Virus Avian Influenza pada Unggas Liar dan Pasar Unggas

Gambar 2 rRT-PCR menggunakan TaqMan Probe. Proses ekstensi amplikon menyebabkan reporter berfloresen F dan quencher Q sehingga floresen terksitasi. Tahap ekstraksi RNA menjadi tahap yang penting karena RNA dengan kualitas yang tinggi diperlukan untuk mengoptimalkan hasil uji. Beberapa sampel, seperti sampel feses, usap kloaka dan usap orafaring sulit untuk diproses, karena hasil ektraksi RNA yang kurang baik atau adanya faktor inhibitor Suarez et al. 2007. Pengembangan kontrol internal, sistem robotik dan penggunaan reagen bead menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan metode sebelumnya. Deteksi influenza A menggunakan rRT-PCR biasanya mentarget regio yang lestari conserved seperti Matriks, Nukleoprotein atau gen Nonstruktural. Berbagai primer untuk mendeteksi subtipe influenza A seperti H5 dan H7 juga telah dikembangkan. Spackman et al. 2002 pertama kali mengembangkan teknik rRT-PCR untuk influenza A, subtipe H5 dan H7. Dalam pengujiannya untuk mendeteksi influenza A digunakan sistem one-step rRT-PCR serta primer dan probe yang mendeteksi regio lestari ujung 5’ segmen gen 7 Matriks 1M1 dengan panjang 100 nukleotida. Guna mendeteksi subtipe H5 dan H7, primer dan probe dirancang untuk mendeteksi region lestari subunit HA 2 virus AI Amerika Utara Spackman et al. 2002. Gen HA memiliki variabilitas yang tinggi, yakni mencapai 65 antar- subtipe dan 20 dalam subtipe yang sama Suarez et al. 2007. Identifikasi VAI dari wilayah geografis yang berbeda, seperti VAI dari garis keturunan Eurasia dan Amerika Utara, memerlukan primer dan probe yang berbeda Spackman et al. 2002. Selain variabilitas yang tinggi, virus RNA juga memiliki tingkat mutasi yang tinggi, yakni 1x10 -3 sampai dengan 8x10 -3 substitusisitustahun Chen dan Holmes 2006, sehingga pengembangan penggunaan primer dan probe terus dilakukan. Adapun pasangan primer dan probe untuk mendeteksi gen VAI tertentu dapat dilihat pada Tabel 1. Limit deteksi rRT-PCR terhadap gen matriks M1 adalah sebesar 10 femtogram fg, 1 fg = 10 -15 gram atau sekitar 10 3 kopi target RNA dan dapat mendeteksi virus hingga 0.1 EID 50 50 egg infective dose Spackman et al. 2002, Lee dan Suarez 2004. Sedangkan limit deteksi rRT-PCR untuk H5 dan H7 mencapai 100 fg target RNA atau 10 3 -10 4 kopi gen Spackman et al. 2002. Namun, tingkat kesepakatan antara pengujuan rRT-PCR matriks dan isolasi virus pada telur ayam berembrio TAB tidaklah 100 Spackman et al. 2002, Elvinger et al. 2007. Pada kasus wabah LPAI H7N1 di Virginia tahun 2007, sensitivitas diagnostik relatif rRT-PCR terhadap isolasi virus pada TAB adalah 85, dengan probabilitas 95 dan interval 71,9-95.7, sedangkan spesifisitas diagnostik relatifnya adalah 98.9 dengan probabilitas 95 dan interval 98.0-99.5 Elvinger et al. 2007. Sedangkan menurut Spackman et al. 2002, spesifisitas relatif antara rRT-PCR dan isolasi virus pada TAB adalah 89. Tabel 1 Pasangan primer dan probe untuk mendeteksi gen AI Target PrimerProbe Urutan basa 5’-3’ Amerika Utara dan Eurasia Spackman et al. 2002 Gen M1 M +25 AGA TGA GTC TTC TAA CCG AGG TCG M -124 TGC AAA AAC ATC TTC AAG TCT CTG M +64 FAM-TCA GGC CCC CTC AAA GCC GA-TAMRA Gen H5 HA 2 H5 +1456 ACG TAT GAC TAT CCA CAA TAC TCA G H5 -1685 AGA CCA GCT ACC ATG ATT GC H5 +1637 FAM-TCA ACA GTG GCG AGT TCC CTA GCA- TAMRA Asia Heine et al. 2005 Gen M1 IVA-D161M AGATGAGYCTTCTAACCGAGGTCG IVA-D162M TGCAAANACATCYTCAAGTCTCTG IVA-Ma TCAGGCCCCCTCAAAGCCGA Gen H5 IVA-D148H5 AAACAGAGAGGAAATAAGTGGAGTAAAATT IVA-D149H5 AAAGATAGACCAGCTACCATGATTGC IVA-H5a TCAACAGTGGCGAGTTCCCTAGCA Qinghai lineage yang terjadi di Eropa Hoffmann et al. 2007 Gen H5 cleavage site HA 1 dan HA FliH5-1028F GGG GAA TGC CCC AAA TAT GT FliH5-1190R TCT ACC ATT CCC TGC CAT CC FliH5-CS- FAM FAM-AGA GAG AAG AAG AAA AAA GAG AGG ACT A-TAMRA FliH5-1148- HEX HEX-TTG GAG CTA TAG CAG GTT TTA TAG AGG-BHQ1 Eurasia Loendt et al. 2008 Gen H5 HA 2 H5LH1 ACA TAT GAC TAC CCA CARTAT TCAG H5RH1 AGA CCA GCT AYC ATG ATT GC H5PRO FAM-TCW ACA GTG GCGAGT TCC CTA GCA- TAMRA Keterangan: M= A, C; R=A, G; Y= C, T

2.6 Studi Cross-Sectional

Studi cross sectional adalah studi deskriptif dimana penyakit dan status paparan penyakit diukur secara bersamaan dalam suatu populasi tertentu CDPH 2009. Penelitian cross sectional dapat menyediakan gambaran singkat frekuensi dan karakteristik penyakit dalam suatu populasi pada titik waktu tertentu. Studi ini mengambil satu titik pengumpulan data untuk setiap peserta atau sistem yang dipelajari dan digunakan untuk mempelajari fenomena yang diharapkan tetap statis selama periode studi Miller- Keane dan O’Toole 2003. Dari studi cross-sectional diperoleh prevalensi suatu penyakit dalam populasi pada suatu saat, oleh karena itu studi cross-sectional disebut pula studi prevalensi prevalence study. Data cross sectional dapat digunakan untuk menilai prevalensi kasus akut atau kronis dalam suatu populasi. Namun, karena paparan dan status penyakit diukur pada waktu yang sama, maka tidak mungkin untuk membedakan apakah paparan didahului atau diikuti penyakit, dan dengan demikian hubungan sebab akibat menjadi tidak menentu CDPH 2009. Studi ini kontras dengan studi longitudinal. Pada studi longitudinal setiap partisipan, proses atau sistem dipelajari dari waktu ke waktu, dengan data yang dikumpulkan pada beberapa interval. Dua tipe utama studi longitudinal adalah prospektif dan retrospektif Miller- Keane dan O’Toole 2003.