BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Jepang dikenal sebagai negara yang sangat kaya warisan budaya, tradisi dan juga kehidupan sastranya. Bisa dibilang, kehidupan masyarakat Jepang sangat erat kaitannya
dengan kebudayaan dan juga sastra. Pada awalnya, sastra Jepang memang banyak dipengaruhi oleh sastra dari Negeri Tirai Bambu China. Namun secara bertahap, Jepang
menemukan dan mengembangkan sendiri karya sastranya sehingga memiliki daya tarik dan keunikan tersendiri. Kesusastraan di Negara Jepang terbagi dua yaitu Kesusastraan Lisan
yang disebut dengan Koosho Bungaku dan Kesusastraan Tulisan yang disebut dengan Kisai Bungaku.
Kooshoo Bungaku lahir dari kelompok masyarakat dan dinikmati oleh masyarakat pula. Karena penyampaiannya secara lisan, maka kooshoo bungaku ini bersifat tidak stabil
dan berubah-ubah. Pengaruh kooshoo bungaku menjadi berkurang karena pemakaian tulisan kanji dan adanya kesadaran individual. Kesadaran individual ini melahirkan kreativitas-
kreativitas pada kesusastraannya. Sedikit demi sedikit hilangnya sifat ketidakstabilan ini terlihat pada beberapa hasil karya sastra kooshoo bungaku yang sudah tertulis seperti, Kojiki,
Nihonshoki dan Fudoki. Pengertian sastra menurut Wellek dalam Melani Budianta 1998:109, bahwa sastra
adalah lembaga sosial yang memakai medium bahasa dalam menampilkan gambar kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah kenyataan. Menurut Jan Van Luxemburg 1986:23-24
sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial, sastra yang di tulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat-istiadat zaman itu. Sastra pun
Universitas Sumatera Utara
dipergunakan sebagai sumber untuk menganalisa sistem masyarakat. Sastra juga mencerminkan kenyataan dalam masyarakat dan merupakan sarana untuk memahaminya.
Karya sastra terbagi atas dua jenis yaitu karya sastra fiksi dan non fiksi. Menurut Aminuddin 2010:66, fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku
tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita. Sedangkan nonfiksi adalah
karya sastra yang dibuat berdasarkan data – data yang otentik, tetapi bisa juga data itu dikembangkan menurut imajinasi penulis.
Novel merupakan contoh dari karya sastra fiksi yang mempunyai dua unsur yang mempengaruhinya yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Yang dimaksud dengan unsur
intrinsik adalah unsur-unsur sastra yang mempengaruhi ceritanya. Diantaranya tema, plotalur, gaya bahasa, sudut pandang, latar, amanat, penokohantokoh dan lain-lain.
Menurut Sudjiman 1988:16 tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia,
tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Seorang pengarang dapat dengan bebas menentukan tokoh yang bagaimana yang ia buat. Baik itu dari perwatakannya,
permasalahan yang terjadi, kondisi psikologis, dan lain-lain. Pengarang secara langsung, dapat mengungkap watak tokoh dalam ceritanya. Sedangkan secara tidak langsung,
pengarang hanya menampilkan pikiran-pikiran, ide-ide, pandangan hidup, perbuatan, keadaan fisik, dan ucapan-ucapannya dalam sebuah cerita.
Tokoh merupakan bagian dari unsur intrinsik yang sangat mempengaruhi isi novel. Selain unsur intrinsik, unsur ekstrinsik juga tidak kalah penting pengaruhnya di dalam
analisis novel. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra dari luar. Diantaranya adalah kapan karya sastra itu dibuat, latar belakang kehidupan pengarang, latar
belakang sosial pengarang, latar belakang penciptaan, sejarah, biografi pengarang dan
Universitas Sumatera Utara
sebagainya. Dalam analisis ini, penulis menggunakan psikologis sastra sebagai salah satu unsur ekstrinsik yang digunakan untuk menganalisis isi novel.
Psikologis Sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis. Artinya, psikologi turut berperan penting dalam penganalisisan
sebuah karya sastra dengan bekerja dari sudut kejiwaan karya sastra tersebut baik dari unsur pengarang, tokoh, maupun pembacanya. Dengan dipusatkannya perhatian pada tokoh-tokoh,
maka akan dapat dianalisis konflik batin yang terkandung dalam karya sastra. Jadi, Secara umum dapat disimpulkan bahwa hubungan antara sastra dan psikologi sangat erat sehingga
melebur dan melahirkan ilmu baru yang disebut dengan “Psikologi Sastra”. Psikologi dan sastra memiliki hubungan fungsional karena sama-sama untuk
mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut riil, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif. Menurut Rene Wellek dan Austin Warren
1995:90 bahwa pendekatan psikologis sastra dikaitkan dengan pengarang, proses kreatif, karya sastra, dan pembaca. Meskipun demikian, pendekatan psikologis pada dasarnya
berhubungan dengan tiga gejala utama, yaitu pengarang, karya sastra, dan pembaca, dengan pertimbangan bahwa pendekatan psikologis lebih banyak berhubungan dengan pengarang
dan karya sastra. Pengertian Psikologi secara bahasa berasal dari dua kata, yaitu psyche yang berarti
jiwa, dan logos yang berarti ilmu, maka psikologi merupakan ilmu yang mengarahkan perhatiannya pada manusia yang objek penelitiannya tertuju pada jiwa dan perilaku manusia.
