungi setiap segmen RNA virus influenza A. Pada virion, RNP dibentuk dari RNA virus, monomer NP, dan tiga protein polymerase : polymerase basic protein 1 PB 1, polymerase basic protein 2 PB 2, dan polymerase acidic protein PA Noda et al. 2006 di dalam Kalthoff et al. 2009. Protein non struktural 1 NS 1 berfungsi meng ekspor mRNA virus dari nukleus, menghambat ekspor mRNA seluler, menghambat respon anti virus interferon IFN, dan menginduksi badai sitokin sitokines storm. Sedangkan protein non struktural 2 NS 2 berperan mengeluarkan kompleks RNP virus dari dalam inti Susanti 2008. Berdasarkan perbedaan antigenik pada nukleoprotein NP dan matriks M, virus influenza dibagi menjadi influenza tipe A, B dan C Payungporn et al. 2004. Struktur virus influenza A dan B tidak dapat dibedakan dengan menggunakan mikroskop elektron, keduanya memiliki delapan segmen gen RNA untai tunggal. Kedelapan segmen RNA bersama-sama dengan nukleoprotein membentuk ribonuleoprotein Munch et al. 2001. Virus influenza C memiliki tujuh segmen gen RNA, karena hanya memiliki satu glikoprotein permukaan, yakni hemaglutinin esterase fusion HEF, yang berfungsi sebagai pengikat reseptor H, esterase E dan fusi membrane F Whittaker 2001. Hanya virus influenza tipe A yang dapat menyebabkan infeksi secara alami pada unggas Alexander 2000, sedangkan virus influenza B dan C hampir selalu diisolasi dari manusia walaupun pernah juga diisolasi dari mamalia lain. Genom virus Influenza A terdiri dari 13,5 kb untai tunggal RNA negatif Gall et al. 2009, Boyce et al. 2009. Fragmen gen virus influenza A ada yang menyandi satu protein PB1, PB2, PA, NA, HA, NP ada yang lebih dari satu protein gen NS dan M Gambar 1. Gen matriks M bersifat sangat lestari conserved untuk semua HA dari semua regio geografis sehingga merupakan target deteksi virus AI secara global Hoffmann et al. 2009; Suarez et al. 2000. Selain itu, regio HA2 menjadi target regio untuk H5 dan H7 TaqMan rRT-PCR karena bersifat relatif lestari conserved Hoffmann et al. 2009. Gambar 1 Struktur dan segmen-segmen genom virus influenza A Webster 2001. Virus influenza A memiliki derajat genetik tinggi dan variasi antigen Gall et al. 2009. Virus ini dibagi ke dalam berbagai subtipe berdasarkan analisis serologis dan genetis glikoprotein hemaglutinin HA dan neuraminidase NA Alexander 2000, Lee et al. 2001. Sampai saat ini diketahui terdapat 17 subtipe HA HA1-HA17 dan 9 subtipe NA NA1-NA9. Unggas liar air merupakan reservoir alami untuk semua 16 hemaglutinin HA dan 9 neuraminidase NA subtipe virus influenza Alexander 2007, sedangkan manusia, babi, dan kuda terinfeksi oleh beberapa subtipe yang telah teradaptasi Gall et al. 2009. Pada tahun 2011, ditemukan subtipe HA terbaru yakni HA17 pada kelelawar- berpundak-kuning yellow-shouldered bat di Guatemala Tong et al. 2012.

