Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masyarakat Tionghoa adalah salah satu kelompok masyarakat yang mendiami wilayah Indonesia dan masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan pada abad ke-16. Masyarakat Tionghoa, saat ini telah menjadi salah satu bagian dari masyarakat dan kebudayaan Indonesia. Di Kota Medan kedatangan masyarakat Tionghoa pada awalnya adalah sebagai kuli kontrak perkebunan Belanda. Lambat laun mereka mulai menggeluti bidang perdagangan di Kota Medan. Masyarakat Tionghoa di Kota Medan hidup berdampingan dengan suku-suku lain, termasuk suku asli maupun suku pendatang. Sama seperti suku lainnya, di Indonesia masyarakat Tionghoa juga memiliki kebudayaan tersendiri. Setiap proses kehidupan mereka dinyatakan dalam berbagai upacara budaya. Misalnya, kelahiran, perkawinan, maupun kematian.Upacara kematian adalah salah satu budaya masyarakat Tionghoa yang erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat Tionghoa.Upacara kematian dilaksanakan sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada orang yang sudah meninggal. Apabila upacara kematian di jalankan sesuai ritual keagamaan yang benar, masyarakat Tionghoapercaya bahwa mereka sebagai keturunan orang meninggal tidak akan diganggu orang-orang yang telah meninggal. Upacara kematian adalah suatu proses kegiatan yang biasa dilakukan untuk menghantarkan manusia ke alam yang berbeda dari alam yang biasanya didiami. Proses kegiatan itu dinamakan upacara kematian. Setiap etnis memiliki upacara kematian yang berbeda dikarenakan adat istiadat dan kebudayaan yang berbeda.Dengan demikian, dalam upacara kematian setiap etnis memiliki upacara yang berbeda antara suku yang satu dengan suku yang lainnya, tidak terkecuali pada masyarakat Tionghoa.Mereka juga memiliki upacara kematian tersendiri. Demikian juga, dalam tradisi memberikan persembahan makanan pada upacara kematian. Bagi masyarakat Tionghoa : lahir, tua, sakit, dan mati adalah satu siklus yang harus dilalui oleh setiap manusia. Masyarakat Tionghoa yang mengamalkan ajaran Taoisme, Buddisme, dan konfusianisme percaya akan adanya kehidupan setelah kematian yang dikenal dengan istilah reinkarnasi. Mungkin karena kepercayaan inilah yang membuat masyarakat Tionghoa kaya akan tradisi-tradisi yang bertujuan agar kehidupan setelah kematian menjadi baik. Setiap adanya Kematian maka akan ada upacara kematian, yaitu suatu proses yang menghantarkan manusia kealam yang biasanya didiami. Proses tersebut dinamakan upacara kematian. Setiap etnis memiliki upacara kematian yang berbeda dikarenakan adat istiadat dan kebudayaan yang berbeda. Koentjaraningrat 1980:241 mengatakan bahwa “…. Ada empat komponem upacara yaitu, tempat upacara, benda-benda dan orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara”.Tempat upacara adalah lokasi atau tempat dilakukanya upacara, alat-alat upacara adalah peralatan atau benda-benda yang digunakan dalam upacara tersebut.Sedangkan pemimpin upacara adalah orang yang memimpin atau mengatur upacara tersebut. Masyarakat Tionghoa selalu melestarikan kebudayaan dari leluhur mereka terdahulu. Bagi masyarakat Tionghoa Kota Medan, khususnya yang beragama Buddha, ajaran bakti kepada orangtua merupakan ciri khas masyarakat Tionghoa dan selalu dijunjung tinggi. Bakti ditujukan kepada orangtua bukan hanya sewaktu orangtua masih hidup, melainkan juga setelah meninggal. Itulah sebabnya etnis Tionghoa sangat menjunjung tinggi tradisi memberikan makanan kepada orang yang sudah meninggal.Masyarakat mengembangkan dan membangun sistem kepercayaan atau keyakinan terhadap sesuatu. Sistem keyakinan mempengaruhi dalam kebiasaan, bagaimana memandang hidup dan kehidupan. termasuk di dalamnya adalah Menghormati orang yang sudah meninggal. Anggota keluarga yang masih hidup berusaha mencukupi kebutuhan anggota keluarga yang sudah meninggal dan membuat mereka berbahagia di akhirat. Penghormatan anak adalah sebuah konsep untuk selalu mengasihi orang tua. Etnis Tionghoa percaya,meskipun orang yang terkasih telah meninggal, hubungan yang terjadi selama ini masih tetap berlangsung, serta orang yang telah meninggal memiliki kekuatan spiritual yang lebih besar dibandingkan pada saat masih hidup. Pengertiannya adalah orang yang sudah meninggal dianggap menjadi dewa yang memiliki kemampuan untuk berinteraksi dan mempengaruhi kehidupan anggota keluarga yang masih hidup. Bagi etnis Tionghoa, tradisi memberikan persembahan makanan kepada orang yang sudah meninggal adalah tradisi yang dilakukan anggota keluarga yang masih hidup untuk memberikan makanan kepada roh orang yang sudah meninggal. Dalam tradisi persembahan makanan, setiap anggota keluarga masyarakat Tionghoa yang meninggal wajib diberikan persembahan makanan kecuali pada bayi.Cara penyajian dalam memberikan persembahan makanan adalah dengan cara, makanan diletakan di depan foto almarhum, dan yang menyajikan makanan tersebut harusanggota keluarga yang lebih mudah dari almarhum.Sama seperti ketika almarhum hidup di dunia, anggota keluarga yang masih hidup selalu memberikan dan mengganti makanan tiga kali sehari yaitu pagi, siang, dan malam. Khusus pada hari pemakaman jenazah, anggota keluarga selalu menyajikan makanan yang lebih banyak dan mewah. Setelah acara pemakaman selesai keluarga kembali lagi memberikan dan menggganti persembahan makanan setiap tiga kali sehari. Proses ini dilakukan pihak keluarga yang masih hidup dimulai dari hari pertama kematiannya hingga ke-49 hari kematiannya. Namun, pihak keluarga yang masih hidup wajib memberikan persembahan makanan selama 7 hari kematiannya, karena pada hari pertama sampai hari ketujuh, arwah belum menyadari bahwa dirinya telah meninggal Makanan yang dipersembahkan tersebut biasanya adalah makanan yang biasa dia makan semasa dia hidup di dunia, Seperti nasi, sayur, teh, dan buah.Pada hari ketujuh etnis Tionghoa wajib menambahkan makanan yang disebut kue wajik.kue wajik di persembahkan di hari ketujuh kematian. Kue wajik bersifat lengket, sehingga jika roh merasa lapar dia akan menyantap makanan yang dipersembahkan termasuk kue wajik. Ketika tangan roh menyentuh kue wajik, tangannya akan lengket, dan roh akan mencuci tangannya. Ketika roh mencuci tangannya dia akan menyadari bahwa dirinnya telah meninggal. Karena, ketika roh menyentuh air, kulit dan tulang roh akan hancur. Masyarakat Tionghoa percaya bahwa roh orang yang baru meninggal belum menyadari bahwa dirinya telah meninggal dan masih ada di sekitar mereka.Mereka juga percaya bahwa roh orang yang sudah meninggal juga merasakan lapar, Itulah sebabnya masyarakat Tionghoa selalu memberikan makanan kepada orang yang meninggal. Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk mengkaji berbagai hal terkait dengan upacara persembahan makanan kepada orang meninggal bagi masyarakat Tionghoa di Kota Medan.

1.2 Batasan Masalah