Sigmund Freud dalam milner 1992:43 mengungkapkan gagasannya bahwa di dalam kehidupan mental kesadaran merupakan bagian yang terkecil sedangkan bagian terbesarnya
adalah ketidaksadaran. Ketidaksadaran ini dapat merubah proses-proses kreatif dari pengarang.
Universitas Sumatera Utara
Di dalam kajian psikologi sastra ini akan dijelaskan tentang psikoanalisis kepribadian yang terdiri dari tiga unsur kejiwaan yaitu id, ego, dan super ego. Kendatipun ketiga aspek ini
masing-masing mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dan dinamika yang sendiri-sendiri, namun ketiganya berhubungan dengan erat sehingga sukar untuk memisahkan
pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia. Heikichi Umezawa sebagai tokoh cerita di novel “The Tokyo Zodiac Murders” ini selalu berfikiran tidak ada wanita yang memiliki kecantikan
yang sesuai dengan kriterianya. Hal ini membuatnya mulai membayangkan bagaimana cara agar ia dapat memiliki dan menguasai wanita cantik itu sendiri. Salah satu cara yang
difikirkannya yaitu dengan menciptakan wanita cantik itu sendiri. Karena hanya dengan membayangkan jelas tidak mungkin dapat terwujud tanpa adanya usaha. Keinginan untuk
menguasai dan memiliki ini termasuk dalam kategori Id. Hanya dengan membayangkan Bagian dari Id jelas tidak dapat memenuhi keinginan Umezawa untuk dapat memiliki dan
menguasai wanita cantik tersebut sehingga diperlukan sistem lain yaitu Ego. Id saling menekan satu sama lain dalam setiap tindakan dan selalu berkaitan dengan
dinamika kepribadian. Di dalam dinamika kepribadian ada Insting Hidup dan Insting Mati. Insting Hidup adalah melayani maksud individu untuk tetap hidup dan memperpanjang ras
contohnya makan, minum, dan seksual. Sedangkan Insting Mati disebut juga dengan Insting Merusak. Adalah suatu kenyataan yang tak dapat dipungkiri, bahwa tiap orang itu pada
akhirnya akan mati juga. Insting mati terbagi dua yaitu Insting mati Ekstern dan Intern. Insting mati Ekstern contohnya yaitu ingin membunuh, gila, dan depresi. Sedangkan Insting
mati Intern contohnya yaitu keinginan untuk membunuh diri sendiri. Dalam bukunya yang berjudul “Jenseits des Lust prinzips 1920 Freud merumuskan bahwa “Tujuan semua yang
hidup adalah mati”. Contoh gejala penulis temukan pada tokoh Heikichi Umezawa di dalam novel yang
berjudul “The Tokyo Zodiac Murders”. Novel The Tokyo Zodiac Murders karya Soji
Universitas Sumatera Utara
Shimada ini, terdiri dari 354 halaman dalam bahasa Indonesia. Novel ini berisikan cerita fiksi dimana tokoh Heikichi Umezawa ditampilkan sebagai seorang seniman sukses pada
tahun 1936. Dibalik kesuksesannya ia memiliki obsesi yang harus diwujudkan. Heikichi Umezawa selalu memusatkan perhatiannya kepada karya seni yang dibuatnya. Ia selalu
mengurung diri di dalam studionya dan jarang berinteraksi dengan lingkungan luar. Ia juga hanya memiliki sedikit teman. Ia memiliki ambisi untuk menjadi seorang seniman yang
berbeda dengan seniman yang lain, ia mulai merencanakan untuk menciptakan suatu karya seni yang belum pernah dibuat oleh seniman lain.
Karya seni itu yaitu “Azoth”. Azoth merupakan seorang wanita yang sangat sempurna menurut pengarang yang diceritakan oleh Heikichi Umezawa. Azoth dibuat dengan
mengambil bagian-bagian tubuh wanita perawan kemudian menyatukannya menjadi satu bagian dan menciptakan seorang wanita baru dari bagian-bagian tubuh itu. Heikichi
Umezawa juga memiliki obsesi yang berlebihan terhadap wanita. Ia pernah menyukai seorang manekin yang dimatanya merupakan cerminan dari seorang wanita yang sempurna.
Karena sangat menyukai manekin, hampir setiap hari ia datang ke butik tempat manekin dipajang. Obsesi inilah yang membuat ia berfikir bahwa tidak ada wanita yang mendekati
kriteria sempurna sesuai dengan fikirannya. Kesepian inilah yang tanpa ia sadari mulai membuatnya merencanakan hal-hal gila dan tanpa sadar mulai menyebabkannya mengalami
depresi ringan dan terkena penyakit penyimpangan perilaku seksual. Hal ini membuat penulis tertarik untuk menelitinya dengan harapan dapat memberikan informasi kepada pembaca
tentang psikologis yang digambarkan Soji Shimada dalam karya sastranya. Dengan demikian penulis dalam pembuatan skripsi ini memilih judul
“Analisis Psikologis Tokoh Heikichi Umezawa Dalam Novel “The Tokyo Zodiac Murders” Karya Soji Shimada”
.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah