30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Determinasi Tanaman
Hasil determinasi tanaman yang dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Bogor menyatakan bahwa tanaman yang digunakan adalah
benar talas jepang Colocasia esculenta L.Schott familiAraceae.Hasil determinasi dapat dilihat pada lampiran 2.
4.2 Karakterisasi
Standardisasi atau karakterisasi merupakan proses penjaminan produk akhir agar mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan
terlebih dahulu Helmi dkk, 2006. Standardisasi merupakan proses yang penting untuk menjamin mutu dan keamanan bahan. Karakterisasi dilakukan terhadap
parameter spesifik, parameter non-spesifik, dan uji kelarutan. Parameter spesifik meliputi identitas dan organoleptik, yakni bentuk,
warna, bau, dan rasa sedangkan parameter non-spesifik yang diujikan yaitu kadar air dan kadar abu. Hasil dari karakterisasi ekstrak umbi talas jepang dapat dilihat
pada tabel 4.1.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi Ekstrak Umbi Talas Jepang
Jenis Karakterisasi Hasil
Nilai Berdasarkan
Literatur
Parameter Spesifik a.
Identitas
b. Organoleptik
Bentuk Warna
Bau Rasa
Ekstrak umbi talas jepang Colocasia
esculentaL. Schott var antiquorum
Kental Cokelat tua
Aromatik Manis sedikit pahit
Ekstrak umbi
talas jepang
Colocasia esculentaL.
Schott var antiquorum
-
Parameter Non Spesifik a.
Kadar Air
b. Kadar Abu
Uji Kelarutan 7,01
1,54
1 : 20 10 Soetano dan
Soediro, 1997 Maksimal 9 MMI
Termasuk dalam
kategori larut dalam akuades
Berdasarkan hasil pengamatan diperolehidentitas dan organoleptikekstrak adalah ekstrak umbi talas jepang Colocasia esculentaL. Schott var
antiquorumdengan warna cokelat tua, berbau khas aromatik, dan memiliki rasa yang manis sedikit pahit. Rasa pahit dari ekstrak disebabkan dari kadaralkaloid
yang terdapat di dalamnya Anam dkk, 2013. Kadar airekstrak umbi talas jepang yang diperoleh sebesar 7,01. Hal ini
telah sesuai dengan persyaratan dimana kadar air seharusnya adalah antara 10 sehingga ekstrak umbi talas jepang dapat digunakan dalam formulasi mikroemulsi
Soetarno dan Soediro, 1997. Jika kadar air terlalu tinggi akan memudahkan sampel tercemar oleh bakteri dan jamur serta menyebabkan ketidakstabilan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
komponen-komponen aktif yang terkandung pada suatu sampel sehingga dapat menurunkan aktivitas biologi ekstrak selama penyimpanan Saifuddin, Rahayu,
dan Teruna 2011. Parameter non-spesifik berikutnya adalah penentuan kadar abu. Uji kadar
abu dilakukan untuk mengetahui kadar zat anorganik dan mineral yang ada dalam ekstrak. Pada uji kadar abu, ekstrak dipanaskan pada suhu tinggi hingga senyawa
organik dan turunannya terdestruksi dan menguap hingga tersisa unsur mineral dan unsur anorganik saja Anam dkk, 2013. Hasil kadar abu yang diperoleh
sebesar 1,54. Nilai tersebut dimungkinkan karenamasih cukup banyak mineral yang terkandung di dalam ekstrak tersebut. Akan tetapi, kadar tersebut masih
memenuhi persyaratan dimana kadar abu maksimal dalam Materia Medika Indonesia adalah 9.
Setelah itu dilakukan pengujian kelarutan ekstrak dalam akuades. Uji ini dilakukan untuk melihat sifat kelarutan ekstrak dalam akuades sehingga dapat
ditentukan tipe mikroemulsi yang akan dibuat. Berdasarkan hasil di atas menunjukan bahwa 1 bagian ekstrak dapat larut dalam 20 bagian akuades
sehingga ekstrak umbi talas jepang dapat dikatakan larut dalam air dan bersifat hidrofil. Oleh sebab itu, tipe mikroemulsi yang akan dibuat dalam formulasi ini
adalah tipe air dalam minyak am.
4.3 Penapisan Fitokimia