Ruang Lingkup Pembahasan Struktur Kepribadian

Untuk memudahkan arah sasaran yang akan dikaji, maka masalah penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan berikut ini : 1. Bagaimana kondisi psikologis dan kejiwaan tokoh Heikichi Umezawa berkaitan dengan rencananya demi menghasilkan sebuah karya seni? 2. Gangguan psikologis apakah yang dialami Heikichi Umezawa yang diungkapkan oleh Soji Shimada melalui pendekatan Sigmund Freud?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dari berbagai permasalahan-permasalahan yang ada maka penulis perlu membatasi agar masalah penelitian tidak terlalu luas dan berkembang terlalu jauh. Penelitian hanya akan membahas tentang masalah psikologis yang berkaitan dengan struktur kejiwaan manusia yang didalamnya termasuk Id, Ego, dan Super Ego yang masing-masing dapat berdiri sendiri dan saling berkaitan dengan dinamika kepribadian yang juga berkaitan dengan Insting hidup dan mati yang dialami oleh tokoh utama dalam novel The Tokyo Zodiac Murders karya Soji Shimada, yang digambarkan sebagai seorang seniman yang karena obsesinya yang berlebihan dengan rencananya untuk membuat karya seni ia sampai merencanakan pembunuhan. Karena kegilaannya dengan karya seni ia juga mulai mengalami penyimpangan-penyimpangan diantaranya mulai tertarik dengan hal-hal aneh seperti pemotongan tubuh manusia. Karena hasrat yang tidak tercapai untuk memiliki wanita yang tercantik di dunia juga, ia mulai tertarik dengan manekin. Penulis menganalis psikologis tokoh dengan mengambil cuplikan-cuplikan yang terdapat di dalam novel kemudian menganalisis kaitannya dengan psikologis, dan juga dengan menggunakan teori psikoanalisa Sigmund Freud dan pendekatan semiotik sebagai bahan acuan teoritis untuk membahas atau mengkaji masalah psikologis dari tokoh Heikichi Umezawa dalam novel “The Tokyo Zodiac Murders”. Untuk memperjelas dan Universitas Sumatera Utara mempermudah analisis cerita novel The Tokyo Zodiac Murders ini penulis juga akan akan menjelaskan mengenai definisi novel, setting novel The Tokyo Zodiac Murders, biografi pengarang dan psikoanalisa Sigmund Freud.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Di dalam karya sastra fiksi ada satu unsur intrinsik yang sangat menaruh peranan penting dalam jalannya cerita, unsur tersebut merupakan tokoh. Dalam karya sastra fiksi tokoh mempunyai tugas yang sangat penting yaitu sebagai sosok yang benar-benar mengambil peran dalam jalannya cerita, dapat juga merupakan penyampai pesan, kesan, amanat, moral atau sesuatu yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Tokoh dalam karya sastra fiksi merupakan tokoh yang dihasilkan pengarang murni dari hasil pemikirannya. Boulton dalam Aminuddin 2010:79, mengungkapkan bahwa cara pengarang menggambarkan dan menunjukkan tokohnya itu ada bermacam-macam. Mungkin pengarang menampilkan tokoh tersebut sebagai pelaku yang hidup di dunia nyata atau hanya di mimpi, pelaku yang mengemban tugas yang penting atau memiliki tujuan yang ingin dicapai, pelaku yang hidupnya biasa seperti masyarakat kebanyakan, pelaku yang egois, mempunyai obsesi yang berlebihan dan hanya ingin keinginannya terpenuhi, atau bisa juga pelaku yang mempunyai kelainan yang membuat ia berbeda dengan orang kebanyakan. Dalam cerita fiksi tokoh tersebut dapat berupa manusia, tumbuhan ataupun benda. Tokoh adalah pelaku yang menyampaikan cerita. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro 2009:165 tokoh cerita merupakan orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan Universitas Sumatera Utara dilakukan dalam tindakan. Dari kutipan diatas kita dapat mengetahui bahwa antara tokoh dan karakternya berhubungan erat dengan para pembaca. Tokoh-tokoh dalam karya sastra fiksi biasanya memiliki kesamaan dengan manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Masing-masing individu memiliki watak yang berbeda-beda sama halnya dengan tokoh yang ada di dalam karya sastra. Aminudin 2010:79 mengungkapkan Penokohan adalah cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku. Dalam upaya memahami watak pelaku pembaca dapat menelusuri melalui : a. Melalui tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya. b. Melalui gambaran lingkungan kehidupannya. c. Menunjukan secara langsung bagaimana perilakunya. d. Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri. e. Memahami bagaimana jalan pikirannya. f. Melihat bagamana tokoh lain berbicara tentang tokoh itu. g. Melihat tokoh-tokoh yang lain berbicara dengannya. h. Melihat bagaimana cara tokoh itu bereaksi dengan tokoh yang lain. Setelah kita memahami watak yang terdapat di dalam karya sastra fiksi maka disitulah kita dapat memahami bagaimana pengarang menampilkan tokoh dalam karya sastranya. Watak yang terdapat dalam masing-masing tokoh dapat menggambarkan psikologis dari tokoh tersebut. Meskipun psikologis bukan merupakan unsur intrinsik yang mempengaruhi jalannya cerita tapi tidak dapat dipungkiri bahwa dengan adanya unsur psikologis sebagai unsur ekstrinsik, jelas itu sangat mempengaruhi jalannya cerita dalam suatu karya sastra. Universitas Sumatera Utara Secara kategori, sastra berbeda dengan psikologi, sebab sebagaimana yang kita pahami sastra terkait dengan dunia fiksi, drama, puisi, esai yang diklasifikasikan ke dalam seni art, sedangkan psikologi merujuk pada suatu studi ilmiah tentang perilaku yang dialami atau pun yang dilakukan manusia yang termasuk dalam proses mental. Atau dengan kata lain gejala yang terdapat pada psikologi bersifat riil sedangkan dalam sastra gejalanya bersifat imajinatif. Namun, kedua hal tersebut memiliki titik temu atau kesamaan, yaitu keduanya berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber kajian utama. Realita psikologis adalah salah satu realita yang paling sering muncul dalam sebuah karya sastra contohnya di novel. Yang dimaksudkan realita psikologis disini ialah kehadiran suatu fenomena kejiwaan tertentu yang dialami oleh tokoh utama ketika bereaksi pada lingkunganya dan mungkin juga terhadap dirinya sendiri. Bagian terbesar dari jiwa seseorang tidak dapat terlihat dari luar dan itu merupakan ketidaksadaran. Di samping itu Freud mengatakan bahwa dalam diri setiap individu terdapat sistem kepribadian yaitu Id, Ego, Super Ego, Dinamika kepribadian yaitu Naluri Insting hidup dan mati. Di dalam novel The Tokyo Zodiac Murders karya Soji Shimada ini dapat dilihat bahwa tokoh yang merencanakan rencana pembunuhan putri-putrinya untuk membuat suatu karya seni baru sebenarnya dari awal tidak berniat untuk menjadi seorang pembunuh. Ia merencanakan hal itu karena obsesinya untuk menjadi seorang seniman yang berhasil menciptakan sesuatu yang tidak pernah diciptakan oleh seniman-seniman lain. Psikologisnya jelas terganggu karena ia tidak lagi memperdulikan bahwa membunuh seseorang itu jelas melanggar norma hukum maupun masyarakat. Selain itu karena sering menyendiri ia juga jarang mengungkapkan isi hati dan fikirannya kepada seseorang sehingga apapun yang mengganggu hati dan fikirannya selalu ia simpan sendiri. Hal tersebut lambat laun membuatnya depresi dan mulai mengganggu psikologisnya. Lama kelamaan hal tersebut menyebabkan terjadinya penyimpangan. Tanpa disadari tokoh mulai terkena perilaku Universitas Sumatera Utara penyimpangan seksual yang membuat ia tertarik dengan sebuah manekin yang di pajang di etalase toko. Sifat yang selalu mengurung diri mengakibatkan selain mengalami gangguan psikologis ternyata tokoh juga mengidam penyakit yang lain.

1.4.2 Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan landasan atau titik tolak untuk menganalisis atau meneliti suatu permasalahan. Untuk meniliti dan menganalisis karya sastra diperlukan suatu teori pendekatan yang dapat berfungsi sebagai acuan yang dapat digunakan oleh penulis. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan psikologis yang dalam hal ini menggunakan teori psikoanalisa Sigmund Freud dan juga pendekatan semiotik. Menurut Hoed dalam Nurgiyantoro 2009:40 semiotik adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda merupakan sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan dan lain-lain. Menurut Saussure dalam Nurgiyantoro 2009:43 bahasa sebagai sebuah sistem tanda yang memiliki dua unsur yang tidak dapat terpisahkan yaitu signifier dan signified atau penanda dan petanda. Wujud penanda dapat berupa bunyi-bunyi ujaran atau huruf-huruf tulisan, sedangkan signified petanda adalah unsur konseptual, gagasan, atau makna yang terkandung dalam penanda tersebut. Berdasarkan teori semiotik penulis dapat mengkategorikan sikap dan kondisi tokoh ke dalam tanda. Tanda-tanda yang terdapat di dalam novel akan diterjemahkan dan dipilih bagian mana saja yang merupakan tindakan tokoh yang menggambarkan psikologis tokoh tersebut. Dengan semiotik kita juga dapat melihat indeksikal-indeksikal psikologis yang digunakan Sigmund Freud terutama yang berkaitan dengan sastra. Psikologi sastra merupakan suatu pendekatan yang mempertimbangkan segi-segi kejiwaan dan batiniah Universitas Sumatera Utara manusia. Psikologi sastra juga merupakan ilmu sastra yang digunakan untuk mendekati karya sastra dari sudut psikologi Endraswara, 2008:70. Penulis menggunakan teori pendekatan semiotika dalam menganalisis psikologis tokoh karena dalam mengetahui adanya tekanan batin yang berdampak kepada psikologis tokoh di dalam novel ini, dapat dilihat dari bahasa-bahasa yang berperan sebagai tanda yang menunjukkan adanya psikologis yang terganggu akibat tekanan batin yang dialami. Setelah menemukan tanda yang menunjukkan psikologis tokoh tersebut, maka penulis akan melakukan analisis dengan menggunakan pendekatan psikologis khususnya teori psikoanalisa Sigmund Freud. Psikoanalisis yang diciptakan Freud terbagi atas beberapa bagian, yaitu :

a. Struktur Kepribadian

Menurut Freud dalam Koswara 1991:32 kepribadian memiliki tiga unsur penting, yaitu id aspek biologis, ego aspek psikologis, dan super ego aspek sosiologis. Id adalah sistem kepribadian yang di dalamnya terdapat faktor – faktor bawaan. Faktor bawaan ini adalah insting atau naluri yang dibawa sejak lahir. Naluri yang terdapat dalam diri manuasia dibedakan menjadi dua, yaitu naluri kehidupan life instincts dan naluri kematian death insticts Koswara, 1991:32. Ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan pribadi untuk berhubungan dengan dunia nyata. Dikatakan aspek psikologis karena dalam memainkan peranannya ini, ego melibatkan fungsi psikologis yang tinggi, yaitu fungsi konektif atau intelektual Koswara, 1991:33-34. Super ego adalah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif menyangkut baik dan buruk. Super ego terbentuk melalui internalisasi Universitas Sumatera Utara nilai-nilai atau aturan-aturan oleh individu dari sejumlah figur yang berperan, berpengaruh atau berarti bagi individu tersebut seperti orang tua dan guru. Koswara, 1991:34.

b. Dinamika Kepribadian