150 e
Kesopanan: Nt memperkenalkan peneliti kepada siswa dan meminta agar siswa menghormati kedatangan peneliti. Selain itu,
Nt juga bertutur kata secara halus, sehingga siswa pun juga bertutur kata secara halus.
f Kerja sama: Nt menerapkan metode diskusi untuk melatih sikap
gotong royong siswa saat melakukan sebuah tugas.
d. Bentuk-Bentuk Pembelajaran Berbasis Budaya di SD Se-Gugus 3
Sebagai pendukung terselenggaranya Pendidikan Berbasis Budaya, guru kelas IV di SD se-Gugus 3 juga telah menerapkan Pembelajaran
Berbasis Budaya. Ada dua bentuk Pembelajaran Berbasis Budaya yang diterapkan oleh guru yaitu belajar dengan budaya dan belajar melalui
budaya. Masing-masing bentuk memiliki keunikan tersendiri.
1 Belajar dengan Budaya
Paulina Pannen Suprayekti, 2009: 4.14-4.16 menjelaskan bahwa dalam belajar dengan budaya maka budaya dan perwujudannya
menjadi media pembelajaran dalam proses belajar, menjadi konteks dari contoh-contoh tentang konsep atau prinsip dalam suatu mata
pelajaran, menjadi konteks penerapan prinsip atau prosedur dalam suatu mata pelajaran. Keunikan bentuk belajar dengan budaya adalah
siswa mengenal dan memahami budaya melalui media dan metode yang diterapkan oleh guru saat pembelajaran. Budaya tidak
diperkenalkan secara khusus seperti pada bentuk belajar tentang
151 budaya. Namun, budaya menjadi media dalam penyampaian materi
pelajaran. Beberapa guru di SD se-Gugus 3 Kecamatan Lendah
menerapkan bentuk Belajar dengan Budaya karena guru menyajikan wujud budaya fisik sebagai media dalam proses pembelajaran. Wujud
budaya yang digunakan oleh guru minimal adalah gambar. Seperti yang digunakan oleh SS, Sj, dan Nt saat menjelaskan materi tentang
perkembangan produksi, komunikasi, dan transportasi. SS membawa gambar alat pembajak sawah pada pertemuan pertama. Sedangkan
pada pertemuan selanjutnya, SS tidak membawa media. Sj selalu membawa media pada setiap pertemuan, seperti gambar dan chart. Nt
justru membawa wujud asli media yang digunakan untuk menjelaskan materi, seperti tahu, tempe, kentongan, dan gambar alat transportasi
yang telah terpajang di kelas. Selain belajar dengan wujud budaya secara fisik, guru juga
menggunakan wujud budaya secara ide dan aktivitas sebagai media pembelajaran. Wujud budaya secara ide digunakan guru ketika
bertanya jawab dengan siswa baik pada kegiatan pengkondisian, penciptaan makna, maupun konsolidasi. Masing-masing siswa
menjawab sesuai dengan pemahamannya. Kelima guru kelas IV di SD se-Gugus 3 menggunakan metode tanya jawab untuk mengetahui
tingkat pemahaman siswa. Sedangkan wujud budaya secara aktivitas sebagai media pembelajaran adalah ketika guru memberikan contoh
152 cara menggunakan alat-alat produksi, komunikasi, dan transportasi.
Wujud budaya secara aktivitasperilaku juga terlihat saat guru membelajarkan kepada siswa tentang nilai-nilai luhur budaya melalui
tindakan seperti yang telah peneliti bahasa pada poin sebelumnya. Nilai-nilai tersebut tidak disampaikan secara langsung kepada siswa,
tetapi tersirat dalam cara bertindak dan cara mengajar yang dilakukan oleh guru serta keteladanan. Nilai-nilai yang cenderung diajarkan oleh
guru kelas IV SD se-Gugus 3 meliputi kejujuran, tanggung jawab, kerja keraskeuletanketekunan, kesopanankesantunan, kerja sama,
dan toleransi. Tugas guru seperti ini sesuai dengan pengertian mengajar menurut Oemar Hamalik 2010: 56-58 yang salah satunya
menyebutkan bahwa mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat peneliti simpulkan bahwa guru kelas IV di SD se-Gugus 3 Kecamatan Lendah sudah
menerapkan Pembelajaran IPS Berbasis Budaya pada bentuk Belajar dengan Budaya. Selain itu, guru juga sudah mengajarkan nilai-nilai
luhur budaya melalui aktivitas guru dan kegiatan pembelajaran.
2 Belajar melalui Budaya
Paulina Pannen Suprayekti, 2009: 4.16-4.17 menjelaskan belajar melalui budaya merupakan metode yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan pencapaian pemahaman atau makna yang diciptakannya dalam suatu mata pelajaran melalui
153 ragam perwujudan budaya. Keunikan bentuk belajar melalui budaya
adalah siswa memiliki kebebasan untuk menuangkan idenya melalui beragam wujud budaya, seperti gambar, cerita, puisi, dll. Tentu saja
kebebasan itu masih dalam ruang lingkup materi yang dibahas bersama dengan guru. Dalam belajar melalui budaya, guru
memberikan kesempatan siswa untuk bereksplorasi, berkarya, dan hasilnya akan diapresiasi oleh guru apakah siswa memahami konsep
materi yang diajarkan. Berdasarkan hasil observasi, guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bereksplorasi dalam bentuk diskusi kelompok. Hasil diskusi kemudian dinilai oleh guru. Hal ini karena guru belum
terbiasa mengajak siswa untuk membuat hasil karya dalam pelajaran IPS. Namun, hasil diskusi juga merupakan wujud budaya karena
didasarkan pada pemikiran siswa kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan.
