ayam terkandung HA nonspesifik sehingga sebelum dilakukan uji HI perlu diberi perlakuan dengan RBC ayam terlebih dulu. Selain itu, perlu dilakukan inaktifasi
terhadap serum melalui pemanasan dalam penangas air pada suhu 56
o
C selama 30 menit Capua dan Alexander 2009.
2.5.2 Real time Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction
rRT-PCR
Reaksi berantai polymerase Polymerase Chain Reaction, PCR adalah
suatu metode enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu secara
in vitro Yuwono 2006. Metode PCR memungkinkan terjadinya pelipatgandaan suatu fragmen DNA 110 bp, 5x10
-19
mol sebesar 200.000 kali setelah dilakukan 20 siklus reaksi selama 220 menit Yuwono 2006.
Kelebihan reaksi ini yaitu dapat dilakukan menggunakan komponen yang sangat sedikit, misalnya DNA cetakan yang diperlukan hanya sekitar 5 µg dan
oligonukleotida yang diperlukan hanya sekitar 1 mM Yuwono 2006. Virus AI merupakan virus RNA Boyce
et al. 2009, maka perlu dilakukan transkripsi balik reverse transcription, RT terhadap molekul RNA sehingga diperoleh
complementary DNA cDNA yang digunakan sebagai cetakan template dalam proses PCR Yuwono 2006.
Teknik real time RT-PCR rRT-PCR merupakan hasil pengembangan
RT-PCR konvensional yang memungkinkan dilakukan pemonitoran amplifikasi DNA pada saat proses amplifikasi berlangsung
real time. Dibandingkan PCR konvensional, rRT-PCR lebih menguntungkan dari segi sensitivitas dan
spesifisitas, bersifat kuantitatif, lebih cepat, dan lebih ramah lingkungan. Walaupun biaya investasi peralatan lebih mahal, namun biaya operasional dan
pengamanan lingkungan memerlukan biaya yang lebih sedikit Aminah 2012.
Real time PCR disebut juga PCR kinetik dan bersifat kuantitatif. Secara teori, terdapat hubungan kuantitatif antara jumlah DNA awal sekuen target dan
jumlah produk PCR untuk setiap siklus PCR. Amplifikasi pada rRT-PCR dideteksi berdasarkan pancaran sinar flouresen yang digunakan sebagai indikator
amplifikasi DNA Artika 2008. Hasil rRT-PCR berupa Ct
cycle threshold yang merupakan perpotongan antara kurva amplifikasi siklus PCR dimana floresen
yang dihasilkan memotong garis threshold, atau garis ambang deteksi. Nilai Ct
dapat menggambarkan konsentrasi relatif target PCR. Pada rRT-PCR menggunakan TaqMan Probe, proses ekstensi amplikon menyebabkan
reporter R dan
quencher Q pada probe terpisah sehingga floresen tereksitasi Gambar 2.
Dalam pengerjaan rRT-PCR terdapat beberapa titik kritis yang perlu diperhatikan, yaitu ekstraksi RNA, amplifikasi RT-PCR berserta enzim yang
digunakan, serta penggunaan primer dan probe Suarez et al. 2007, Aminah
2012. Berbagai macam kit komersial tersedia di pasaran untuk melakukan ektraksi, amplifikasi RNA virus dengan reagen, enzim serta pasangan primer dan
probe yang beragam. Guna memperoleh hasil dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi maka diperlukan optimasi, termasuk dalam menentukan penggunaan
urutan basa primer dan probe, waktu dan suhu amplifikasi, serta konsentrasi reagen uji.
Beberapa kit rRT-PCR yang tersedia telah divalidasi, namun validasi tersebut biasanya sesuai untuk penggunaan spesies dan spesimen tertentu saja.
Belum ada uji diagnostik molekuler yang tervalidasi untuk semua spesies dan spesimen Suarez
et al. 2007.
Gambar 2 rRT-PCR menggunakan TaqMan Probe. Proses ekstensi amplikon menyebabkan reporter berfloresen F dan
quencher Q sehingga floresen terksitasi.
Tahap ekstraksi RNA menjadi tahap yang penting karena RNA dengan kualitas yang tinggi diperlukan untuk mengoptimalkan hasil uji. Beberapa sampel,
seperti sampel feses, usap kloaka dan usap orafaring sulit untuk diproses, karena hasil ektraksi RNA yang kurang baik atau adanya faktor inhibitor Suarez
et al. 2007. Pengembangan kontrol internal, sistem robotik dan penggunaan reagen
bead menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan metode sebelumnya. Deteksi influenza A menggunakan rRT-PCR biasanya mentarget regio
yang lestari conserved seperti Matriks, Nukleoprotein atau gen Nonstruktural.
Berbagai primer untuk mendeteksi subtipe influenza A seperti H5 dan H7 juga telah dikembangkan. Spackman
et al. 2002 pertama kali mengembangkan teknik rRT-PCR untuk influenza A, subtipe H5 dan H7. Dalam pengujiannya untuk
mendeteksi influenza A digunakan sistem one-step rRT-PCR serta primer dan
probe yang mendeteksi regio lestari ujung 5’ segmen gen 7 Matriks 1M1
dengan panjang 100 nukleotida. Guna mendeteksi subtipe H5 dan H7, primer dan probe dirancang untuk mendeteksi region lestari subunit HA
2
virus AI Amerika Utara Spackman
et al. 2002. Gen HA memiliki variabilitas yang tinggi, yakni mencapai 65 antar-
subtipe dan 20 dalam subtipe yang sama Suarez et al. 2007. Identifikasi VAI
dari wilayah geografis yang berbeda, seperti VAI dari garis keturunan Eurasia dan Amerika Utara, memerlukan primer dan probe yang berbeda Spackman
et al. 2002. Selain variabilitas yang tinggi, virus RNA juga memiliki tingkat mutasi
yang tinggi, yakni 1x10
-3
sampai dengan 8x10
-3
substitusisitustahun Chen dan Holmes 2006, sehingga pengembangan penggunaan primer dan probe terus
dilakukan. Adapun pasangan primer dan probe untuk mendeteksi gen VAI tertentu dapat dilihat pada Tabel 1.