Kondisi Budaya PROFIL KOMUNITAS PETANI PERLADANGAN

50 Tabel 4.8 Usaha Industri di Kabupaten Halmahera Barat Sampai Tahun 2007 No. Jenis Industri Jumlah Perusahaan Jumlah TK Orang Jumlah Investasi Rp 1 Industri BesarSedang 3 2.073 11.300.000.000 2 Industri Kecil 730 3.650 36.500.000.000 3 Industri Rumah Tangga 1.460 7.300 43.800.000.000 JUMLAH 2.193 13.023 91.600.000.000 Sumber: BPS Kabupaten Halmahera Barat, 2007. Keadaan Usaha perdagangan di Kabupaten Halmahera Barat sampai Tahun 2007, sebagai berikut: Tabel 4.9 Usaha Industri di Kabupaten Halmahera Barat Sampai Tahun 2007 No Jenis Industri Jumlah Perusahaan Jumlah TK Orang Jumlah Investasi Rp 1 Perdagangan Besar 28 280 280.000.000.000 2 Perdagangan Sedang 90 3.650 45.000.000.000 3 Perdagangan Kecil 1.460 7.300 73.000.000 JUMLAH 1.578 11.230 325.073.000.000 Sumber: BPS Kabupaten Halmahera Barat, 2007

