BURUNG EKSOTIS ATAU DILINDUNGI

dan reasortment virus influenza A pada manusia telah bersifat endemik walaupun tanpa introduksi virus atau elemen genetik dari unggas Boyce et al. 2009.

2.3 Patogenisitas Avian Influenza

Berdasarkan patogenitasnya, virus Avian Influenza dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu virus Avian Influenza berpatogenitas tinggi Highly Pathogenic Avian InfluenzaHPAI dan virus Avian Influenza berpatogenitas rendah Low Pathogenic Avian InfluenzaLPAI Alexander 2000.

2.3.1 Highly Pathogenic Avian Influenza

Definisi HPAI terkait dengan virulensi VAI pada ayam. Tingkat mortalitas HPAI dapat mencapai 100, dan biasanya berasal dari subtipe H5 dan H7 Alexander 2000, Alexander 2007, Bavink et al. 2009, walaupun tidak semua H5 dan H7 bersifat HPAI. Karena terdapat kemungkinan mutasi dari LPAI H5 dan H7 menjadi HPAI, maka semua H5 dan H7 harus dilaporkan OIE 2009. Pada tahun 1999-2000, industri perunggasan Italia terkena epidemi HPAI subtipe H7N1 Busani et al. 2008, sedangkan industri perunggasan Belanda terinfeksi HPAI subtipe H7N7 pada tahun 2003 Bavink et al. 2009. Virus HPAI relatif jarang terisolasi dari unggas liar dan unggas air. Namun pada tahun 2012 terjadi wabah HPAI H5N1 pada peternakan bebek di Indonesia. Perubahan patogenitas virus AI dapat terjadi karena perubahan pada proteolytic cleavage site hemaglutinin, termasuk 1 substitusi asam amino non-basic dengan asam amino basic arginin atau lisin, 2 insersi asam amino basic, 3 rekombinasi dengan insert dari segmen gen lain sehingga memperpanjang cleavage site, 4 hilangnya penahan situs glikosilasi pada residu-13 disertai asam-amino basic multiple pada cleavage site OIE 2009. Suatu strain dinyatakan bersifat HPAI apabila menyebabkan kematian sebanyak 75 dari 10 ekor ayam berusia 4-8 minggu dalam 10 hari sehingga menghasilkan Indeks Patogenisitas Intravena IPIV yang lebih besar dari 1,2 OIE 2009. Uji indeks patogenitas intravena dilakukan dengan menginfeksikan virus AI pada ayam SPF berumur 4-8 minggu. Virus yang digunakan berasal dari cairan alantois segar dengan titer HA 2 4 yang diencerkan dalam 110 cairan fisiologis. Sebanyak 0.1 ml virus yang telah diencerkan disuntikkan secara intravena pada 10 ekor ayam berumur 4-8 minggu. Pengamatan dilakukan dengan interval 24 jam selama 10 hari, dan ayam diberi skor 1 jika sakit, 2 jika sakit parah, dan 3 jika mati. Ayam dinyatakan sakit skor 1 jika menunjukkan salah satu gejala klinis, sedangkan dinyatakan sakit parah skor 2 jika menunjukkan lebih dari satu gejala klinis sebagai berikut: infeksi pernafasan, depresi, diare, cyanosis, udema wajahkepala, dan gejala saraf. Indeks Patogenitas Intravena merupakan rataan skorayamobservasi selama periode 10 hari. Nilai IPIV 3.00 menunjukkan bahwa semua ayam mati dalam 24 jam, sedangkan nilai 0.00 menunjukkan bahwa tidak ada unggas yang menunjukkan gejala klinis selama 10 hari masa observasi OIE 2009. Gejala klinis HPAI bervariasi antar spesies. Pada unggas komersial yang rentan akan terjadi hemoragi pada seluruh tubuh yang ditandai dengan pial dan kaki yang menjadi merah-kebiruan. Selain itu, terjadi ptekhie, nasal discharge, dan diare Cardona et al. 2009. Mortalitas akibat HPAI sangat tinggi dan berlangsung dalam waktu singkat. Sejak tahun 2002, HPAI H5N1 menjadi penyakit emerging di Asia. HPAI H5N1 lebih banyak terisolasi pada saluran pernafasan trachea dibandingkan gastrointestinal, sehingga hal tersebut mempengaruhi transmisi virus inhalasi vs. fekal-oral, maupun pemilihan koleksi sampel orofaringtrachea vs. kloaka Boyce et al. 2009. Secara molekuler, HPAI dapat ditentukan patotipenya berdasarkan analisa sekuens cleavage site antara protein prekursor HA OIE 2007, Alexander 2007. Virus HPAI mengalami perubahan susunan asam amino pada cleavage site HA yang mempengaruhi replikasi virus Boyce et al. 2009. Virus HPAI, dengan beberapa pengecualian, memiliki asam amino polibasik arginin dan lisin pada HA cleavage site, sehingga dapat dipecah oleh ubiquitous subtilisin-like protease secara intraseluler Perdue dan Suarez 2000 di dalam Gall et al. 2009. Virus HPAI dapat bereplikasi pada seluruh organ unggas sehingga menyebabkan kerusakan serius pada jaringan maupun organ sehingga menyebabkan kematian Alexander 2007.

2.3.2 Low Pathogenic Avian Influenza

Burung liar air merupakan reservoir LPAI Gall et al. 2009. Wabah virus Avian Influenza sangat patogen Highly Pathogenic Avian Influenza HPAI pada unggas komersil diduga berasal dari virus Low Pathogenic Avian Influenza LPAI pada unggas liar Cheung et al. 2009. Transmisi LPAI subtipe H5 dan H7 pada unggas Gallinaceous, dapat menimbulkan HPAI, yang menyebabkan infeksi sistemik yang parah dan epidemi penyakit dengan tingkat kematian yang tinggi Gall et al. 2009. Gejala klinis dari LPAI tidak terlalu nyata. Infeksi pada LPAI terlokalisir pada pernapasan dan saluran pencernaan Gall et al. 2009. Ditinjau dari segi molekuler, virus LPAI memiliki komposisi asam amino monobasik pada HA cleavage site, dan HA -nya terbelah secara ekstrasel oleh jaringan-spesifik protease, seperti tripsin Perdue dan Suarez 2000 di dalam Gall et al. 2009.

2.4 Virus Avian Influenza pada Unggas Liar dan Pasar Unggas

Virus Avian Influenza VAI terutama menyerang berbagai macam unggas seperti ayam, kalkun, angsa, unggas air, burung laut, dan burung liar Boyce et al. 2009. Selain unggas, beberapa subtipe VAI dapat menyerang manusia, primata, babi, musang, kuda, sapi, anjing laut, dan paus Whitworth et al. 2007, Cardona et al. 2009. Virus Avian influenza telah diisolasi dari sedikitnya 105 spesies burung liar dari 26 famili yang berbeda Perez-Ramirez et al. 2010. Unggas air, yaitu itik, entok dan angsa, merupakan inang alami virus influenza A Cheung et al. 2009, Boyce et al. 2009. Unggas liar, terutama unggas air, diketahui sebagai reservoir virus AI karena semua H1-16 dan N1-9 dapat ditemukan pada unggas liar Boyce et al. 2009, Cardona et al. 2009. Umumnya virus AI yang terdeteksi pada unggas liar bersifat low pathogenic dan menyerang saluran gastrointestinal Boyce et al. 2009. Pada inang alami, virus berada dalam keadaan seimbang dan tidak menunjukkan perubahan patologis yang nyata. Secara evolusioner virus dalam inang alami berada keadaan statis, yang secara molekuler ditandai dengan