Dampak Pemberdayaan Kelembagaan Jojobo pada Pemenuhan

71 oleh masyarakat sepeti halnya kelembagaan Jojobo. Mereka sendiri yang memutuskan untuk membentuk kelembagaan yang dibutuhkan mencakup didalamnya bentuk atau strukturnya, mekanismenya pemilihan anggotanya, pola kepemimpinannya, aturan main rule of the game serta sangsi-sangsinya. Kelembagaan Jojobo memiliki kriteria dalam pemilihan anggotanya. Faktor- faktor yang menentukan calon peserta dalam kelembagaan Jojobo pada komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat, diantaranya adalah 1 Harus mempunyai ikatan hubungan keluarga, 2 Dapat dipercaya dan mampu mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati bersama. 3 Mempunyai usaha dan pekerja keras. Selain itu peserta kelembagaan Jojobo diharuskan memiliki ikatan keluarga atau kekerabatan, memiliki penghasilan, dan harus patuh pada aturan-aturan yang telah disepakati bersama. Faktor yang menentukan untuk menjadi calon anggota Jojobo adalah 1 Harus adanya usaha sendiri, 2 Termasuk dalam komunitas dalam keluarga, 3 Harus patuh pada aturan-aturan yang telah disepakati dalam Jojobo. 13 Penjelasan di atas memperlihatkan bahwa hal yang berkaitan dengan aturan- aturan yang telah disepakati bersama ini merupakan norma yang berlaku dalam penyelenggaraan kelembagaan Jojobo. Setiap orang yang terlibat di dalam kelembagaan Jojobo diikat oleh suatu pola nilai dan norma sebagai pedoman bersikap dan berperilaku, yang dimantapkan kemudian dengan adanya struktur yang baku. Struktur merupakan visualisasi dari siapa orang yang terlibat dan posisionalnya

6.2 Dampak Pemberdayaan Kelembagaan Jojobo pada Pemenuhan

Kebutuhan Sosial Ekonomi produktif Setiap orang yang ikut serta dalam kelembagaan Jojobo pastilah memiliki motivasi yang berbeda-beda, namun secara umum para peserta kelembagaan Jojobo pada komunitas petani perladangan memiliki motivasi utama terjalinnya hubungan kekeluargaan dan kekerabatan yang baik antar sesama warga. Motif utama masyarakat mengikuti Jojobo adalah keinginan terjalinnya hubungan kekeluargaan dengan baik antar sesama warga, dan kebutuhan hidup dapat 13 Pengolahan data hasil wawancara dengan Hi. Abdullah ketua adat di kecamatan jailolo selatan dengan Ibu Maria Yahya petani di kecamatan Jailolo Selatan, tanggal 21 dan 23 september 2011. 72 terpenuhi dengan baik. Selain motivasi utama terjalin hubungan yang baik antar anggota keluarga atau kekerabatan, pemenuhan keamanan terutama berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan yang tidak terduga atau terdesak juga merupakan motivasi peserta anggota kelembagaan Jojobo. Sebab dengan Jojobo diharapkan hubungan kekeluargaan yang tidak terputus dan adanya toleransi tetap terjaga dengan sangat baik serta pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang tidak terduga atau mendesak dapat terpenuhi 14 . Masyarakat petani peladangan memiliki kelembagaan adat untuk mengatur, menata, memperkuat dan menjaga berlangsungnya keharmonisan interaksi antara masyarakat petani peladangan dengan ekosistem lahan pertanian di sekitarnya. Perubahan lingkungan eksternal menuntut perubahan operasional kelembagaan, termasuk di tingkat lokal, perlu mereformasikan diri dan bersinergis agar sesuai dengan kebutuhan yang selalu mengalami perkembangan. Inilah yang dimaksud dengan transformasi kelembagaan, yang dilakukan tidak hanya secara internal, namun juga tatahubungan dari keseluruhan kelembagaan tersebut. Salah satu perubahan eksternal yang mempengaruhi keberadaan kelembagaan Jojobo di Kecamatan Jailolo Selatan adalah banyaknya masyarakat pendatang dari berbagai etnis dan suku yang menetap di Kecamatan Jailolo Selatan, baik dari kecamatan lain di Kabupaten Halmahera Barat, maupun dari luar kabupaten atau bahkan dari Luar Provonsi Maluku Utara. Anggapan bahwa masyarakat pendatang menjadi salah satu peyebab bergesernya nilai dan peran Jojobo dalam masyarakat petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan memiliki alasan, seperti yang dikemukakan oleh tokoh masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan yaitu Bapak Jauhar Tahun 2011 yang mengatakan bahwa: “Alasannya masyarakat pendatang sering melakukan perubahan pola pikir komunitas petani perladangan dengan cara dan sistem yang di pakai lebih mengutamakan keuntungan tanpa memperdulikan nilai-nilai etika kekeluargaan sehingga dengan sendirinya peran Jojobo itu sendiri menjadi berkurang.” Kecamatan Jailolo Selatan dibanjiri pendatang dari berbagai latar belakang sosial dan etnis. Keragaman sosial ekonomi serta mata pencaharian mulai dari 14 Data hasil olahan dari wawancara dengan Bpk Burhanuddin tokoh Masyarakat desa Braha Kecamatan Jailolo Selatan dan Ibu Safa Yahya, petani di desa Braha Kecamatan Jailolo Selatan, 21-22 Agustus 2011. 73 tukang tambal ban, pengusaha warung, pedagang buah, hingga pegawai negeri sipil maupun pegawai swasta serta karyawan pabrik memerlukan ruang transisi dan alkulturasi untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan setempat. Adanya ruang bersama memungkinkan proses ini dapat berlangsung dengan baik. Kepadatan pemukiman dan terbentuknya ruang bersama baik sebagai fasilitas keagamaan, pendidikan, dan olahraga mendorong perilaku positif sosial masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan. Secara alamiah masyarakat komunitas petani peladangan akan bertahan dengan segala modal yang ada dengan membangun kekuatan yang sudah ada. Masyarakat pendatang menjadi peyebab memudar dan bergesernya peran Jojobo dalam masyarakat petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan dikatakan pula oleh seorang petani peladangan yaitu Bapak Haji Abas Tahun 2011 yang mengungkapkan bahwa: “Alasannya masyarakat pendatang lebih memberikan pemikiran yang lebih modern dan lebih mengutamakan keuntungan secara individual dan itu sangat berpengaruh kepada masyarakat asli sehingga peran Jojobo pada masyarakat menjadi berkurang.” Kecamatan Jailolo Selatan memiliki ruang bersama sebagai wadah interaksi para pendatang dan penduduk lokal. Ikatan sosial memotivasi warga untuk mewujudkan aktivitasnya melalui komunikasi antar warga. Banyaknya aktivitas mereka maka warga berinisiatif menciptakan ruang bersama baru sebagai simpul interaksi warga. Interaksi ini akan membentuk budaya baru sebagai bentuk aktivitas interaksi sosial masyarakat di pedesaan yang berkembang melalui aktivitas dalam ruang bersama tersebut. Ikatan keruangan yang menjadi dasar kehidupan bermasyarakat di kampung ditumbuhkan melalui kebersamaan membuat ruang untuk keperluan bersama. Perubahan sosial budaya masyarakat akibat perkembangan wilayah pedesaan menyebabkan beberapa budaya lokal tersisih dan sulit dipertahankan. Sejumlah pihak menganggap bahwa Jojobo hanya ada pada komunitas petani peladangan di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat. Namun hal ini disanggah oleh tokoh adat yaitu Bapak Din Haji Yusup Tahun 2011 yang mengatakan sebagai berikut: 74 “Tidak benar, karena ada beberapa komunitas masyarakat yang hidup di wilayah Kecamatan Jailolo Selatan dan mempunyai tradisi Jojobo yang berbeda-beda antara satu komunitas dengan komunitas yang lain.” Pendapat ini di dukung pula oleh tokoh masyarakat lainya yaitu Bapak Matius Jawa Tahun 2011 yang mengatakan sebagai berikut: “Tidak benar, karena Kecamatan Jailolo Selatan terdiri dari beberapa komunitas dan Jojobo yang dilakukan dengan cara yang berbeda sesuai dengan tradisi dari masing-masing komunitas itu sendiri.” Hal ini memperlihatkan bahwa Jojobo memiliki karakteristik yang beragam, namun keberadaan kelembagaan Jojobo pada komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan memiliki kebiasaan atau tradisi tersendiri. Sebab umumnya di komunitas petani perladangan penunjukan lebih kepada orang yang di anggap mampu dalam segi finansial, mampu melakukan komunikasi dengan warga, serta dapat dipercaya. Selain itu biasanya di komunitas petani perladangan orang yang dituakan atau berpengaruh dan mampu yang memimpin Jojobo; Adanya hubungan kekeluargaan yang sangat dekat; Orang yang amanah atau dapat dipercaya. 