UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.4 Reogram Awal Mikroemulsi Ekstrak Umbi Talas Jepang
4.7.4 Penentuan Tipe Mikroemulsi
Penentuan tipe mikroemulsi dilakukan dengan menggunakan metode pengenceran.Metode ini dipilih karena pengerjaannya yang mudah dan
cepat.Pengenceran mikroemulsi dilakukan dengan menggunakan air.Jika mikroemulsi tersebut bercampur sempurna dengan air, maka ia termasuk bertipe
minyak dalam air ma dan jika ia membetuk globul-globul dalam fase pendispersi, maka termasuk dalam tipe air dalam minyak am. Pada pengujian
ini dihasilkan mikroemulsi dengan tipe air dalam minyak am karena air yang ditambahkan tidak dapat bercampur sempurna dengan mikroemulsi.Air tersebut
membentuk globul-globul dalam mikroemulsi.
4.7.5 Pengukuran Bobot Jenis
Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu yang telah ditetapkan terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama Anonim,
1995. Pengukuran bobot jenis yang dilakukan dengan menggunakan piknometer pada suhu kamar, menunjukan bobot jenis mikroemulsi ekstrak umbi talas jepang
sebesar 0,958 gml. Hal ini menggambarkan besarnya massa per satuan volume.
20 40
60 80
100 120
20 40
60 80
100
K ec
ep at
an G
ese r
r p
m
Torque
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.7.6 Uji Sentrifugasi
Uji sentrifugasi dilakukan dengan menggunakan sentrifugator.Uji sentrifugasi dilakukan untuk mengetahui kestabilan mikroemulsi.Sediaan
mikroemulsi yang telah selesai dibuat, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 13.000 rpm pada suhu ±25
⁰C selama 30 menit.Hasil dari sentrifugasi menujukan tidak ada pengendapan ataupun pemisahan fase yang terjadi sehingga mikroemulsi
dapat dikatakan stabil.
4.7.7 Cycling Test
Cycling testmerupakan kondisi percepatan dengan adanya fluktuasi suhu untuk menentukan kestabilan produk selama penyimpanan.Cycling testdilakukan
untuk melihat apakah terjadi kristalisasi, pemisahan fase, kehilangan viskositas, agregasi, dan pengendapan, dimana perubahan yang terjadi bersiat reversibel atau
sebaliknya Huynh-BA, Kim, 2008 dan Rahmawati, 2003.Cycling test dilakukan dengan menguji kestabilan mikroemulsi secara bergantian pada suhu dingin 4 ± 2
⁰C dan suhu tinggi 40 ± 2 ⁰C, masing-masing temperatur selama 24 jam.Pengujian ini dilakukan sebanyak 6 siklus.Setiap pergantian siklus, dilakukan
pengamatan terhadap mikroemulsi.Setelah siklus berakhir juga dilakukan pengamatan secara makrokopis dan dilakukan pengujian pH.Hasil dari
pengamatan, ditunjukan dalam tabel berikut:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.11 Hasil Pengamatan Organoleptik Mikroemulsi pada Cycling
Test
Siklus Organoleptik
Siklus 1 ME berwarna kuning kecoklatan, berbau
khas, tetap jernih, dan tidak terjadi
pemisahan. Siklus 2
ME berwarna kuning kecoklatan, berbau khas, tetap jernih,
dan tidak terjadi pemisahan.
Siklus 3 ME berwarna kuning kecoklatan, berbau
khas, tetap jernih dengan sedikit kabut di bagian atas.
Siklus 4 Terjadi creaming
Siklus 5 Terjadi creaming
Siklus 6 Terjadi creaming
Dari hasil pengamatan, pada siklus ketiga muncul kabut pada bagian atas mikroemulsi dan setelah siklus keempat terjadi pemisahan fase.Hal tersebut
dimungkinkan karena kurang stabilnya komponen zat aktif yang ada sehingga mempengaruhi susunan dan stabilitas mikroemulsi.Akan tetapi hal tersebut
bersifat reversibel. Kabut yang ada akan hilang setelah didiamkan dan setelah dilakukan pengocokan pemisahan fase berupa creamingjuga akan menghilang
karena fase air akan terdispersi kembali ke dalam fase pendispersinya fase minyak. Sedangkan untuk pengujian pH pada hasil cycling test, didapatkan nilai
5,361.Hal ini menunjukan terjadinya penurunan pH. Minyak zaitun sebagian besar terdiri dari asam lemak tak jenuh, dan jika terhidrolisis akan menghasilkan asam
karboksilat Sastrohamidjojo H, 2005. Asam karboksilat tersebut kemungkinan yang menyebabkan terjadinya penurunan pH pada sediaan. Akan tetapi penurunan
pH tidak terlalu signifikan sehingga tidak akan terlalu berpengaruh.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.7.8 Uji Stabilitas