29 | P a g e
ASAS DAN YURISDIKSI PEMUNGUTAN PAJAK
A. Pancasila dan Pajak
Pancasila merupakan sumber hukum dasar nasional yang menjiwai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pancasila memiliki kedudukan sebagai
alat penguji terhadap sumber hukum tertulis, apakah sudah sesuai atau malah bertentangan dengan Pancasila. Pancasila merupakan tolok ukur untuk menentukan
kebenaran substansi hukum yang terkandung dalam setiap Undang-undang Pajak. Sebelum amandemen UUD 1945, ketentuan mengenai pajak diatur pada Pasal
23 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi “segala pajak untuk keperluan negara harus
berdasarkan undang- undang.” Ketentuan ini mengandung asas legalitas yang
meletakkan kewenangan pada negara untuk memungut pajak apabila negara membutuhkannya, tetapi dengan syarat harus berdasarkan undang-undang. Tidak ada
pajak tanpa persetujuan antara rakyat melalui wakilnya di dalam Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah yang diatur dengan undang-undang atau
“No taxation without representation”.
Tujuan Instruksional Khusus : Setelah membaca bab ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan:
1. Pancasila dan Pajak 2. Asas-Asas Pemungutan Pajak
Teori asuransi Teori kepentingan
Teori gaya pikul Teori gaya beli
Teori bakti 3. Yurisdiksi pemungutan pajak:
Asas tempat tiggal Asas kebangsaan
Asas sumber.
4
BAB
30 | P a g e
Setelah UUD 1945 diamandemen, ternyata ketentuan mengenai pajak mengalami perubahan yang sangat prinsipil. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 23A
UUD 1945 yag berbunyi “pajak dan pungutan yang bersifat memaksa untuk keperluan
negara diatur dengan undang- undang.” Terdapat perubahan yang prinsipil karena
bukan hanya pajak, melainkan pungutan yang bersifat memaksa juga harus diatur dengan undang-undang. Hal ini merupakan suatu perkembangan positif agar tidak
ada kesewenang-wenangan dalam pembebanan pungutan yang bersifat memaksa kepada warga negara.
B. Asas-asas Pemungutan Pajak
Berikut ini merupakan beberapa teori yang berhubungan dengan hak negara untuk memungut pajak, antara lain adalah:
1. Teori Asuransi Teori Asuransi diartikan dengan suatu kepentingan masyarakat seseorang
yang harus dilindungi negara. Masyarakat seakan mempertanggungkan keselamatan dan keamanan jiwanya pada negara. Dengan adanya kepentingan dari masyarakat itu
sendiri, maka
masyarakat harus membayar „premi‟ pada negara.
Namun istilah premi sebenarnya kurang tepat jika disama artikan dengan pajak, sebab apabila masyarakat membayar premi akan mendapat balas jasa secara
langsung sedangkan pajak tidak. Teori ini sebenarnya tidak dapat dipergunakan untuk
menunjukkan hak negara memungut pajak dari warganya, karena tidak semua kerugian warga, misalnya kebanjiran ataupun perampokan, negara memberikan ganti
rugi.
2. Teori Kepentingan Teori kepentingan diartikan sebagai negara yang melindungi kepentingan harta
benda dan jiwa warga negara dengan memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut dari seluruh penduduknya. Segala biaya atau pengeluaran yang akan
dikeluarkan oleh negara dibebankan kepada seluruh warga berdasarkan kepentingan dari warga negara yang ada. Warga negara yang memiliki harta yang banyak
membayar pajak lebih besar kepada negara untuk melindungi kepentingan dari warga negara yang bersangkutan. Demikian sebaliknya, warga negara yang memiliki harta
benda sedikit membayar pajak yang lebih kecil untuk melindungi kepentingan warga negara tersebut.
31 | P a g e
Namun, pada kenyataannya warga negara yang memiliki penghasilan sedikit mempunyai kepentingan yang lebih besar dalam hal-hal tertentu, misalnya dalam
perlindungan jaminan sosial, sehingga sebagai konsekuensi, seharusnya ia membayar pajak lebih banyak dan ini adalah suatu hal yang bertentangan dengan kenyataan.
Landasan teori ini pun seakan sama dengan pengertian retribusi dan bukan pajak
karena berkaitan dengan adanya kontra prestasi secara langsung.
3. Teori Gaya Pikul Menurut teori ini, pemungutan pajak berlandaskan asas keadilan yaitu setiap
orang yang dikenakan pajak harus sama beratnya. Pajak yang harus dibayar adalah menurut gaya pikul seseorang yang ukurannya adalah besarnya penghasilan dan
besarnya pengeluaran yang dilakukan. Yang harus diperlukan dalam kehidupan seseorang tidak dimasukkan dalam
pengertian gaya pikul. Kekuatan gaya pikul untuk membayar pajak baru dilakukan setelah kebutuhan primer seseorang telah terpenuhi. Kebutuhan primer ini merupakan
asas minimum bagi kehidupan seseorang. Jika telah terpenuhi barulah pembayaran pajak dilakukan. Dalam konteks UU PPh, asas minimum kehidupan di atas bisa
disebut dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak PTKP. Apabila seseorang punya penghailan di bawah PTKP berarti orang tersebut tidk perlu membayar pajak, atau
gaya pikulnya adalah nihil. Sedangkan jika penghasilannya di atas PTKP barulah
terkena gaya pikul untuk membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku.
4. Teori Gaya Beli Menurut teori ini, maka fungsi pemungutan pajak dipandang sebagai gejala
dalam masyarakat, dapat disamakan dengan pompa, yaitu mengambil gaya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara dan kemudian menyalurkannya
kembali kepada masyarakat dengan maksud untuk memelihara hidup masyarakat dan untuk membawanya ke arah tertentu. Teori ini mengajarkan bahwa penyelenggaraan
kepentingan masyarakat inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak bukan kepentingan individu dan juga bukan kepentingan negara,
melainkan kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya itu. Dapatlah kiranya disimpulkan bahwa teori ini menitikberatkan ajarannya pada fungsi pajak sebagai
pengatur regulerent.
32 | P a g e
Menurut para penganutnya, termasuk juga Prof. Adriani, teori ini berlaku sepanjang masa, baik dalam masa ekonomi bebas, maupun dalam masa ekonomi
terpimpin, bahkan juga dalam masyarakat yang sosialistis, walaupun tidak luput dari adanya variasi dalam coraknya. Tidak demikian halnya dengan teori-teori yang
diuraikan sebelumnya, yang hanya berlaku selama masa tertentu saja.
5. Teori Bakti Teori Kewajiban Pajak Mutlak Berlawanan dengan teori asuransi, teori kepentingan dan teori gaya pikul, yang
tidak mengutamakan kepentingan-kepentingan negara di atas kepentingan warganya, maka teori ini berdasarkan atas paham-paham Organische Staatler yang mengajarkan
bahwa sifat negara sebagai suatu organisasi perkumpulan dari individu-individu masyarakat maka timbul hak mutlak negara untuk memungut pajak.
Teori bakti ini bisa dikatakan sebagai adanya perjanjian dalam masyarakat tiap-tiap individu untuk membentuk negara dan menyerahkan sebagian
kekuasaannya kepada negara untuk memimpin masyarakat. Karena adanya kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada negara, maka pembayaran pajak
yang dilakukan negara merupakan bakti dari masyarakat kepada negara, karena negaralah yang bertugas menyelenggarakan kepentingan masyarakatnya.
C. Yurisdiksi Pemungutan Pajak