4.4 Kondisi Budaya

Sejarah Maluku Utara tercatat bahwa pada tahun 1257 telah berdirì sebuah kerajaan di Ternate. Wílayah kekuasaan raja atau kolano yang pertama Masyhur Malamo, 1257-1277 meliputi kesatuan darì empat kelompok masyarakat yang telah ada sebelumnya Putuhena 1980: 264; Andilì 1980: 6. Dari catatan sejarah tersebut terungkap bahwa sejak sebelum abad ketiga belas tampaknya di Maluku Utara telah berkembang kelompok-kelompok masyarakat dengan organisasi sosial yang teratur. Bahkan menurut tradisì lisan setempat, jauh sebelum abad ketiga balas, yaitu pada abad kedelapan Masehi, masyarakat Maluku Utara telah mengenal tata kehídupan Islam berdasarkan paham Syiah yang dibawa masuk oleh empat orang syekh dari Irak Putuhena 1980: 264. Terlepas dari lingkat kebenaran tersebut, hal ini memperkuat anggapan bahwa suatu kehidupan masyarakat yang taratur dengan kebudayaan tersendirì di Maluku Utara nampaknya benar telah ada sejak jauh masa lampau, dengan kata lain antar kebudayaan Maluku Utara telah tertanam dalam kehidupan warga masyarakat pendukungnya pada kedudukan yang cukup kuat dan dalam. Dari cikal bakal kerajaan pertama di Ternate pada tahun 1257 tersebut kemudian 51 berkembang tiga kerajaan lain di Halmahera yaitu kerajaan Tìdore, Jailolo, dan Bacan, selanjutnya menjadi keempat kerajaan yaitu; Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan berada dalam satu kesatuan yang dikenal sebagaì Moluku Kie Raha, sebagai pemegang kekuasaan tradisional atas seluruh masyarakat di Halmahera dan pulau-pulau di sekitarnya. Dalam perkembangannya kemudian tampaknya konsep Moluku Kie Raha tersebut telah tumbuh menjadi suatu pandangan atau suatu idelogi tentang ikatan sosial spiritual yang bukan hanya berlaku di lingkungan kelembagaan tingkat pusat kerajaan, tetapi telah menjadi milik seluruh masyarakat Halmahera dan sekitarnya atau Maluku Utara. Konsep dasar yang menempatkan kesatuan empat kerajaan tradisional sebagai suatu ikatan sosial spiritual bagi seluruh masyarakat di Maluku Utara, dimana keempat kerajaan di Halmahera selalu terjadi hubungan kompetitif satu dengan yang lain. Dalam konteks ideologi Moloku Kie Raha ke empat kerajaan tersebut sering terlibat perang untuk ekspansi kekuasaan, Kesultanan Jaìlolo pernah dihancurkan kemudìan dinyatakan berada di bawah kekuasaan Ternate dan untuk selanjutnya tidak pernah disebut-sebut eksistensinya dalam tingkatan yang sama. Tetapi Jailolo tídak dimatikan. Hanya kedudukan Sultannya yang diturunkan menjadi di bawah tingkatan Sultan-sultan di Ternate, Tidore, maupun Bacan. Walapun dalam persaingan bidang kekuasaan dan perdagangan, terutama antara Ternate dan Tidore, seolah-olah tidak pernah ada hentinya, namun hubungan antara kedua kerajaan tersebut dalam konteks hajatan tradisional tetap dijaga. Kompleksitas kebudayaan Maluku Utara diwarnai juga oleh perkembangan kehidupan ekonomi maupun kehìdupan sosial politik dan kehidupan keagamaan, yang mengalamì proses dìnamikanya dalam kurun waktu yang panjang sejalan dengan masuknya pengaruh berbagai kebudayaan dari luar. Masuknya suku-suku bangsa, agama dan kebudayaan, ditandai dengan kehadiranya orang-orang yang dari Persia, Gujarat, Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda, dan Jepang secara silih berganti telah mempengaruhî dan bahkan membentuk peta kebudayaan Maluku Utara yang tìdak pernah tetap. 52 Unsur-unsur kebudayaan luar yang pernah masuk tersebut kemudian menyebar dan direrima masyarakat tanpa memperhatìkan atau mengukur batas-batas kelompok kebahasaan dan kelompok etnis ataupun baras-batas geopolitik kewilayahan yang ada. Berkembangnya dunia perdagangan, khususnya perdagangan rempa-rempah, antara lain menimbulkan semakin luasnya lahan dan meningkatnya pengusahaan tanaman keras cengkeh, pala, coklat, kelapa sampai masuk ke daerah-daerah pedalaman. Pusat-pusat pelabuhan dan pasar tradisional di sepanjang garis pantai, bidang pelayaran mengalami banyak kemajuan. Perkembangan lain dalam kehidupan ekonomì bagi masyarakat adalah usaha bercocok tanam bahan makanan padi, palawija, sayur mayur, pemelìharaan binatang ternak, menangkap ikan, berburuh dan berdagang. Keseluruhan kemajuan yang terjadi tersebut pada dasarnya berlangsung di seluruh Maluku Utara, terutama di daerah-daerah pantai, dalam kerangka perkembangan ekonomi masyarakat. Dalam hal ini bukan berarti bahwa perkembangan kehidupan ekonomi tiap-tiap daerah sama, tetapi adanya kesempatan dan kemungkinan untuk berkembang tersebut pada dasarnya merata tanpa terikat pada batas-batas kelompok etnik ataupun geopolitik kewilayahan yang berlaku. Perjalanan kehidupan ekonomi setiap masyarakat itu sendiri cukup panjang dan saling bervariasi. Hasilnya menampakkan adanya perbedaan gradual antara masyarakat satu dengan yang lain, walaupun mungkin terdapat karakteristik dasar pola kehidupan ekonomî yang paralel, Secara khusus masuknya orang Persia, Gujarat dan bangsa Eropa di Maluku Utara telah memberi andil yang relatif besar dan bahkan ikut mendasari perkembangan struktur kebudayaan masyarakat di kawasan Maluku Utara pada umumnya. Sekarang ini kelompok suku yang hidup di kecamatan Jailolo Selatan terdiri dari suku Pagu, Madole dan Tobaru, namun suku-suku yang ada sebagian besar di dominasi oleh suku pendatang misalnya migrasinya suku lokal antar pulau ke Jailolo selatan yaitu suku Makian, Ternate, Tidore, Sanana, Weda, Patani, dan Bacan, adapun suku pendatang yang datang dari luar daerah Kecamatan Jailolo Selatan, yaitu; suku Bugis, Buton, Gorontalo, Sangir, Manado, Ambon, dan Jawa. Sedangkan keyakinan agama atau kepercayaan yang dipeluk masyarakat 53 Kecamatan Jailolo Selatan mayoritas adalah beragama Islam dan sebagian lainya adalah Nasrani Kristen dan Katolik.

4.5. Iktisar