2.2 Mutasi Virus AI

Virus RNA seperti influenza A tidak memiliki kemampuan proof reading selama replikasi sehingga mudah mengalami mutasi, baik pada unggas, manusia maupun spesies lain Boyce et al. 2009. Berbeda dengan 18 polimerasi DNA yang hanya mempunyai kesalahan 1 dari 10 9 nukleotidasiklus replikasi, kesalahan replikasi oleh enzim RdRp pada virus RNA adalah 1 dari 10 4 nukletidasiklus replikasi Webster et al. 1992. Menurut Chen dan Holmes 2006, virus influenza A memiliki tingkat mutasi yang tinggi yakni 1x10 -3 sampai dengan 8x10 -3 substitusisitustahun. Rasio kecepatan mutasi nonsinonim dan sinonim sangat penting untuk mempelajari mekanisme evolusi molekuler sekuen gen tertentu. Rasio kecepatan mutasi nonsinonimsinonim ω = d N d S atau disebut juga tekanan selektif, merupakan indikator tekanan seleksi pada level protein. Nilai ω=1 berarti seleksi netral, ω1 berarti terjadi seleksi pemurnian purifying selection dan ω1 berarti terjadi seleksi positif Susanti 2008. Analisis genom VAI subtipe H5N1 yang menginfeksi unggas dan manusia dari tahun 1997-2004 menunjukkan bahwa gen PB2, HA dan NS1 mengalami tekanan seleksi positif, sementara gen lainnya PA, PB1, M, NA, NS2, NP mengalami tekanan seleksi pemurnian Campitelli et al. 2006. Hal ini menunjukkan bahwa gen Matriks lebih banyak mengalami mutasi sinonim dibandingkan mutasi nonsinonim, sedangkan gen HA lebih banyak mengalami mutasi nonsinonim dibandingkan mutasi sinonim. Hal ini juga menunjukkan bahwa gen Matriks lebih conserved dibandingkan gen HA. Gen Matriks 1027 pasang basa mengkode protein matriks 1 M1 pada posisi nukleotida 26 -784 dan protein membran M2 pada posisi nuklotida 26-51 dan 740-1.007 Furuse et al. 2009. Tekanan selektif ω terhadap keseluruhan sekuens M adalah 0.13, sedangkan untuk M1 dan M2 adalah 0.06 dan 0.45 secara berturut-turut Furuse et al. 2009. Nilai ω yang lebih rendah pada M1 dibandingkan M2 menunjukkan bahwa protein Matriks lebih jarang mengalami mutasi dibandingkan M2 yang berperan sebagai ion channel. Tingkat evolusi kecepatan mutasi gen Matriks untuk virus AI dari garis keturunan Amerika Utara adalah 1.63 × 10 -4 substitusisitustahun, sedangkan virus AI dari garis keturunan Asia adalah 5.76 × 10 -4 substitusisitustahun Furuse et al. 2009. Kecepatan mutasi HA kira-kira 2x10 -3 nukleotidaposisireplikasi Webster et al. 1992, sedangkan menurut Bush et al. 1999, kecepatan substitusi nonsinonim gen HA 1 VAI subtipe H3 adalah sebesar 5,7 x 10 -3 situstahun. Kecepatan mutasi HA ini lebih tinggi dibandingkan NA Susanti 2008 dan M. Antigen permukaan yang dimiliki virus influenza dapat berubah secara periodik yang lebih dikenal dengan istilah antigenic drift dan antigenic shift. Antigenic drift merupakan perubahan secara periodik yang terjadi akibat mutasi genetik struktur protein permukaan virus sehingga antibodi yang telah terbentuk oleh tubuh akibat vaksinasi sebelumnya tidak dapat mengenali keberadaan virus tersebut Munch et al. 2001. Antigenic shift merupakan perubahan genetik virus yang memungkinkan munculnya strain baru dan kemampuan virus untuk menginfeksi secara lintas spesies Murphy et al. 1999. Selain itu, karena genom virus AI adalah RNA bersegmen maka infeksi campuran beberapa virus influenza dalam satu host dapat menyebabkan reasortment Dugan et al. 2008. Akibat mutasi dan reasortment, pada HPAI H5N1 yang bersirkulasi di Asia terdapat empat genotipe utama Z, V, W, G dengan garis keturunan lineage yang beragam. Semua strain H5N1 Asia dapat dikelompokkan pada satu clade yang sama karena gen H5-nya berasal dari nenek moyang yang sama AGooseGuangdong196 H5N1 Xu et al. 1999. Namun, semua virus HPAI H5N1 Asia berbeda nyata dengan virus LPAI H5N1 yang bersirkulasi di unggas liar Amerika Utara Boyce et al. 2009. Virus influenza A mudah bermutasi dan mengalami reasortment sehingga menyebabkan interpandemik atau epidemik musiman pada manusia Boyce et al. 2009. Influenza mengakibatkan kematian 250.000-500.000 orang setiap tahun sehingga Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organization, WHO mengadakan pertemuan dua kali dalam setahun untuk merumuskan rekomendasi strain yang digunakan untuk pembuatan vaksin influenza pada manusia. Mutasi dan reasortment virus influenza A pada manusia telah bersifat endemik walaupun tanpa introduksi virus atau elemen genetik dari unggas Boyce et al. 2009.

2.3 Patogenisitas Avian Influenza

Berdasarkan patogenitasnya, virus Avian Influenza dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu virus Avian Influenza berpatogenitas tinggi Highly Pathogenic Avian InfluenzaHPAI dan virus Avian Influenza berpatogenitas rendah Low Pathogenic Avian InfluenzaLPAI Alexander 2000.

2.3.1 Highly Pathogenic Avian Influenza

Definisi HPAI terkait dengan virulensi VAI pada ayam. Tingkat mortalitas HPAI dapat mencapai 100, dan biasanya berasal dari subtipe H5 dan H7 Alexander 2000, Alexander 2007, Bavink et al. 2009, walaupun tidak semua H5 dan H7 bersifat HPAI. Karena terdapat kemungkinan mutasi dari LPAI H5 dan H7 menjadi HPAI, maka semua H5 dan H7 harus dilaporkan OIE 2009. Pada tahun 1999-2000, industri perunggasan Italia terkena epidemi HPAI subtipe H7N1 Busani et al. 2008, sedangkan industri perunggasan Belanda terinfeksi HPAI subtipe H7N7 pada tahun 2003 Bavink et al. 2009. Virus HPAI relatif jarang terisolasi dari unggas liar dan unggas air. Namun pada tahun 2012 terjadi wabah HPAI H5N1 pada peternakan bebek di Indonesia. Perubahan patogenitas virus AI dapat terjadi karena perubahan pada proteolytic cleavage site hemaglutinin, termasuk 1 substitusi asam amino non-basic dengan asam amino basic arginin atau lisin, 2 insersi asam amino basic, 3 rekombinasi dengan insert dari segmen gen lain sehingga memperpanjang cleavage site, 4 hilangnya penahan situs glikosilasi pada residu-13 disertai asam-amino basic multiple pada cleavage site OIE 2009. Suatu strain dinyatakan bersifat HPAI apabila menyebabkan kematian sebanyak 75 dari 10 ekor ayam berusia 4-8 minggu dalam 10 hari sehingga menghasilkan Indeks Patogenisitas Intravena IPIV yang lebih besar dari 1,2 OIE 2009. Uji indeks patogenitas intravena dilakukan dengan menginfeksikan virus AI pada ayam SPF berumur 4-8 minggu. Virus yang digunakan berasal dari cairan alantois segar dengan titer HA 2 4 yang diencerkan dalam 110 cairan fisiologis. Sebanyak 0.1 ml virus yang telah diencerkan disuntikkan secara intravena pada 10 ekor ayam berumur 4-8 minggu. Pengamatan dilakukan dengan interval 24 jam selama 10 hari, dan ayam diberi skor 1 jika sakit, 2 jika sakit parah, dan 3 jika mati. Ayam dinyatakan sakit skor 1 jika menunjukkan salah satu gejala klinis, sedangkan dinyatakan sakit parah skor 2 jika menunjukkan lebih dari satu gejala klinis sebagai berikut: infeksi pernafasan, depresi, diare, cyanosis, udema wajahkepala, dan gejala saraf. Indeks Patogenitas Intravena merupakan rataan skorayamobservasi selama periode 10 hari. Nilai IPIV 3.00 menunjukkan bahwa semua ayam mati dalam 24 jam, sedangkan nilai 0.00 menunjukkan bahwa tidak ada unggas yang menunjukkan gejala klinis selama 10 hari masa observasi OIE 2009. Gejala klinis HPAI bervariasi antar spesies. Pada unggas komersial yang rentan akan terjadi hemoragi pada seluruh tubuh yang ditandai dengan pial dan kaki yang menjadi merah-kebiruan. Selain itu, terjadi ptekhie, nasal discharge, dan diare Cardona et al. 2009. Mortalitas akibat HPAI sangat tinggi dan berlangsung