15 Penyelenggaraan kelembagaan Jojobo mempunyai maksud dan tujuan beragam sehingga berdampak pada pelaksanaan penggalangan dana dan penentuan waktu bagi hasil. Di samping utamanya menjalin silaturahmi antar anggota Jojobo, penentuan tempat penyelenggaraan kegiatan Jojobo pada dasarnya tidak ada tempat-tempat khusus, tetapi tempat penyelenggaraan pelaksanaan di salah satu rumah anggota atau di rumah ketua kelembagaan Jojobo sesuai dengan kesepakatan bersama. Pembagian waktu dan penentuan biasanya atas kesepakatan bersama, dan tempat pelaksanaan Jojobo biasanya di tempat ketua atau orang yang memimpin Jojobo.” Namun kadangkala penentuan waktu juga atas kesepakatan bersama misalnya 10 hari harus dilakukan Jojobo, Tempat yang dilakukan Jojobo dirumah orang yang telah ditunjuk sebagai ketua, dan atau 15 Hasil wawancara dengan Bpk Amanah Sangaji, ketua Adat di desa Tataleka, Kecamatan jailolo Selatan, Hi. Abdullah Hi. Adam, petani di Kecamatan Jailolo Selatan, tanggal 24-25 Austus 2011. 75 berpindah tempat dari warga yang satu ke warga yang lain secara bergiliran dengan tujuan agar silaturahmi tetap berjalan dengan baik. 16 Bentuk, keadaan, suasana dan ketentuan penyelenggaraan kelembagaan Jojobo yang sangat beragam ini, dilakukan tergantung dari kesepakatan yang dilakukan oleh seluruh anggotanya. Waktu penyelenggaraan biasanya dilaksanakan sesudah selesai masa panen, misalnya perkebunan seperti panen kelapa karena hampir seluruh masyarakat komunitas petani perladangan hidupnya dari hasil produksi tanah pertanian. Setiap peserta Jojobo menyadari pembagian waktu, sebab sudah ada dasar kesepakatan bersama. Sebagaimana diungkapkan oleh ketua adat di desa Dehe Kecamatan Jailolo Selatan yang menyatakan bahwa pembagian waktu pelaksanaan Jojobo yang ditentukan atas dasar kesepakatan bersama. Aktivitas sosial dihimpun menjadi kebiasaan-kebiasaan yang berkaitan erat dengan peranan-peranan dari perangkat struktur dapat dinamakan lembaga. Lembaga dapat dimaknai sebagai sistem terorganisasi dari praktek-praktek dan peranan-peranan sosial yang muncul di sekitar suatu nilai atau serangkaian nilai, dan perlengkapan yang muncul untuk mengatur praktek-praktek tersebut serta menjalankan aturan-aturan. Dengan demikian ”lembaga dalam makna sosiologis” adalah kontinuitas proses hubungan antar manusia atau antar kelompok sosial yang berfungsi mengatur dan memelihara keteraturan pola perilaku sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Kelembagaan sosial sebagai basis pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan mengandung arti bahwa manusia ditempatkan pada posisi pelaku dan penerima manfaat dari proses mencari solusi dan meraih hasil pembangunan ekonomi. Dengan demikian maka masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan harus mampu meningkatkan kualitas kemandirian mengatasi masalah yang dihadapi melalui pemberdayaan masyarakat desa yang dapat dilakukan melalui kelembagaan Jojobo sebagai basis pemberdayaan masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan. 16 Hasil wawancara dengan Hi. Mudastir dan Bpk Sedek, ketua adat dan petani di Kecamatan Jailolo Selatan, 26 Agustus 2011. 76 Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan harus mampu berperan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama dalam membentuk dan merubah perilaku masyarakat untuk mencapai taraf hidup yang lebih berkualitas melalui kelembagaan sosial. Pembentukan dan perubahan perilaku masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan melalui kelembagaan sosial, baik dalam dimensi sektoral yakni dalam seluruh aspek atau sektor-sektor kehidupan manusia; dimensi kemasyarakatan yang meliputi jangkauan kesejahteraan dari materil hingga non materil; dimensi waktu dan kualitas yakni jangka pendek