Teknik Analisis Data Cara Penyajian Dalam Memberikan Persembahan Makanan

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh peneliti ketika proses pengumpulan data atau informasi berlangsung, sampai pada penarikan kesimpulan berupa konsep atau hubungan antarkonsep Hamidi, 2010:97. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif.Penulis mengupaakan kedalaman data untuk menjawab keseluruhan pertanyaan penelitian secara spesifik. Peneliti melakukan proses : wawancara terhadap beberapa masyarakat Tionghoa yang melakukan Tradisi Persembahan Makanan Kepada Orang Meninggal, Mengumpulkan buku-buku atau jurnal-jurnal yang mendukung dalam penulisan ini dan memilih data yang diangap penting dalam penyusunan penelitian ini. Lalu, berdasarkan data-data yang diambil, penulis membuat kesimpulan dari hasil yang diteliti. BAB IV GAMBARAN UMUM

4.1 Masyarakat Tionghoa di Kota Medan

Masyarakat Tionghoa merupakan salah satu etnis yang ada di Indonesia yang sebelumnya merupakan etnis pendatang yang kemudian menetap dan berbaur dengan penduduk asli.Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah Hokkien, Tiochiu, atau Hakka. Dalam bahasa Mandarin orang Tionghoa disebut Tangren 唐人 atau lazim disebut dengan Huaren 华人.Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa Tangren adalah orang Tionghoa yang mayoritas berasal dari Tiongkok Selatan dan menyebut dirinya sebagai orang Tang, sementara orang Tiogkok Utara menyebut dirinya sebagai orang Han.Yusiu,2000: 2 Migrasi Kelompok Masyarakat Tionghoa ke Indonesia,khususnya Medandapat digolongkan menjadi 3 tahapan.Gelombang kedatangan mereka disebabkan oleh latar belakang tertentu yang datang darinegara Cina sendiri maupun dari Indonesia.Kedatangan gelombang pertama terjadi sebelum datangnya Belanda ke Indonesia.Tujuan gelombang pertama adalah sebagai kelompok pedagang tetapi karena beberapa faktor, kemudian tinggal dan menetap di Indonesia.Kelompok pertama ini dikatakan sebagai kelompok etnis Tionghoa peranakan, dimana budaya asli masyarakat Tionghoa mulai berkurang dan mereka lebih banyak menggikuti budaya lokal.Yusiu, 2000:6 Gelombang kedua terjadi karena faktor dari dalam Nusantara sendiri yaitu setelah masa eksploitasi Belanda terhadap sistem perekonomian di Indonesia. Aktivitas yang dilakukan masyarakat Tionghoa pada masa gelombang kedua adalah sebagai pedagang perantara.Kaum pribumi sebagai produsen dan kepala distributor pertama. Kedatangan gelombang ketiga masyarakat Tionghoa karena faktor tenaga kerja yang dijadikan sebagai buruh di perkebunan Sumatera Timur.Hal ini merupakan aktivitas baru yang dilakukan masyarakat Tionghoa.Mereka yang didatangkan langsung dari negeri Tiongkok ke Medan sebagai buruh yang siap kerja di perkebunan. Tjong A Fie adalah seorang tandel yang bertugas sebagai kepala rombongan dan bertanggung jawab penuh kepada kelompok masyarakat Tionghoa selama masa kontrak di perkebunan milik belanda yang sebelumnya melakukan kontrak kerja di Medan.Kehidupan di perkebunan mengawali aktivitas masyarakat etnis Tionghoa pada gelombang ketiga.

4.1.2 Bahasa

Di Medan Sumatera Utara, mereka lebih senang disebut orang Tionghoa. Hal ini dikarenakan kata Tionghoa menunjukan makna kultural dibanding dengan penyebutan orang Cina yang menunjukan makna geografis.Dalam kehidupan sehari-hari istilah ini sama-sama dipergunakan.Bahasa yang umum digunakan adalah bahasa Hokkien, bukan Bahasa Mandarin.Hal ini karena mereka lebih akrab dengan bahasa Hokkien.Kedua bahasa ini juga tetap diajarkan dan di praktikkan kepada anak-anak mereka atau generasi muda Tionghoa.

4.1.3 Sistem Kemasyarakatan

Dalam masyarakat Tionghoa di Indonesia ada perbedaan antara lapisan buruh dan lapisan majikan, golongan miskin dan golongan kaya, tetapi perbedaan ini tidak begitu kelihatan.Hal ini disebabkan karena masih adanya ikatan kekeluargaan antara si buruh dan si majikan. Tionghoa peranakan yang kebanyakan terdiri dari orang Hokkien, mereka merasa dirinya lebih tinggi dari Tionghoa Totok yang umumnya berasal dari kuli dan buruh.Sebaliknya Tionghoa Totok menganggap rendah Tionghoa peranakan karena mereka dianggap mempunyai darah campuran. Sekarang ini dengan adanya pemisahan pendidikan bagi anak-anak Tionghoa yaitu sebagian yang mengikuti pendidikan Indonesia dan Barat maka timbul pemisahan antara golongan yang berpendidikan.

4.1.4 Mata Pencaharian

Sejarah kedatangan masyarakat Tionghoa ke Medan dapat diketahui bahwa mata pencahariannya adalah sebagai pedagang, bekerja di bidang bisnis dan petani.Saat ini masyarakat Tionghoa lebih dominan bekerja sebagai pedagang dan di bidang bisnis.Mereka dikenal gigih, ulet dan memiliki jaringan yang baik dengan sesamanya sehingga seringkali membuat masyarakat setempat atau pribumi merasa iri hati atas keberhasilan mereka di bidang ekonomi.

4.2 Agama dan Kepercayaan

Menurut masyarakat Tiongkok, fungsi filsafat dalam kehidupan manusia adalah utuk mempertinggi tingkat rohani.Artinya rohani manusia diharapkan dapat menjulang tinggi untuk meraih nilai-nilai yang lebih tinggi daripada nilai-nilai moral.Dari sudut moral, orang yang arif bijaksana adalah manusia yang paling sempurna di dalam suatu masyarakat. Menurut kebiasaan masyarakat Tiongkok, kewajiban memungkinkan manusia untuk memperolehwatak yag digambarkan sebagai orang yang bijaksana, Achmadi 1994:87. Tiga aliran filsafat yang diamalkan oleh sebagian besar masyarakat Tionghoa adalah Buddhisme, konfusianisme, dan Taoisme.Ketiga aliran filsafat tersebut sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan kerangka berfikir masyarakat Tionghoa. Hariyono 1993:19