Wujud budaya secara ide digunakan guru melalui kegiatan diskusi kelompok. Setiap siswa dalam kelompok mempunyai ide yang
berbeda-beda dalam menjawab soal yang diberikan guru. Perbedaan ide itu kemudian dituangkan melalui wujud budaya secara aktivitas,
yaitu berdiskusi. Setelah selesai proses diskusi, ada pula wujud budaya aktivitas lain yaitu menyampaikan hasil diskusi kepada teman
kelompok lain. Wujud budaya secara fisik yang terlihat adalah hasil diskusi siswa yang ditulis pada kertas atau buku.
154 Selain itu, dalam diskusi kelompok juga termuat nilai-nilai luhur
budaya seperti kerja sama, toleransi, percaya diri, kepemimpinan, dan tanggung jawab. Kegiatan diskusi sering dilakukan oleh Sj pada setiap
pertemuannya. Nt juga menerapkan diskusi kelompok saat pembelajaran, dan pembentukan kelompok sudah bersifat paten.
Sedangkan SS menerapkan metode diskusi kelompok pada materi yang sesuai. Hal ini dapat peneliti simpulkan bahwa guru kelas IV di
SD se-Gugus 3 cenderung sudah menerapkan Pembelajaran IPS Berbasis Budaya pada bentuk Belajar melalui Budaya dengan cara
menggunakan metode diskusi. Ada pula beberapa temuan dalam pelaksanaan Pembelajaran Berbasis
Budaya. Pertama, ada dua SD yang pada hari tertentu pembelajarannya selalu terganggu oleh kegiatan ekstrakurikuler karawitan. Di SD N Jr, jam
pelajaran IPS kelas IV selalu hilang karena ekstrakurikuler karawitan hanya dapat dilakukan pada hari dan jam tersebut. Kelas IV SD N Jt, pada hari
Sabtu pagi selalu terganggu oleh ruang sebelah yang digunakan untuk karawitan kelas lain. Setelah peneliti mencoba menelusuri alasannya,
ternyata guru karawitan yang ada di kedua SD tersebut sama dan beliau juga mengajar di beberapa tempat yang berbeda. Sehingga beliau harus mengatur
jadwal karawitan di kedua SD tersebut. Temuan lain dalam pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Budaya pada
bentuk belajar dengan budaya adalah di SD N Sd. Meskipun guru selalu menyajikan media, tetapi siswa justru mudah lupa dengan materi yang
155 diajarkan. Berbeda dengan SD N 1 Ld dimana guru yang hanya
menggunakan metode dikte-catat, justru siswa mudah mengingat materi yang diajarkan. Hal ini terjadi karena pada saat guru menyajikan media
pembelajaran, siswa belum terlibat secara penuh. Guru masih mendominasi peran dalam penggunaan media. Sehingga siswa mudah lupa dengan konsep
yang telah diajarkan oleh guru. Sedangkan guru yang menggunakan metode dikte-catat, siswa lebih mudah mengingat karena selain siswa
mendengarkan, siswa juga menulis dan membaca hasil catatannya. Hal inilah yang akan membekas di benak siswa.
Temuan selanjutnya adalah guru sudah melaksanakan Pembelajaran Berbasis Budaya, tetapi dalam perencanaan pembelajarannya belum terlihat
indikator berbasis budaya. Hal ini disebabkan karena perencanaan yang dimiliki oleh guru dibuat pada awal semester. Padahal, pembuatan RPP
secara ideal dilakukan guru pada saat akan mengajar. Hal ini mengakibatkan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru tidak sama dengan
kegiatan yang tertulis dalam RPP. Perda tentang Pendidikan Berbasis Budaya disahkan pada tahun 2011.
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Dikpora juga telah melakukan sosialisasi secara intensif dan berkelanjutan. Seperti yang tertulis dalam
website Dikpora http:dikpora.jogjaprov.go.id tanggal 09 Juni 2011, “Untuk kesekian kalinya pula Disdikpora mengadakan sosialisasi kegiatan
pembinaan profesi melalui pengembangan Kurikulum Berbasis Budaya dan karakter bangsa. Kali ini pesertanya berasal dari Dinas Kota dan 4
156 Kabupaten serta para guru dan pengawas jenjang SD 8-906
”. Selain itu, pada tanggal 19 Desember 2011 juga tertulis bahwa Dikpora mengadakan
workshop Penyelenggaraan Pendidikan dalam Perda No. 5 Tahun 2011 di Hotel Ros-in tanggal 12 Desember 2011 yang diikuti oleh Kepala Sekolah
RSBI di DIY. Berdasarkan hasil wawancara, seluruh guru kelas IV di SD se-Gugus 3 Kecamatan Lendah belum memahami hakekat Pembelajaran
Berbasis Budaya. Namun, saat peneliti melakukan observasi semua guru sudah melaksanakan Pembelajaran Berbasis Budaya. Seluruh guru juga
sudah mengetahui adanya peraturan dari pemerintah tentang Pendidikan Berbasis Budaya. Hanya saja dalam pelaksanaannya di kelas sesuai dengan
pemahaman masing-masing guru. Hal ini karena guru masih merasa belum memperoleh sosialisasi yang intensif dari pengawas.
3. Penilaian Pembelajaran Berbasis Budaya