tujuan organisasi dan punya keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi Porter et al. 1974; Mowday et al. 1979; Mowday et al. 1982 dalam
Sijabat, 2012. Hasil penelitian ini sejalan dengan Permatasari, 2013, Cahyono, 2015,
dan Omar dan Ahmad, 2014 ada hubungan signifikansi negatif ini menjelaskan bahwa tingkat komitmen organisasi yang rendah dari seorang auditor mendorong
munculnya keinginan berpindah auditor dari Kantor Akuntan Publik. Penelitian Sijabat, 2012 dan Hendra, 2012 juga menjelaskan bahwa komitmen
organisasi yang dimiliki auditor mempunyai pengaruh yang berarti dalam upaya menurunkan keinginan untuk pindah. Kesimpulan dari penelitian Weldy, 2015
menunjukkan bahwa semakin tinggi komitmen organisasi, maka akan semakin rendah keinginan untuk berpindah tempat kerja dan sebaliknya.
4.8.3 Pengaruh Stres Kerja terhadap Turnover Intention Auditor
Dilihat dari hasil analisis deskriptif variabel stres kerja, jawaban responden memiliki tingkat stres kerja dalam kategori sedang dengan nilai rata-
ratanya yaitu 57,5. Hal ini menunjukkan bahwa auditor memiliki tingkat stres kerja yang cukupsehingga mampu menurunkan tingkat turnover intention
auditor.Hipotesis ketiga H3 menyatakan stres kerja secara parsial berpengaruh positif terhadap turnover intention auditor. Hipotesis ketiga H3 ini diterima,
yaitu berdasarkan hasil pengujian statistik yang menunjukkan bahwa nilai probabilitas 0,044 lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05. Hal ini menunjukkan
bahwa stres kerja berpengaruh positif terhadap turnover intention auditor. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi stres kerja yang dirasakan auditor akan
meningkatkan keinginan berpindah kerja dari Kantor Akuntan Publik dimana auditor tersebut bekerja. Dan sebaliknya semakin rendah stres kerja yang
dirasakan oleh auditor maka semakin rendah keinginan berpindah kerja auditor tersebut.
Penjelasan teori artribusi Frizt 1958 dapat melandasi tentang perilaku turnover intention auditor yang ditimbulkan dari stres kerja.Pekerjaan sebagai
auditor sering dikenal sebagai pekerjaan yang penuh dengan tekanan. Salah satunya dari target waktu penyelesaian audit yang harus tepat waktu dan hasil
opini audit yang harus handal. Keadaan-keadaan tersebut terkadang dirasakan oleh auditor tertentu menjadi sebuah kesulitan pekerjaan.Ketika auditor tersebut
tidak mampu untuk menangani kesulitan pekerjaan sebagai auditor, maka dapat timbul suatu keadaan stres kerja yang membuat audit merasa tidak sanggup untuk
menyelesaikan pekerjaan auditnya.Perasaan tersebut sangat berbahaya karena dapat memicu timbulnya keinginan untuk berpindah kerja dari diri auditor
tersebut. Bekerja sebagai seorang auditor, merupakan pekerjaan yang membutuhkan
keahlian yang profesional dengan tingkat kesibukan yang tinggi.Seorang auditor sering dihadapkan masalah pada kuantitas pekerjaan yang berlebihan.Untuk
menghasilkan suatu hasil opini audit, auditor terkadang dihadapkan pada masalah kekurangan waktu pengauditan sehingga terkadang keadaan tersebut dapat
menimbulkan tekanan pada diri auditor. Apabila setiap tekanan pekerjaan yang dialami oleh auditor tidak dapat ditangani oleh diri auditor itu sendiri maka akan
berdampak pada timbulnya stres kerja.Salah satu sumber stres auditor adalah
terperangkapnya auditor dalam situasi dimana auditor tidak dapat lepas dari tekanan peran dalam pekerjaan Anisykurlillah et al., 2013.
Penelitian ini menggunakan tiga indikator stres kerja yaitu konflik peran, ambiguitas peran, dan kuantitas kerja yang berlebihan. Ketiga indikator
tersebutlah jika sudah dialami oleh auditor dan tidak bisa mengendalikannya akan menimbulkan perasaan stres yang bisa berdampak buruk pada pekerjaannya.
Salah satunya ketika beban kerja yang dirasakan auditor meningkat dan tidak bisa diselesaikan oleh auditor dapat melahirkan stres dalam pekerjaan.Stres yang
secara terus menerus yang dialami karyawan dapat memicu meningkatkannya keinginan untuk pindah turnover intention karyawan. Stres yang tinggi akan
mempengaruhi kebahagiaan serta menciptakan suatu intensi dalam diri karyawan tersebut untuk keluar atau pindah dari perusahaan tempat ia bekerja, sebagai usaha
menghindari sumber stres. Hasil penelitian ini sejalan dengan Putra, 2015, Hasin dan Omar, 2007
dan Law, 2010 menunjukkan variabel stres kerja mempunyai pengaruh positif terhadap turnover intention. Penelitian Pradana dan Salehudin, 2015 juga
menunjukkan hal yang sama bahwa stres kerja berpengaruh positif terhadap keinginan berpindah kerja dari auditor junior di Jakarta. Sehingga hasil penelitian
menjelaskan bahwa auditor yang memiliki stres kerja yang tinggi akan meningkatkan keinginan berpindah kerja auditor tersebut. Dan sebaliknya
perasaan stres kerja yang rendah akan mampu menurunkan keinginan berpindah kerja auditor.
4.8.4 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Turnover Intention Auditor