hingga jangka panjang dan peningkatan kemampuan dan kualitas untuk pelayanannya, serta dimensi sasaran yakni dapat menjangkau dari seluruh strata masyarakat. Pemberdayaan masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan tidak lain adalah memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat agar mampu menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya, melalui cara antara lain dengan pendidikan untuk penyadaran dan pemampuan diri mereka yang dapat diperoleh dengan keberadaan kelembagaan sosial yang berkembang pada masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan. Keberadaan kelembagaan sosial ekonomi Jojobo mampu memenuhi kebutuhan komunitas petani perladangan di daerah ini. Hal ini terlihat dari pengaruh langsung maupun tidak langsung pelaksanaan kelembagaan Jojobo yang berhasil dalam mencapai kesejahteraan bersama pada setiap anggotanya. Meskipun landasan kelembagaan Jojobo yang selama ini diketahui mampu memenuhi kebutuhan komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan Halmahera Barat seperti biaya sekolah, pembelian peralatan rumah tangga, namun mampu juga meringankan komunitas petani peladangan dalam skala lebih besar seperti dalam hal pembiayaan pembangunan rumah. Keberadaan kelembagaan Jojobo juga mampu menjadi basis pemberdayaan masyarakat desa pada komunitas petani perladangan yang berorientasi pada peningkatan produksi sektor pertanian perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan. Pembangunan merupakan unsur utama yang membawa serta gejala perubahan sosial masyarakat. Infrastruktur, birokrasi, teknologi, pengetahuan baru dan orientasi uang adalah intrumen yang melekat padanya. Perubahan pada eksistensi kelembagaan sosial Jojobo adalah gejala sosial di masyarakat 77 merepresentasikan perubahan sosial yang tengah berlangsung. Masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan menunjukkan respon yang terkontaminasi dalam gejala perubahan dengan menanggung resiko memudarnya kohesi sosial, dan di pihak lain menunjukkan gejala resistensi terhadap unsur-unsur perubahan tersebut. Mereka yang menolaknya menunjukkan resistensi terhadap unsur-unsur modern, mereka memilih mempertahankan nilai-nilai yang terkandung dalam kelembagaan Jojobo dan memilih tetap menjalankan Jojobo. Hal ini memperlihatkan bahwa keberadaan kelembagaan Jojobo yang memilih mempertahankan nilai-nilai yang terkandung dalam Jojobo dianggapnya mampu memenuhi kebutuhan komunitas petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan, namun pada kenyataan nilai-nilai yang terkandung dalam kelembagaan sudah mulai memudar. Hal ini terlihat dari mereka yang terbawa arus perubahan ditunjukkan oleh masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan yang memperkecil keberadaan kelembagaan Jojobo hanya dalam aktivitasnya, sehingga berkurang terutama dalam unsur gotong royong seperti dalam pembangunan rumah yang mengganti unsur kerja sukarela menjadi lebih komersial. Kelembagaan Jojobo merupakan simpul atau mewakili gambaran masyarakat di pedesaan yang hidup didasarkan pada pola kerjasama, tolong menolong, saling peduli, memiliki nilai, norma dan kepercayaan. Jojobo sebagai nilai sosial budaya dan pengetahuan lokal yang telah lama tertanam pada masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan pada umumnya, diharapkan senantiasa terpelihara dan berkembang menjadi modal yang bernilai harganya dalam proses pembangunan. Oleh karena itu, semestinya kebijakan pemerintah dalam bentuk implementasi program pembangunan di desa lebih intensif memanfaatkan kelembagaan Jojobo sebagai kelembagaan lokal yang ada di masyarakat. Melembagakan nilai-nilai Jojobo dalam setiap kebijakan dan program pemerintah daerah merupakan suatu langkah startegis untuk memberdayakan masyarakat. Internalisasi nilai-nilai Jojobo pada setiap aspek kehidupan merupakan wujud dari upaya untuk memelihara, mempertahankan dan memperkuat kelembagaan Jojobo. 78

6.3 Ikhtisar