Kelembagaan Jojobo sebagai Wadah Pemenuhan Komitmen

81

BAB VII DAMPAK KELEMBAGAAN

JOJOBO TERHADAP SOLIDARITAS SOSIAL

7.1 Kelembagaan Jojobo sebagai Wadah Pemenuhan Komitmen

Lembaga mengatur cara-cara memenuhi kebutuhan manusia yang penting, oleh karena itu dalam setiap kehidupan masyarakat terdapat lembaga-lembaga yang berfungsi mengatur berbagai kebutuhan manusia dalam hidupnya. Bertrand 1980 menjelaskan bahwa institusi-institusi sosial pada hakekatnya merupakan kumpulan dari norma-norma struktur-struktur sosial yang diciptakan untuk dapat melaksanakan suatu fungsi masyarakat. Lembaga-lembaga yang menyangkut pengaturan kebutuhan manusia dalam masyarakat secara umum disebut dengan lembaga sosial. Kepatuhan dan kontinuitas merupakan suatu hal yang wajib dilaksanakan oleh para peserta Jojobo. Faktor yang menyebabkan peserta Jojobo mentaati ketentuan yang sudah ditetapkan dikemukakan oleh tokoh adat yaitu Bapak Din Haji Yusup Tahun 2011 yang mengatakan bahwa: “Faktor utamanya adalah komitmen yang sudah dibangun secara bersama- sama dan saling menguntungkan satu sama lain”. Kebutuhan manusia yang paling mendasar dalam kehidupan sehari-hari dapat dibagi dalam kategori umum; primer, sekunder dan tersier. Mulai dari kebutuhan pangan, sandang, papan, hingga hiburan atau rekreasi, melanjutkan keturunan atau perkawinan, disamping kebutuhan untuk memenuhi perasaan akan keamanan, ketenteraman serta pemenuhan kebutuhan spiritual dan nilai-nilai sosial lainnya yang dapat menjadi dasar bagi hubungan sosial-masyarakat. Dengan terpenuhinya kebutuhan nilai sosial dimungkinkan terciptanya ketertiban dan keselarasan pergaulan dalam masyarakat. Faktor yang menyebabkan masyarakat melaksanakan Jojobo dengan mentaati aturan berupa komitmen yang sudah ditetapkan. Diantaranya oleh beberapa faktor berikut, 1 Adanya sifat 82 toleransi atau gotong royong antar perserta, 2 Adanya keterkaitan hubungan kekeluargaan, 3 Komitmen terhadap ketentuan yang sudah ditetapkan 17 . Lembaga tradisional Jojobo ini mengajarkan tentang “kearifan masyarakat” terhadap kelestarian budaya lokal, dan berbagai bentuk pantangan adat, perlu terus dipertahankan, bahkan jika masih diperlukan, dapat digali kembali lembaga- lembaga tradisional yang efektif sebagai pengendali dalam pemenuhan kebutuhan komunitas petani peladangan. Satu hal yang mungkin perlu mendapatkan perhatian berupa terjadinya proses transisi dari model kelembagaan Jojobo lama ke model kelembagaan Jojobo baru. Lembaga-lembaga Jojobo yang berkembang kemudian, jika tidak disertai dengan spesialisasi unsur-unsur yang terdapat dalam Jojobo untuk mengakomodir kesepakatan secara bersama. Artinya dalam Jojobo memang perlu spesialisasi dalam Jojobo karena aturan-aturan yang telah di tetapkan sudah sangat jelas dan telah menjadi salah satu acuan bagi warga komunitas petani perladangan dimana usulan tiap peserta komunitas petani perladangan sudah terakomodir 18 . Berkaitan dengan unsur-unsur yang terdapat dalam Jojobo ini dikemukakan pula oleh Tokoh Masyarakat yaitu Bapak Samar Kandi Kuilo 2011 yang mengatakan bahwa: Kepatuhan komunitas masyarakat petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan pada umumnya mendorong komitmen terhadap ketentuan yang sudah ditetapkan pada pelaksanaan kelembagaan Jojobo. Keberadaan kelembagaan tradisional Jojobo ini digunakan sebagai sarana komunikasi yang efektif antar warga masyarakat petani perladangan. Kelompok-kelompok yang menerapkan kelembagaan Jojobo biasanya diikat dengan sistem menyerupai arisan antar warga sebagai sarana berkumpulnya warga untuk mengikatkan diri dalam kesatuan “solidaritas sosial” yang kuat yang terbentuk dengan adanya sifat toleransi dan gotong royong. Dalam kelompok-kelompok tradisional seperti inilah masyarakat petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan memiliki kesadaran kolektif sebagai satu kesatuan komunitas yang utuh. 17 Hasil wawancara dengan Bpk Amanah Sangaji, Ketua Adat di Jailollo Selatan, 27 september 2011. 18 Diolah dari hasil wawancara dengan Ibu Salbiah Hj. Rauf, Ketua Adat Desa Rio Ribati dan Bpk Samar Kandi, Kuilo, tokoh masarakkat Rio Ribati, Kecamatan Jailolo Selatan, 28 Agustus 2011. 83 Motivasi dalam penyelenggaraan kelembagaan Jojobo yang disampaikan oleh pemimpin Jojobo akan menjadi sangat efektif diterima oleh para anggotanya, dan merupakan salah satu upaya bentuk kepedulian komunitas masyarakat petani perladangan terhadap pelestarian kelembagaan Jojobo. Meskipun kegiatan kelembagaan tradisional Jojobo tersebut aktifitasnya relatif tinggi, tetapi belum dimanfaatkan secara efektif. Pemanfaatan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap para pemimpin informal kelembagaan Jojobo, sebenarnya dapat dijadikan model kemitraan antara lembaga tradisional di Kecamatan Jailolo Selatan. Aktivitas masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan dalam bentuk kelembagaan Jojobo dapat dimanfaatkan sebagai sarana yang efektif untuk meningatkan komitmen yang tinggi terhadap lembaga Jojobo yang berfungsi sebagai sarana komunikasi serta diskusi antar warga, yang lebih bernuansa egalitarian. Kerjasama yang efektif dan efisien dalam kelembagaan Jojobo yang ada, diharapkan akan mampu “menjembatani kesenjangan kepentingan” yang selama ini terjadi dalam komunitas masyarakat petani perladangan di Kecamatan Jailolo Selatan.

7.2 Solidaritas dalam Kelembagaan Jojobo