4.2.1 Buddha

Agama Buddha mempunyai pengaruh yang cukup berarti bagi masyarakat Tionghoa.Seperti diketahui, Buddha dianggap penganutnya seperti guru dunia yang menerangi umat manusia dan menunjukan kepadanya jalan yang melepaskan mereka dari kesengsaraan.Dalam ajarannya Buddha Gautama sebenarnya hanya menyampaikan ajaran moral belaka dan mengajarkan manusia menghindari kejahatan tertentu, seperti membunuh, mencuri, menipu, berdusta, berzina, mabuk dan lainnya.Kitab suci agama Buddha adalah “Tripitaka” artinya tiga keranjang. Agama Buddha mempunyai catatan-catatan sejarah yang berhubungan dengan perjuangan Bodhisatva Siddharta Gautama hingga mencapai SammaSambuddha atau penerang agung. Perjuangan Siddharta menyampaikan ajaran yang telah ditemukannya adalah demi kebahagiaan semua makhluk di muka bumi, Mathar 2013 :19 Ajaran Buddha tertulis pada kitab suci Tripitaka yang artinya tiga kelompok yaitu, Vinaya Pitaka yaitu kelompok kitab yang memuat peraturan dan tata cara hidup biarawan biarawati, yang kedua adalah Sutta Pitaka yaitu kelompok kitab yang memuat kotbah-kotbah Buddha, dan yang ketiga adalah Abhiddhamma Pitaka yaitu kelompok kitab yang memuat ajaran pisikologi agama Buddha, Mathar 2003:19 Keyakinan terhadap pencerahan merupakan tema utama dalam ajaran Buddha.Umat Buddha selalu berupaya memperoleh pencerahan batin. Upaya pencapaian pencerahan batin ini dilakukan melalui cara hidup yang melatih atau mengembangkan kebijaksanaan , kesusilaan, dan meditasi. Kebijaksanaan dapat diperoleh melalui tiga cara yaitu: 1 mendengar , membaca, bercakap-cakap; 2 berfikir , merenung; 3 bermeditasi. kesusilaan Buddhis bermacam-macam sesuai dengan kemampuan pelaksanaan oleh umat Buddha itu sendiri. Sedangkan meditasi Buddhis adalah latihan pengembangan batin menuju ketenangan dan pencerahan, Mathar 2003:20 Menurut ajaran Buddha, manusia merupakan perpaduan jasmani dan batin. Jasmani merupakan perpaduan antara unsur padat, cair, udara, dan panas.Masing-masing unsur merupakan perpaduan dari bagian unsur-unsur yang lebih kecil.Batin terdiri dari perpaduan unsur kesadaran, benuk-bentuk pemikiran, ingatan dan perasaan.Menurut agama Buddha hanya Nibbanayang bukan berupa perpaduan unsur-unsur karena Nibbana itu Esa, atau tunggal. Nibbana adalah Yang Maha Esa dalam agama Buddha, Mathar 2003:21 Umat Buddha sanggat dianjurkan untuk melakukan perbuatan baik sebab benih-benih kebaikan akan membuahkan kebahagiaan hidup. Ada empat macam perbuatan baik yang diperhatikan oleh umat Buddha yaitu: berdana, melatih kesusilaan, melatih meditasi serta melakaukan puja bakti kebaktian yang benar. Kehidupan manusia berlangsung dalam rangkaian proses lahir, tumbuh berkembang, meninggal dunia. Setelah meninggal dunia manusia yang belum mencapai kebebasan mutlak Nibbanaakan terus berproses dalam keidupan berikutnya sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukannya. Seseorang yang banyak berbuat baik akan menikmati kebahagiaan dalam proses kehidupan selanjutnya. Sebaliknya, seseorang yang banyak berbuat jahat akan mengalami penderitaan dalam proses kehidupan selanjutnya. Demikianlah hidup berulang kali berproses sesuai benih-benih perbuatan yang dilakukan dalam kehidupan. Proses yang berkesinambungan itu dinamakan timbal lahir, Mathar 2003:22 Keyakinan umat Buddha ditumbuhkembangkan dari pengertian atau pemahaman terhadap ajaran Buddha.Makin tinggi pemahaman umat Buddha terhadap kebenaran ajaran Buddha berarti makin kuat pula keyakinannya.Objek keyakinan umat Buddha adalah Buddha, Dhamma, dan Sangha. Buddha sering diibaratkan sebagai dokter, sedangkan ajaran Dhamma adalah obat yang diberikan oleh dokter itu, Sangha adalah orang-orang yang sehat dari sakit dengan meminum obat yang diberikan oleh dokter tersebut. Analisis Buddha terhadap hidup yang termuat dalam empat kebenaran mirip denggan analisis seorang dokter terhadap orang sakit, yaitu: adanya sakit atau penderita, penyebab sakit, lenyapnya sakit atau menjadi sehat dan jalan untuk melenyapkan sakit atau cara untuk menjadi sehat, Mathar 2003:176-177. Jodithammo dalam Mathar 2003:289 mengatakan bahwa: “Agama Buddha memiliki lima peraturan moral atau pancasila Buddis yaitu sebagai berikut: 1. Menghindari pembunuhan makhluk hidup. 2. Menghindari pencurian. 3. Menghindari perbuatan asusila. 4. Menghindari ucapan yang tidak benar. 5. Menghindari perbuatan yang menyebabkan mabuk atau ketagihan”. Di Negara Tiongkok Agama Buddha secara resmi diterima di pusat kerajaan pada zaman dinasti Ming-Ti pada abad pertama masehi.Penyebaran agama Buddha ke Tiongkok memerlukan perjuangan keras.Hal ini disebabkan karena ajaran Tao dan Konghucu telah berkembang pesat di Tiongkok.Mereka memandang rendah agama Buddha.berkat usaha yang keras daripada misionaris agama Buddha di Tiongkoksecara umum agama Buddha di sana mendapat perlindungan dari pemerintah dan mencapai zaman keemasannya sampai abad ke 11 Masehi. Mathar 2003:29. Di kota Medan, kedatangan agama Buddha masuk bersamaan dengan masuknya masyarakat Tionghoa. Masyarakat Tionghoa masuk ke Kota Medan pada awalnya adalah sebagai kuli kontrak perkebunan Belanda. Agama Buddha merupakan salah satu agama yang diresmikan pemerintah berdasarkan surat Edaran Menteri dalam Negeri no.47774054 pada tanggal 18 november 1978 yang mengatakan bahwa: “... Agama yang resmi diakui oleh pemerintah adalah Islam, Protestan, Katolik, Hindu dan Buddha”. Pengaruh ajaran Buddha bagi Masyarakat Tionghoa khususnya di Kota Medan, dapat dilihat dari kebiasaan masyarakat Tionghoa dalam bekerja keras untuk mencari penghidupan yang benar atau halal.Kebiasaan berbuat baik kepada sesama karena ajaran Buddha mempercayai karma yaitu seseorang akan mendapatkan balasan sesuai dengan perbuatannya, kepercayaan akan adanya reinkarnasi yaitu setiap manusia akan mengalami suatu proses kelahiran kembali sesuai dengan apa yang dilakukan semasa hidupnnya di dunia.

