Kekosongan Hukum Bahan Ajar Pengantar Hukum Pajak

48 | P a g e oleh Menteri Keuangan. Dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-545PJ.2000 jo PER-15PJ2006 diatur mengenai perlakuan perpajakan iuran pensiun kepada dana pensiun yang sudah disahkan oleh Menteri Keuangan, tetapi tidak diatur mengenai perlakuan perpajakan iuran pensiun kepada dana pensiun yang belum disahkan Menteri Keuangan. Jika menggunakan penafsiran secara a contrario, maka perlakuan perpajakan iuran pensiun kepada dana pensiun yang belum atau tidak disahkan oleh Menteri Keuangan adalah sama dengan perlakuan perpajakan atas premi asuransi, yaitu merupakan Objek PPh. Penafsiran A Contrario di dalam bidang hukum pajak tidak diperbolehkan karena merugikan Wajib Pajak dan menimbulkan ketidakpastian dalam hukum yang sudah jelas pengaturnya.

B. Kekosongan Hukum

1. Definisi Kekosongan Hukum Tidak ada pengertian atau definisi yang baku mengenai kekosongan hukum rechtsvacuum, namun secara harafiah dapat diartikan sebagai berikut: a. Hukum atau recht Bld Menurut Kamus Hukum, recht Bld secara obyektif berarti undang-undang atau hukum. Grotius dalam bukunya “De Jure Belli ac Pacis 1625” menyatakan bahwa “hukum adalah peraturan tentang perbuatan moral yang menjamin keadilan”. Sedangkan Van Vollenhoven dalam “Het Adatrecht van Ned. Indie” mengungkapkan bahwa “hukum adalah suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergejolak terus menerus dalam keadaan bentur dan membentur tanpa henti-hentinya dengan gejala- gejala lainnya”. Surojo Wignjodipuro S.H. dalam “Pengantar Ilmu Hukum” memberikan pengertian mengenai hukum yaitu “Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan hidup yang besifat memaksa, berisikan suatu perintah, larangan atau izin untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat”. Dengan peraturan-peraturan hidup disini dimaksudkan baik peraturan-peraturan yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan maupun yang tidak tertulis adat atau kebiasaan. 49 | P a g e b. Kekosongan atau vacuum Bld Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia KBBI cetakan kedua tahun 1989, “Kekosongan adalah perihal keadaan, sifat, dan sebagainya kosong atau kehampaan”, yang dalam Kamus Hukum diartikan dengan Vacuum Bld yang diterjemahkan atau diartikan sama dengan “kosong atau lowong”. Dari penjelasan diatas maka secara sempit “kekosongan hukum” dapat diartikan sebagai “suatu keadaan kosong atau ketiadaan peraturan perundang- undangan hukum yang mengatur tata tertib tertentu dalam masyarakat”, sehingga kekosongan hukum dalam Hukum Positif lebih tepat dikatakan sebagai “kekosongan undang-undangperaturan perundang- undangan”. 2. Mengapa Terjadi? Dalam penyusunan peraturan perundang-undangan baik oleh Legislatif maupun Eksekutif pada kenyataannya memerlukan waktu yang lama, sehingga pada saat peraturan perundang-undangan itu dinyatakan berlaku maka hal-hal atau keadaan yang hendak diatur oleh peraturan tersebut sudah berubah. Selain itu kekosongan hukum dapat terjadi karena hal-hal atau keadaan yang terjadi belum diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan, atau sekalipun telah diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan namun tidak jelas atau bahkan tidak lengkap. Hal ini sebenarnya selaras dengan pameo yang menyatakan bahwa “terbentuknya suatu peraturan perundang-undangan senantiasa tertinggal atau terbelakang dibandingkan dengan kejadian- kejadian dalam perkembangan masyarakat”. Dapatlah dikatakan bahwa peraturan perundang-undangan hukum positif yang berlaku pada suatu negara dalam suatu waktu tertentu merupakan suatu sistem yang formal, yang tentunya agak sulit untuk mengubah atau mencabutnya walaupun sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat yang harus diatur oleh peraturan perundang-undangan tersebut. 3. Akibat apa yang timbul? Akibat yang ditimbulkan dengan adanya kekosongan hukum, terhadap hal-hal atau keadaan yang tidak atau belum diatur itu dapat terjadi ketidakpastian hukum rechtsonzekerheid atau ketidakpastian peraturan perundang-undangan di masyarakat yang lebih jauh lagi akan berakibat pada kekacauan hukum rechtsverwarring, dalam arti bahwa selama tidak diatur berarti boleh, selama belum 50 | P a g e ada tata cara yang jelas dan diatur berarti bukan tidak boleh. Hal inilah yang menyebabkan kebingungan kekacauan dalam masyarakat mengenai aturan apa yang harus dipakai atau diterapkan. Dalam masyarakat menjadi tidak ada kepastian aturan yang diterapkan untuk mengatur hal-hal atau keadaan yang terjadi. RANGKUMAN 1. Penafsiran hukum pajak adalah upaya atau usaha untuk menerangkan, menjelaskan, menegaskan baik dalam arti memperluas atau mempersempit pengertian hukum pajak yang ada dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi. 2. Berikut ini adalah metode yang digunakan untuk menafsirkan hukum pajak: a. Penafsiran tata bahasa atau gramatikal b. Penafsiran otentik c. Penafsiran historis d. Penafsiran sistematik e. Penafsiran sosiologis f. Penafsiran perbandingan g. Penafsiran doktriner h. Penafsiran analogis i. Penafsiran a contrario 3. Kekosongan Hukum adalah keadaan dimana terdapat kekosongan atau ketiadaan peratuaran perundang-undangan hukum yang mengatur tata tertib tertentu dalam masyarakat. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak hal salah satunya yaitu belum dibuatnya peraturan yang mengatur tentang suatu keadaan atau walaupun sudah diatur tetapi terdapat ketidak jelasan atau tidak lengkap. Kekosongan hukum mengakibatkan kekacaun hukum yang mengatur masyarakat. 51 | P a g e LATIHAN 1. Apa yang dimaksud dengan penafsiran hukum dalam pelaksanaan hukum pajak? 2. Mengapa perlu dilaksanakan penafsiran hukum sebelum dilaksanakan? 3. Sebut dan jelaskan beberapa cara penafsiran hukum yang Saudara ketahui? 4. Ada beberapa metode penafsiran hukum pajak. Jelaskan dan berikanlah masing- masing satu contoh dari metode penafsiran dimaksud yang berbeda dengan yang telah diterangkan di atas? 5. Pejabat Pajak dalam melaksanakan tugas sehari-hari kadang-kadang menemukan suatu kekosongan hukum. Jelaskan langkah apa yang dapat dilakukan? 6. Berikan contoh kekosongan hukum yang ada dalam sistem perundang-undangan perpajakan? 52 | P a g e TARIF PAJAK DAN DASAR PENGENAAN PAJAK

A. Pengertian Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak