30 struktur pendidikan. Hasil pendidikan akan sangat mencerminkan
masyarakat di sekitarnya.
a. Pengertian Pembelajaran Berbasis Budaya
Paulina Pannen Suprayekti, 2009: 4.12 mendeskripsikan Pembelajaran
Berbasis Budaya
merupakan strategi
penciptaan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman belajar yang
mengintegrasikan budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran. Budaya merupakan alat yang sangat baik untuk memotivasi siswa dalam
mengaplikasikan pengetahuan,
bekerja secara
kooperatif, dan
mempersepsikan keterkaitan antara berbagai mata pelajaran. Senada dengan pendapat Pannen, Sutarno 2007: 7.2 juga menyebutkan bahwa
dalam Pembelajaran Berbasis Budaya, budaya diintegrasikan sebagai alat bagi
proses belajar
untuk memotivasi
peserta didik
dalam mengaplikasikan
pengetahuan, bekerja
secara kooperatif,
dan mempersepsikan keterkaitan antara berbagai mata pelajaran.
b. Landasan Pembelajaran Berbasis Budaya
Sutarno 2007: 7.6 menjelaskan bahwa Pembelajaran Berbasis Budaya dilandaskan pada pengakuan terhadap budaya sebagai bagian
yang fundamental bagi pendidikan, ekspresi dan komunikasi suatu gagasan, serta perkembangan pengetahuan. Hal ini berarti bahwa budaya
merupakan bagian penting dalam pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan.
31 Selain itu terdapat teori belajar yang sangat mendukung
diterapkannya Pembelajaran Berbasis Budaya. Teori belajar tersebut adalah Teori Konstruktivisme dalam pendidikan yang dikembangkan
oleh hasil pemikiran Lev Vygotsky. Teori ini menyimpulkan bahwa siswa mengkonstruksikan pengetahuan atau penciptaan makna sebagai
hasil dari pemikiran dan berinteraksi dalam suatu konteks sosial Suprayekti, 2009: 4.18.
Piaget juga mengembangkan Teori Konstruktivisme Suprayekti, 2009: 4.18 yang menyatakan bahwa setiap individu menciptakan makna
dan pengertian baru, berdasarkan interaksi antara apa yang telah dimiliki, diketahui, dan dipercayai, dengan fenomena, ide, atau informasi baru
yang dipelajari. Piaget juga mengatakan bahwa setiap siswa membawa pengertian dan pengetahuan awal yang sudah dimilikinya ke dalam
proses belajar, yang harus ditambahkan, dimodifikasi, diperbarui, direvisi, dan diubah oleh informasi baru yang dijumpai dalam proses
pembelajaran. Brooks Brooks Suprayekti, 2009: 4.18 menyatakan ciri-ciri
pembelajaran konstruktivisme yaitu: 1
Tidak terpaku pada proses mempelajari materi sebagaimana tercantum dalam kurikulum, tetapi memungkinkan proses
pembelajaran berfokus pada ide atau gagasan yang bersift umummakro berdasarkan konteks kehidupan siswa.
2 Proses belajar merupakan milik siswa sehingga siswa sangat diberi
keleluasaan untuk menuruti minat dan rasa ingin tahunya, untuk membuat keterkaitan antarkonsepide, untuk mereformulasikan ide
dan gagasan, serta untuk mencapai suatu kesimpulan yang unik.
3 Mempercayai adanya beragam perspektif yang berbeda-beda, dan
kebenaran merupakan suatu hasil interprestasi makna.
32 Salah satu cabang ilmu filsafat pendidikan yang mendasari
pentingnya implementasi nilai-nilai budaya lokal pada mata pelajaran IPS adalah aliran Filsafat Perenialisme. Agus Effendi 2010: 166-167
menyebutkan bahwa kaum Perenialis memandang pendidikan sebagai proses yang sangat penting dalam pewarisan nilai budaya kepada peserta
didik. Mohammad Noor Syam Uyoh Sadulloh, 2012: 151 juga mengemukakan pandangan Perenialisme bahwa pendidikan harus lebih
banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
Budaya yang ada di masyarakat juga menjadi salah satu landasan bagi pendidikan. Dwi Siswoyo 2008: 73 menjelaskan di Indonesia telah
ditegaskan bahwa pendidikan nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia. Lebih lanjut, Dwi Siswoyo juga menyebutkan bahwa
kebudayaan dapat diwariskan dan dikembangkan melalui pendidikan, sedangkan bentuk, ciri-ciri, dan pelaksanaan pendidikan ditentukan oleh
kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Setiap manusia pasti menjadi bagian dari suatu masyarakat dan menjadi pendukung kebudayaan
tertentu yang ada di masyarakatnya.
c. Bentuk-bentuk Pembelajaran Berbasis Budaya