4.2.2 Konghucu

Agama Konghucu atau konfusianisme adalah agama yang tertua di Cina.Agama Konghucu dipadankan dengan sejumlah sebutan: Kong JiaoKung Chiao, RujiaoChiao, dan Ji Kau. Semua sebutan tersebut merujuk pada sejarah bahwa Konghucu merupakan suatu “agama” klasik Tiongkok yang dibangkitkan kembali oleh Khongcu, yang dalam bahasa asalnya berarti agama kaum yang taat, yang lemah lembut, yang memperoleh bimbingan, atau kaum terpelajar. Pengertian iman dalam agama Konghucu ialah, Sing. Kata Singini menurut asalnya terdiri dari rangkaian antarakata Gan dan Sing.Ganberarti bicara, sabda, kalam dan Sing berarti sempurna.Karena itu pengertian Singmengandung makna sempurna.Di dalam kehidupan beragama, umat Konghucu wajib memilikiSingatau iman terhadap kebenaran ajaran agama yang dipeluknya. Menurut ajaran Konghucu manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang maha Esa pembawa sifat Tuhan di dunia. Manusia diciptakan melalui kekuatan alam ying dan yang, persatuan antara roh-roh suci sheng dan sifat-sifat hewaniah kuei, serta hakekat yang terhalus dan abstrak dari lima unsur yaitu; bumi, tumbuh-tumbuhan, logam, api dan air, Mathar 2003:184. Aaran Konghucu mengajarkan bahwa manusia haruslah memanusiakan dirinya. Caranya dengan mengembangkan benih-benih kebajikan yang sudah ada dalam watak sejatinya antara lain mempunyai kualitas cinta kasih, berani menegakkan kebenaran karena mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Tjhie Tjay Ing dalam Mathar 2003:185-186 mengatakan bahwa: “Tiap umat Konghucu wajib memahami, menghayati, dan mengimani dasar keimanannya Umat Konghucu meyakini bahwa pada saat megalami kematian, roh seorang manusia akan meningalkan badan. Orang yang semasa hidupnya mampu hidup sesuai dengan fitrah atau watak sejati rohnya akan menjadi Shengatau roh-roh suci. Mathar:2003. Agama Konghucu masuk ke bumi nusantara bersama dengan masuknya perantau Tiongkok yang mengarungi samudera kemudian singgah dan berladang serta menetap di beberapa kepulauan di indonesia dari masa ke masa. Agama Konghucu kemudian tumbuh dan berkembang di Indonesia, terbukti dari berdirinya lembaga-lembaga agama Konghucu seperti rumah abu untuk menghormati abu-abu leluhur. Pada awal masuknya agama Konghucu ke Indonesia tidak diketahui jumlah penganut Konghucu secara pasti. Hal ini disebabkan agama yang diakui secara resmi di Indonesia pada saat itu hanya enam yaitu: Islam, Protestan Katolik, Hindu dan Buddha. Akibatnya, pada saat pencatatan atau pengurusan dokumen kependudukan, masyarakat penganut agama Konghucu akan mengaku sebagai penganut salah satu dari enam agama yang diresmikan tersebut. Setelah agama Konghucu diresmikan oleh Presiden Abdurrahman Wahid, tepatnya pada tahun 2000 melalui Keputusan Presiden Nomor 6 tahun 2000,maka penganut agama konghucu telah memiliki kebebasan untuk mengaku dan mencatatkan dirinya sebagai penganut konghucu yang sah. Pemerintah menjamin masyarakat Tionghoa penganut agama Konghucu memiliki hak yang sama dengan penganut agama lain yang dalam hukum dan pemerintahan. Pengaruh agama Konghucu dalam kehidupan masyarakat Tionghoa di Kota Medan yang pertama adalah kewajiban berbakti dan menyayangi orang yang masih hidup seperti; sifat berbakti pada orang tua, kewajiban untuk menghormati orang yang lebih tua seperti kakak, serta adanya rasa saling menyayangi antar sesama saudara. Sedangkan yang kedua adalah kewajiban untuk menghormati orang yang telah wafat atau para pendahulu seperti pemujaan leluhur, kewajiban untuk melakukan wujud bakti terhadap orang yang meninggal sebagai contoh dalam upacara kematian, adanya masa berkabung, ziarah pada bulan 3 penanggalan Imlek, serta membersihkan altar atau kuburan.

4.2.3 Taoisme

Ajaran Tao tercipta atas dasar reaksi alamiah manusia dalam menjalani kehidupan yang penuh tantangan dan misteri.Setelah perjalanan panjangnya selama 5.000 tahun, kini terwarisi berbagai metode Tao.Metode untuk menjalani hidup yang berlandaskan alamiah, selaras dan mengikuti kodrat alam.Metode yang merupakan reaksi alamiah manusia untuk bertahan hidup, menigkatkan kualitas hidup, mengungkap misteri hidup serta memberi arti hidup. Dengan ‘Naluri Alamiah’ inilah para leluhur Tionghoa kuno mengembangkan segenap potensi dirinya yaitu kecerdasan, Nurani serta Akal Budi,dan mulai mengembangkan sebuah metode untuk menjalani hidup. Proses perkembangan ajaran Tao terjadi secara bertahap, Diwariskan dan diperbaiki dari generasi kegenerasi berikutnya. membentuk berbagai seni dan ilmu yang mewarnai budaya Tionghoa. Inti dari ajaran ini adalah setiap orang hendaknya memberikan kasih sayang tidak terbatas bukan pada para anggota keluarga saja, akan tetapi harus kepada seluruh anggota keluarga yang lain. Peperangan dan upacara ritual yang mengeluarkan biaya tinggi akan merugikan rakyat, dan merupakan sesuatu yang bertentangan dengan dasar kecintaan manusia dan oleh karenanya dicela. Prinsip pokok Taoisme adalah jika kita menyayangi orang lain maka orang lain akan menyayangi kita, Achmadi 1994:93 Taoisme mengajarkan bahwa untuk mencapai kebahagiaan manusia harus hidup denggan Wu Wei artinya tidak berbuat apa-apa yang bertentagan dengan alam. Sesuai dengan ajaran itu maka manusia yang paling berbahagia menurut ajaran Taoisme adalah mereka yang hidup dengan alam seperti para petani, nelayan, dan para biarawan, Tamburaka 1999:248. Taoisme di Kota Medan masuk bersamaan dengan masuknya masyarakat Tionghoa ke kota Medan. Alasan yang mendasari hal tersebut adalah, karena Taoisme dipuja bersamaan dengan dua ajaran masyarakat Tionghoa yang lain yaitu: Buddha dan Konghucu yang disebut dengan Sam Kauw Hwee perkumpulan Tiga Agama atau Buddha Tri Dharma atau San Chiao Wei Yi ketiga agama adalah satu. Oleh karena itu ada kemungkinan masyarakat Tionghoa yang menganut lebih dari satu agama, seperti seorang penganut Buddha yang juga mengamalkan ajaran Tao dan Konghucu, begitu juga sebaliknya. Pengaruh ajaran Taoisme bagi masyarakat Tionghoa dapat dilihat dari tindakan-tindakan yang positif dan kecintaan masyarakat Tionghoa terhadap lingkungan.Selain itu berusaha mewujudkan perdamaian dan cinta kasih teradap sesama umat manusia.

4.3 Upacara Kematian Masyarakat Tionghoa

Masyarakat Tionghoa merupakan salah satu suku yang sangat menghargai siklus kehidupan.Bagi masyarakat Tionghoa, lahir, tua, sakit dan mati adalah hal yang harus dilalui semua orang. Menurut masyarakat Tionghoa, kematian merupakan sesuatu yang tabu untuk dibicarakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan kepercayaan masyarakat Tionghoa yang menganggap bahwa kematian merupakan sesuatu yang buruk meskipun mereka meyakini adanya kehidupan setelah kematian yang dikenal dengan istila Reinkarnasi. Upacara kematian pada masyarakat Tionghoa terdiri dari beberapa tahapan, dan merupakan proses panjang yang harus dilalui. Hal ini disebabkan, upacara kematian merupakan saat yang tepat bagi anak cucu untuk memberi balas jasa dan penghormatan terakhir bagi orang yang telah meninggal. Upacara ini juga bertujuan untuk memanjatkan doa kepada dewa dan dewi agar orang yang meninggal mencapai tempat tertinggi yaitu nirwana sehingga rohnya tidak tersasar ke dunia. Selain itu, masyarakat Tionghoa mempercayai bahwa jika sanak keluarga yang telah meninggal memperoleh tempat yang baik di nirwana, maka hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan keluarga yang ditinggalkan di bumi. Sanak keluarga akan memperoleh rejeki yang melimpah, kesehatan yang baik serta memiliki umur yang panjang. Upacara kematian pada masyarakat Tionghoa terbagi atas 4 tahapan yaitu:upacara sebelum masuk peti, upacara masuk peti dan penutupan peti, upacara pemakaman, serta sesudah upacara pemakaman.

4.3.3 Upacara Sebelum Masuk Peti

Segara setelah seseorang meninggal, anak-cucu sudah harus membakar kertas perak uang di akhirat yang merupakan lambang biaya perjalanan ke akhirat yang dilakukan sambil mendoakan yang meninggal.Ketika terjadi kematian dalam masyarakat Tionghoa, biasanya pihak keluarga segera menutup kaca atau benda yang dapat memantulkan bayangan. Hal tersebut dilakukan karena menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa apabila kaca tidak ditutup maka arwah akan terkejut melihat bayangan dirinya terpantul lewat kaca atau cermin. Setelah itu jenazah dibersihkan dengan cara dimandikan dengan air bunga. Lalu diberikan pakaian sebanyak tujuh lapis.Lapis pertama adalah pakaian putih sewaktu almarhum menikah. Selanjutnya, pakaian yang lain sebanyak enam lapis, biasanya adalah pakaian yang biasa dipakai almarhum semasa hidupnya didunia. Sesudah dibaringkan kedua mata lubang hidung, mulut, telinga diberi mutiara sebagai lambang penerangan untuk berjalan ke alam lain. Di sisi kiri dan kanan diisi dengan pakaian yang meninggal.Sepatu yang dipakai harus dari kain. Apabila yang meninggalsemasa hidupnya memakai kacamata maka kedua kaca harus dipecah yang melambangkan bahwa dia telah berada di alam lain Jenazah biasanya disemayamkan di rumah atau di balai persemayaman. Di tempat inilah tahapan upacara kematian akan dilaksanakan. Di bawah jenazah diletakkan semangkuk nasi dan diatasnya ditancapkan sumpit.Jika jenazah diletakan di rumah, biasanya pihak keluarga segera menyiapkan altar roh, dan pada altar roh diletakkan hiolotempat dupa beserta sesajian berupa nasi, mie, dan teh.Jika jenazah disemayamkan di balai persemayaman, maka pihak keluarga tak perlu repot menyiapkan altar dan kebutuhan upacara lainnya, karena di balai persemayaman segala kebutuhan upacara telah tersedia.

4.3.4 Upacara Masuk Peti dan Penutupan Peti

Pada saat upacara masuk peti berlangsung, Seluruh keluarga harus menggunakan pakaian tertentu.Anak laki-laki harus memakai pakaian berwarna putih. Kepala diikat dengan sehelai kain putih .Demikian pula pakaian yang dipakai oleh anak perempuan.Cucu hanya memakai pakaian berwarna putih. Saat pelaksanaan upacara masuk peti ditentukan oleh pemimpin upacara melalui pemilihan hari baik. Hal ini disebabkan kepercayaan masyarakat Tionghoa bahwa jika upacara tersebut tidak dilakukan berdasarkan pemilihan hari baik, maka akan mendatangkan sial bagi keluarga yang ditinggalkan. Pada saat yang ditentukan telah tiba, maka jenazahakan dimasukkan kedalam peti.Jenazahharus diangkat oleh anak-anak lelaki.Sementara itu anakperempuan, cucu dan seterusnya harus terus menangis dan membakar kertas perak, di bawah peti mati.Mereka harus memperlihatkan rasa duka cita yang amat dalam sebagai tanda bakti.Sesudah masuk peti, ada upacara penutupan peti yang dipimpin olehSaikong.Bagi yang beragama Budha upacara ini dipimpin oleh Biksu atauBiksuni.Upacara ini berlangsung cukup lama, dan dilaksanakan di sekeliling peti mati dengan satusyarat bahwa air mata keluarga yang masih hidup pada upacara penutupan peti tidak boleh mengenai jenazah. Bagi anak cucu yang “berada” kaya, mulai menyiapkan rumah-rumahan yang diisi dengan segala perabotan rumah tangga yang dipakai semasa hidup.Semuanya harus dibuat dari kertas.Bahkan, diperbolehkan pula diisi secara berlebih-lebihan, termasuk adanya para pembantu rumahtangga.Semua perlengkapan ini dapat dibeli pada toko tertentu. Setiap tamu-tamu yang datang harus bersalaman dengan anak-anaknya, terutama anak laki-laki. Di atas meja kecil yang terletak di depan peti mati, selalu disediakan makanan yang menjadi kesukaannya semasa masih hidup.Selama peti mati masih di dalam rumah, harus ada sepasang lampion putih yang selalu menyala di depan rumah. Hal ini menandakan bahwa ada orang yang meninggal di rumah tersebut.Ketika tiba pada waktu yang telah ditetapkan berdasarkan penghitungan hari baik, maka diadakan upacara penutupan peti.Dalam tahapan ini semua anak, menantu, cucu dan sanak keluarga dari almarhum harus jongkok atau berjalan mengelilingi peti mati.

4.3.5 Upacara Pemakaman

Menjelang peti akan diangkat, diadakan penghormatan terakhir. Dengan dipimpin oleh saikong, kembali mereka melakukan upacara penghormatan. Sesudah menyembah dan berlutut, mereka harus mengelilingi peti mati beberapa kali dengan jalan jongkok sambil terus menangis mengikutisaikong yang mendoakan arwah almarhum. Untuk orang kaya, diadakan meja persembahan yang memanjang 2 sampai 5 meter.Di atas meja disediakan macam-macam jenis makanan dan buah-buahan. Pada bagian depan meja diletakkan kepala babi dan di depan meja berikutnya kepala kambing. Putra tertua memegang photo almarhum dan sebatang bambu yang diberi sepotong kertas putih yang bertuliskan huruf Tiongkok, biasa disebut “Hoe”. Ia harus berjalan mengelilingi peti mati, diikuti oleh saudara-saudaranya yang lain. Begitu peti mati diangkat, sebuah semangka dibanting hingga pecah sebagai tanda bahwa kehidupan almarhum di dunia ini sudah selesai. Setibanya di pemakaman, selanjutnya diadakan upacara penguburan, sembari berdoamemohon kepada dewa bumi agar mau menerima jenasah dan arwah almarhum, sambil membakar uang akhirat. Semua anak – cucu tidak diperkenankan meninggalkan kuburan sebelum semuanya selesai.Setibanya di rumah, mereka harus membasuh muka dengan air kembang.Sekedar untuk melupakan wajah almarhum.

4.3.6 Upacara Sesudah Pemakaman

Semenjak ada yang meninggal sampai ke 49 hari, semua keluarga harus memakai pakaian tanda berkabung. Keluarga tidak boleh memakai pakaian berwarna ceria, seperti : merah, kuning, coklat, atau oranye. Upacara sesudah pemakaman biasanya terdiri dari Meniga hari 3 hari sesudah meninggal Sesudah 3 hari pemakaman seluruh keluarga melakukan upacara penghomatan dan peringatan di tempat jenasah berada pergi ke kuburan almarhum.Mereka membawa makanan, buah-buahan, dupa, lilin, uang akhirat.Dengan memakai pakaian berkabung mereka melakukan upacara penghormatan.Tak lupa mereka juga menangis dan meratap sambil membakar uang akhirat.Pulang ke rumah, mereka kembali mencuci muka dengan air kembang. Tujuh hari sesudah pemakaman,seperti halnya upacara meniga hari, seluruh keluarga melakukan upacara penghomatan dan peringatan di tempat jenasah berada kembali ke kuburan . Mereka membawa makanan, buah-buahan, kue wajik dan rumah-rumahan, serta uang akhirat. Lilin dan dupa hio dinyalakan. Seluruh rumah-rumahan dan sisa harta yang perlu dibakar, dibakar sambil melakukan upacara mengelilingi api pembakaran. Sesudah selesai, tanah sekepal segenggam diambil, diserakkan ke atasnya. Empat puluh sembilan hari sesudah pemakaman, Pada hari ke 49 ini kembali anak, cucu dan keluarga melakukan upacara penghormatan di tempat jenasah berada kuburan. Semua baju duka dibuka dan diganti baju biasa.Mereka masih dalam keadaan berkabung, namun telah rela melepaskan arwah si almarhum ke alam akhirat. Tiap-tiap tahun memperingati hari kematian satu tahun dan tahun-tahun berikutnya, akan selalu diperingati oleh anak cucunya sebagai tanda berbakti dan menghormati. Peringatan tahunan ini berupa upacara persembahan. Bagi keluarga yang berada, di atas meja persembahan diletakkan berbagai macam makanan, buah-buahan, minuman, antara lain teh dan kopi, manisan minimal 3 macam, rokok, lilin merah sepasang dan hio. Senja hari sebelum upacara, harus dinyalakan lilin merah berpasang-pasang tergantung pada jumlah orang leluhur yang akan diundang. Maksud dari upacara ini adalah meminta kepada dewa bumi toapekong tanah untuk membukakan jalan bagi para arwah yaitu dengan cara membakar uang akhirat kertas perak dan kertas emas . 4.5. Lokasi , Peserta, dan Perlengkapan Upacara 4.5.1 Lokasi Upacara Sebelum dimakamkan, biasanya jenazah disemayamkan terlebih dahulu.Lamanya jenazah disemayamkan berkisar antara 4 hingga 7 hari tergantung pihak keluarga dan penentuan hari baik.Persemayaman dapat dilakukan di rumah pihak keluarga maupun di balai persemayaman.Namun pada saat ini di kota-kota besar seperti Medan persemayaman jenazah yang dilakukan di rumah sudah jarang ditemuka n.Saat ini di kota-kota besar seperti Medan pada umumnya jenazah disemayamkan di balai persemayaman.Hal ini disebabkan beberapa alasan di antaranya pada saat jenazah disemayamkan biasanya dilakukan berbagai tahapan upacara.Dalam upacara persemayaman, biasanya identik dengan suasana yang riuh sehingga menimbulkan kebisingan yang dapat mengganggu lingkungan sekitar.Selain itu meletakkan mayat selama hampir seminggu membuat masyarakat Tionghoa merasa segan terhadap tetangga atau lingkungan sekitar.Alasan yang ketiga biasanya di balai persemayaman telah tersedia peralatan dan keperluan untuk upacara sehingga tidak merepotkan pihak keluarga untuk menyiapkan segala kebutuhan upacara.

4.5.2 Peserta Upacara

Peserta upacara biasanya terdiri dari suami, istri, anak, cucu menantu dan saudara dekat dari orang yang telah meninggal. Dalam upacara kematian masyarakat Tionghoa, Peserta upacara tersebut nantinya akan mengikuti jalannya upacara dan mendengarkan instruksi dari sang pemimpin upacara. Peserta upacara tersebut memiliki peran masing-masing.

4.5.3 Perlengkapan Upacara

Dalam upacara kematian masyarakat Tionghoa, mulai dari persemayaman hingga pemakaman peralatan-peralatan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: Gambar 1. Altar Roh

1. Altar Sembayang

Dalam upacara kematian masyarakat Tionghoa dibutuhkan dua buah altar. Altar berwarna merah untuk para dewa dan altar berwarna biru untuk roh yang disemayamkan. Altar ini adalah tempat meletakkan persembahan, lilin, dupa, hiolo, tugwan yang bertuliskan nama orang yang telah meninggal dan Diatas kiri dan kanan altar terdapat lampion berwarna putih. Gambar 2. Pakaian Berkabaung 2. PakaianBerkabung Dalam upacara kematian masyrakat Tionghoa Orang yang berkabung atau berduka biasanya disebut dengan Hao Lam mereka harus mengenakan pakaian serba putih, dan topi putih yang terbuat dari kain blacu. Untuk etnis Tionghoa yang lebih kental tradisinya mereka memakai pakaian serba hitam. Namun seiring berjalannya waktu sudah jarang sekali masyarakat Tionghoa yang mengunakan pakaian serba hitam dalam upacara kematian. Selain itu dipasang Ha di lengan baju kiri tanda berkabung. Tujuan mereka memakai pakaian berkabung adalah untuk meringankan penderitaan orang yang meninggal, semakin kental tradisi itu dijalankan maka semakin ringan penderitaannya. Sedangkan dampaknya bagi yang berkabung, mereka akan mendapat pengaruh baik atau Hokky. Semakin lama masa berkabung, maka semakin banyak pengaruh baiknya. Gambar 3. Tempat Dupa

3. Dupa hio dan Tempat dupa hiolo

Tempat dupa Hio Lo, merupakan sebuah bokor kecil yang fungsinya sebagai tancapan dupa.Pada umumnya Hio Lo itu terbuat dari timah, namun sekarang ini tidak jarang kita lihat yang terbuat dari tanah liat, itu karena tanah liat lebih mudah untuk didapat.Hio Lo itu diisi abu dapur yang kemudian dipercayai sebagai abu leluhur dan harus dipelihara dan dijaga sampai generasi turun-temurun.Dupa Hio merupakan alat sembahyang yang dibakar dan mengeluarkan bau-bau harum.Makna yang terkandung dalam pembakaran dupa ialah menemukan jalan suci.Dalam konteks kematian seperti ini Hio menyatakan bahwa yang bersangkutan hadir dalam acara perkabungan. Melalui Hio ini akan terjalin komunikasi antara hidup dan yang mati. Gambar 4. Peti mati

4. Peti Mati

Peti mati yang dipakai orang Tionghoa sudah teradisi kelihatannya menyeramkan, sebab selain ukurannya besar dan berat ditambah lagi banyak ukir-ukiran kuno.Bagi masyarakat Tionghoa Merupakan kebanggan tersendiri, apabila sanak keluarga mampu membeli sendiri peti mati. Ada kepercayaan mereka, siapa yang membeli dialah yang akan mendapat banyak rezeki. Karena jika yang membeli peti mati adalah orang lain atau bukan keluarga, mereka percaya rezeki itu akan lari ke orang yang membeli peti mati tersebut. Bagi mereka peti mati merupakan sarana untuk menghantar orang mati ke dalam kuburnya, Oleh sebab itu peti mati harus mewah. Karena semua barang-barang kesayangan almarhum akan dimasukkan ke dalamnya. Pembelian peti mati yang mahal juga merupakan salah satu bukti Hao nya anak-anak, dan ada kebiasaan peti tersebut tidak boleh ditawar harganya. Gambar 5. Uang arwah

5. Uang Arwah

Masyarakat Tionghoa biasa mempersembahkan uang arwah atau uang orang mati. Uang arwah buakanlah uang yang digunakan manusia di dunia, melainkan lembaran kertas yang melambangkan uang . Saat uang arwah dibakar Masyarakat Tionghoa mempercayai nilainya akan di transfer atau dikirim kepada leluhur di akhirat. Ukurannya besar atau kecil menjadi penentu besar kecilnya nominal dari uang tersebut.Uang arwah dipercayai etnis Tionghoa sebagai uang pegangan arwah di akhirat. Masyarakat Tionghoa juga percaya, arwah leluhur mereka juga melakukan kegiatan yang sama seperti kegiatan manusia di bumi. Itulah sebabnya etnis Tionghoa sangat sering membakar kertas tersebut agar para leluhur mereka tidak kekuranagan uang di akhirat.Terdapat dua jenis uang arwah yaitu uang emas dan uang perak uang perak. Cara pengunaanya terbagi dua yaitu : dibakar pada saat upacara persemayaman dan di masuka n kedalam peti mati. Gambar 6. Lilin arwahpenerang jalan

6. Lilin Penerang Jalan

Dalam upacara kematian masyarakat Tionghoa terdapat dua buah lilin Lilin Penerang jalan dipakai dalam sembayanag arwah, lilin penerang jalan diletakkan di pintu masuk upacara. Lilin penerang jalan adalah lilin yang berwarna merah dan diletakan bersamaan dengan dupa, dupa digunakan untuk memanggil arwah agar datang ke lokasi upacara.Masyarakat Tionghoa mempercayai lilin ini dapat menjadi penerang jalan bagi arwah yang meninggal untuk mendatangi lokasi upacara, sehingga roh tidak tersesat saat mendatanggi lokasi. Gambar 7. Lampion

7. Lampion

Dalam upacara kematian masyarakat Tionghoa mereka megunakan dua buah lampion berwarna putih yang terletak di sisi kanan dan kiri bagian atas altar roh.Apabila lampion yang menyala disebelah kiri artinya yang meninggal adalah laki-laki, jika yang menyala sebelah kanan artinya yang meninggal adalah wanita.Apabila kedua lampion menyala artinya yang meninggal masih muda. Pada lampion tertulis nama dan tanggal lahir orang yang meninggal. Gambar 8.Lilin untuk Dewa Gambar 9. Lilin untuk roh

8. Lilin

Dalam upacara kematian masyarakat Tionghoa Terdapat Altar yang berisikan alat-alat upacara kematian.Pada masing-masing altar terdapat dua buah lilin.Lilin berwarna merah untuk altar Dewa dan lilin berwarna putih untuk altar roh.Menurut masyarakat Tionghoa Lilin merupakan tanda duka-cita, menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa tetesan air lilin ini tidak boleh terkena tubuh manusia, karena jika tubuh manusia terkena tetesan air lilin tersebut masyarakat Tionghoa Percayaakan membawa sial seumur hidup. Gambar 10. Ha Tanda atau simbol Gambar 11. salah satu bentuk pemakaian Ha 9. Ha Tanda atau Simbol Ha adalah sejenis tanda simbolis yang diwujudkan dalam bentuk kain yang menandakan status hubungan kekerabatan antara orang yang meninggal dengan keluarga orang yang meninggal. Hubungan kekerabatan dalam simbol ini dapat dilihat dari warna yang digunakan.Ha atau sumbol digunakan untuk menandakan tanda balas budi kepada almarhum. Ha atau simbol dikenakan oleh keluarga almarhum dengan warna yang berbeda dan status yang berbeda. Gambar 12. Tungwan

10. Tungwan

Tungwan adalah salah satu benda yang digunakan dalam upacara kematian masyarakat Tionghoa, Tungwan adalah sebuah ranting bambu yang dikaitkan dengan kertas panjang berwarna putih yang bertuliskan nama orang yang telah meniggal.Tungwan berfungsi sebagai salah satu media pemanggil roh orang yang telah meninggal untuk datang dan mengikuti upacara kematian.Pada saat upacara berlangsung.tungwan harus di pegang oleh anak laki-laki tertua. Gambar 13. Saikong

11. Saikong

Saikong adalah sosok yang tidak asing lagi dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa.Saikong dipandang sebagai sosok yang bijaksana.Saikong adalah orang yang berperan dalam tiap tahapan upacara kematian. Seorang Saikong juga berperan menentukan hari baik penguburan atau pembakaran jenazah yang disemayamkan. Selain hal yang disebutkan diatas, saikong juga merupakan sosok yang cukup dipercaya.Masyarakat Tionghoa meyakini bahwa sosok ini merupakan sosok yang memiliki supranatural. Kekuatan supranatural maksudnya , sosok yang memiliki kemampuan atau kesaktian yang luar biasa. Salah satunya adalah mampu berinteraksi dengan dewa. Dengan kemampuan ini, saikong merupakan sosok yang diangap tepat sebagai media penghubung anatara dewa dan manusia. BAB V PERSEMBAHAN MAKANAN KEPADA ALMARHUM, CARA PENYAJIAN, DAN MAKNA PERSEMBAHAN MAKANAN

5.1 Anggota Keluarga Etnis Tionghoa Yang Diberikan Persembahan Makanan Pada Upacara Kematian

Bagi masyarakat Tionghoa memberikan makanan kepada orang yang sudah meninggal pada saat terjadinya kematian dan dihari upacara kematian adalah Tradisi yang sudah ada sejak dulu.Kegiatan tersebut adalah kewajiban yang di lakukakan anggota keluarga yang masih hidup sebagai wujud rasa hormata untuk mengingat jasa-jasa beliau semasa Almarhum hidup di dunia.Persembahan makanan selalu di berikan dari hari pertama kematian hingga ke 49 hari.Hari pertama meninggal keluarga selalu menyajikan makanan sehari-hari yang biasa Almarhum makan, makanan tersebut di ganti tiga kali sehari.yaitu, pagi, siang dan malam, hingga pada hari upacara pemakaman Almarhum. Pada hari upacara pemakaman persembahan makanan yang di berikan lebih banyak dan mewah dari hari biasa. Mereka percaya roh-roh leluhur yang lain akan hadir, sehingga pada upacara pemakaman tiba etnis Tionghoa selalu memberikan persembahan makanan yang lebih banyak dan mewah. untuk menjamu roh-roh leluhur mereka. Namun dalam adat etnis Tionghoa, tidak semua anggota keluarga yang meninggal di berikan persembahan makanan. Berdasarkan tradisi tersebut, peneliti membahas tentang tradisi dalam memberikan persembahan makanan kepada orang meninggal dalam budaya masyarakat Tionghoa di kota Medan.

5.1.1 Persembahan makanan kepada orang tua atau yang berkeluarga

Masyarakat Tioghoa sampai saat ini masih mengangap kematian merupakan suatu hal yang tabu untuk di bicarakan. Menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa, seseorang yang sudah meninggal secara otomatis berubah statusnya menjadi menjadi dewa.Namun tidak semua yang meninggal bisa di anggap sebagai dewa.karena hanya yang sudah berkeluarga dan sudah mempunyai keturunanlah yang bisa di sebut dewa. Oleh sebab itu orang tersebut harus di sembah, terutama oleh mereka yang lebih mudah termasuk anak dan cucu Almarhum.Ketika terjadinya kematian, masyarakat Tionghoa harus memberikan persembahan makanan kepada Almarhum sebagai tanda rasa hormat seorang anak untuk mengenang jasa Almarhum.Etnis Tionghoa selalu memberikan persembahan makanan dari hari pertama kematiannya hingga ke 49 hari, dengan tujuan agar roh Almarhun tidak merasakan kelaparan di alam yang didiaminya. Penyembahan dilakuakan dengan cara memanggil arwah tersebut di depan altar Hio-lo nya untuk mempersilahkan roh menyantap makanan yang telah di sediakan. Biasanya makanan yang di persembahkan kepada Roh adalah makanan yang bisa ia makan semasa dia hidup di dunia. Seperti nasi, sayur, daging, dan lain-lain. Dalam proses ini mereka juga membakar uang yang terdiri dari kertas uang, diatasnya tertera bentuk segi empat dengan cat kuning keemasan dan perak putih. Dengan cara membakar kertas ini, etnis Tionghoa percaya bawa ketras-kertas itu akan berubah menjadi uang dan sampai kepada roh dan dapat di gunakan oleh roh leluhur mereka sebagai uang. Masyarakat Tionghoa percaya jika ritual persembahan ini tidak dilakukan, Roh akan marah dan akan mengangu anggota keluarga yang masi hidup. Initulah sebabnya etnis Tionghoa selalu memberikan Tradisi persembahan makanan kepada orang yang sudah meninggal, Sebagai bentuk rasa penghormatan mereka kepada Almarhum.

5.1.2 Persembahan Makanan Kepada Orang yang belum Berkeluarga.

Bagi masyarakat Tionghoa jika yang meninggal belum menikah dan belum berkeluarga, jenazah tidak boleh di bawa pulang kerumah. Tetapi harus disemayamkan di rumah duka.Karena etnis Tionghoa mempunyai prinsip bahwa orang yang lebih tua tidah harus menunjukan rasa hormat kepada yang lebih mudah. Mereka percaya jika jenazah yang belum menikah dan belum berkeluarga di bawa pulang ke rumah, maka keluarga yang masih hidup akan terkena sial. Itulah sebabnya mengapa jenazah yang belum berkeluarga tidak boleh di bawa pulang kerumah, dan harus di bawa ke persemayaman. Begitu juga dengan persembahan makanan, jika yang meninggal belum menikah atau belum memiliki keluarga, Almarhum tidak harus di berikan persembahan makanan.Namun boleh di berikan Tapi hanya sekedarnya saja.karena pihak keluarga ada yang tidak tega jika tidak memberikan persembahan makanan kepada jenazah, pihak keluarga biasanya menuyuruh pengurus balai persemayaman untuk memberikan dan menganti makanan tersebut, karena keluarga tidak boleh memberikannya secara langsung. Persembahan makanan di berikan dari hari pertama dia meninggal hingga hari pemakamannya. Pada saat hari pemakamannya tiba, jenazah hanya di doakan oleh saikong atau biksu untuk memberagkatkan jenazah, pada hari pemakaman, jenazah yang belum berkeluarga tidak boleh di berikan persembahan makanan.Berbeda dengan jenazah yang sudah memiliki keluarga, pada saat upacara pemakaman biasanya etnis Tionghoa mempersembahkan makanan yang banyak dan mewah untuk memberangkatkan jenazah. Begitu juga dengan Doa, orang tua tidak boleh memberikan doa kepada anak mereka. Karena jenazah belum menikah dan dia tidak memiliki anak untuk melakukan ritual ini.Itulah sebabnya mengapa etnis Tionghoa tidak memberikan persembahan makanan kepada orang meninggal yang belum menikah atau memiliki keluarga.

5.1.3 Persembahan Makanan Kepada Bayi Atau balita

Bagi Masyarakat Tionghoa, jika yang meninggal adalah Bayi Atau Balita, Etnis Tionghoa sama sekali tidak boleh melakukan upacara pemakaman. Jika yang meninggal adalah Bayi atau Balita keluarga sama sekali tidak boleh memberikan persembahan makanan, karena menurut adat etnis Tionghoa penghormatan tidak diberikan kepada Bayi atau Balita. Maka jika yang meninggal adalah Bayi atau Balita, mereka harus dimakamkan secara diam-diam agar tidak ada orang yang tau. Atau pihak keluarga harus menyerahkan kepada pihak lain untuk memakamkan Bayi atau Balita tersebut. Dalam keluarga Tionghoa hal kematian bayi adalah hal yang paling buruk karena menurut mereka kematian bayi berdampak sial bagi keluarga yang di tinggalkan. Sehingga sering ditutup-tutupi seolah tabu untuk di bicarakan

5.2 Cara Penyajian Dalam Memberikan Persembahan Makanan

Dalam upacara kematian masyarakat Tionghoa, mereka selalu melakukan tradisi memberikan persembahan makanan dan minuman kepada Almarhum dari hari pertama kematiannya hingga ke 49 hari. Pada hari upacara pemakaman Almarhum, Makanan yang di persembahkan berupa makanan Lengkap, terdiri dari hidangan utama berupa nasi beserta lauk pauknya.Namun khusus di hari pemakaman Almarhum keluarga yang masih hidup biasannya menghidangankan makanan lebih mewah dari hari pertama kematian.Untuk memberikan persembahan makanan dalam upacara kematian masyarakat Tionghoa, mereka selalu menambahkan makanan berupa kue dan buah-buahan.Minumananya adalah teh dan arak putih. Cara-cara penyajian dalam mempersembahkan makanan kepada roh dalam upacara kematian etinis Tionghoa adalah dengan cara, meletakan sajian di atas meja Altar arwah. Penempatan nasi, lauk, sayur dan minuman, serta peralatan bersantap seperti sumpit, sendok bebek, cangkir teh, cangkir arak juga di letakan di atas meja Altar arwah, semuannya ditata di atas meja sama sepeti menjamu tamu, hannya saja dalam upacara ini tamunnya tidak nampak. Gambar 12.persembahan makanan pada hari uapacara kematian etnis Tionghoa Pengaturan letak dalam memberikan persembahan makanan dibagi menjadi tiga bagian dengan posisi berbaris yaitu: Baris pertama : Nasi, sayur, dan lauk di letakan di bagian depan atas meja dekat dengan foto almarhum. Nasi yang di persembahkan harus nasi yang khusus dimasak untuk keperluan sembayang. Biasannya beras yang di gunakan adalah beras pitih Gambar 13.barisan pertama . nasi , lauk, sayur dan teh Bagian kedua : Sajian bagian kedua diletakan setelah sajian bagian pertama, posisinya diletakan berbaris sama seperti bagian pertama, kue yang bisanya di sajikan adalah kue yang berwarna putih dan kue yang berwarnah merah atau yang sering di sebut dengan kue apem. Kue ini bagi etnis Tionghoa memiliki arti khusus, kue ini memiliki bentuk yang besar dan mengembang, mereka percaya saat memberikan persembahan ini keluarga yang di tinggalkan akan hidup semakin berkembang menjadi yang lebih baik lagi sama seperti kue tersebut yang sifatnya adalah menegmbang. Kue yang berwarna putih adalah kue yang di persembahkan dari anak laki-laki, dan kue yang berwarna merah adalah kue yang di persembahkan dari anak perempuan. gambar 14. gambar 15. kue apem warna putih dari anak laki-laki kue apem warna merah dari anak perempuan Pada hari ketujuh kematian masyarakat Tionghoa, mereka selalu menambahkan kue basah yang bersifat wajib, yaitu kue wajik. Pada saat penyajian kue wajik di letakan di barisa ke dua, di samping kue-kuean yang lain. Wajik harus di hidangkan pada tujuh hari kematian masyarakat Tionghoa. Karena, kue wajik terbuat dari tepung ketan yang lengket, sehingga pada saat roh menyentuh atau mengambil kue wajik tersebut, tangannya akan lengket. karena wajik terbuat dari tepung ketan yang bersifat lengket. Kemudian roh akan mencari air untuk mencuci tanggannya, pada saat ia menyentuh air kulitnya akan hancur. Saat itulah roh akan sadar bahwa dia sudah meninggal. Kue wajik dihidangkan atau dipersembhakan untuk mengigatkan arwah bahwa dirinya sudah berbeda dengan dunia manusia yang menghidangkan makanan baginya.Sehingga roh harus kembali kedunianya. Gambar 16.kue wajik persembahan hari ketujuh kematian Bagian ketiga : bagian ketiga diletakan di bagian paling akhir atau barisan bawah. Namun jika meja altar tidak muat buah-buahan ini bisa diletakan di bagian samping.Tidak ada aturan-aturan yang khusus dalam meletakan jenis buah-buahan, biasanya buah-buahan yang disajikan adalah apel, pir nenas, anggur, jeruk, pisang.Buah-buah yang di sajikan harus lah tertata rapi. Gambar 18. Susunan persembahan makanan setelah semua peralatan dan persembahan makanan selesai di atur dimeja Altar, kemudian upacara sembayang dimulai dengan diawali oleh kepala keluarga atau angota laki-laki yang tertua. Upacara sembayang berlangsung kurang lebih satu jam.Setelah selesai upacara sembayang, anggota keluarga menyantap bersama sajian tersebut.

5.3 Makna Persembahan makanan