Tingkat Keanekaragaman Jenis Kekayaan jenis Species richness Pola Penyebaran Jenis Tumbuhan

3.3.3 Pengolahan dan Analisis Data

Data vegetasi hutan yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan dihitung nilai-nilai : frekuensi jenis, kerapatan jenis, dominasi jenis, indeks nilai penting, indeks keanekaragaman jenis, indeks kekayaan jenis dan pola penyebaran.

a. Indeks Nilai Penting

Untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi, maka pada masing- masing petak ukur dilakukan analisis kerapatan, frekuensi dan dominansi untuk setiap jenis tumbuhan Soerianegara dan Indrawan, 1998. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Kerapatan suatu jenis K ha contoh petak Luas jenis suatu Individu Jumlah  Kerapatan relatif suatu jenis KR 100 jenis seluruh Kerapatan jenis suatu Kerapatan   Frekuensi suatu jenis F petak seluruh Jumlah ditemukan jenis petak sub Jumlah  Frekuensi relatif suatu jenis FR 100 jenis seluruh Frekuensi jenis suatu Frekuensi   Dominasi suatu jenis D Ha contoh petak Luas jenis suatu dasar bidang Luas  Dominasi relatif suatu jenis DR 100 jenis seluruh Dominasi jenis suatu Dominasi   Indeks Nilai Penting INP Untuk tingkat semai dan pancang : INP = KR + FR Untuk tingkat tiang dan pohon : INP = KR + FR + DR Total Indeks Nilai Penting INP untuk setiap tingkat pohon, tiang, pancang, semai, dan tumbuhan bawah, dihitung untuk setiap tipe ekosistem. Nilai INP setiap tipe ekosistem menggambarkan kondisi vegetasi.

b. Tingkat Keanekaragaman Jenis

Untuk menghitung keanekaragaman jenis digunakan Indeks Keanekaragaman Shannon H’ dengan persamaan sebagai berikut Magurran, 1988 :      i i LnP P H Dimana N N P i i  Keterangan : H’ : Indeks Keanekaragaman Shannon Ni : Jumlah individu suatu jenis N : jumlah individu seluruh jenis Ni lai H’ ≥ 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenisnya tinggi, nilai H’ antara 2 – 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenisnya sedang dan apabila nilai H’ 2 menunjukkan keanekaragaman jenisnya rendah.

c. Kekayaan jenis Species richness

Pengukuran kekayaan jenis dalam plot pengamtan, pendekatan yang digunakan adalah Indeks kekayaan jenis Margaleft Margaleft 1958 dalam Ludwig Reynold 1988, dengan persamaan sebagai berikut: N S R ln 1 - 1  Keterangan: R 1 = Indeks kekayaan Margaleft S = Jumlah jenis N = Jumlah individu Indeks kekayaan Margalleft R 1 adalah indeks yang menunjukkan kekayaan jenis suatu komunitas, dimana besarnya nilai ini dipengaruhi oleh banyaknya jenis dan jumlah individu pada areal tersebut. Berdasarkan Magurran 1988, besaran R 1 3,5 menunjukkan kekayaan jenis tergolong rendah, R 1 = 3,5- 5,0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong sedang dan R 1 5,0 tergolong tinggi.

d. Pola Penyebaran Jenis Tumbuhan

Untuk mengetahui pola penyebaran dari jenis-jenis tumbuhan dari masing- masing transek, menyebar merata uniform, menyebar acak random atau mengelompok clumped, sehingga dapat diketahui kecenderungan pola penyebaran jenis. Dihitung dengan rumus Indeks Penyebaran Morisita Id Morisita, 1962 dalam Krebs, 1978.        i i i i x x x x n Id 2 2 Keterangan : Id : Indeks jumlah penyebaran Morisita n : jumlah Petak ukur X i : Jumlah individu pada setiap petak ke-i Selanjutnya dilakukan Chi-Square dengan rumus sebagai berikut : Indeks Keseragaman UniformIndeks Mu       1 975 , 2 i x x n X Mu i Keterangan : Mu : Indeks keseragaman 975 , 2 X : Nilai Chi-square dari tabel dengan derajat bebas n-1 selang kepercayaan 97.5 X i : Jumlah Individu dari suatu jenis pada petak ukur ke-i n : Jumlah petak ukur Indeks Pengelompokkan Clumped Indeks Mc       1 025 , 2 i x x n X Mc i Keterangan : Mc : Indeks pengelompokkan 025 , 2 X : Nilai Chi-square dari tabel dengan derajat bebas n-1 selang kepercayaan 2,5 Untuk menghitung dan menentukan standar Morisita pola penyebaran tumbuhan, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut : Mc n Mc Id Ip     5 , 5 , , jika Id ≥ Mc 1,0 1 1 5 ,    Mc Id Ip , jika Mc ≥ Id 1,0 1 1 5 ,     Mu Id Ip , jika 1,0 Id Mu Mu Mu Id Ip     5 , 5 , , jika 1,0 Mu Id Standar indeks penyebaran Morisita Ip memiliki interval -1,0 sampai 1,0 dengan batas kepercayaan 0,5 dan -0,5 Dari nilai Ip yang dihasilkan maka dapat diketahui pola penyebaran suatu jenis tumbuhan dari suatu komunitas antara lain : Ip = 0 menunjukan pola penyebaran acak random Ip 0 menunjukan pola penyebaran mengelompok clumped Ip 0 menunjukan pola penyebaran merata uniform

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah, Letak dan Luas Kawasan

4.1.1 Sejarah Kawasan

Kawasan Gunung Merapi merupakan kawasan hutan negara yang dilindungi sejak tahun 1931, bernilai penting dan strategis karena berfungsi sebagai daerah tangkapan air yang bermanfaat bagi wilayah Sleman, Yogyakarta, Klaten, Boyolali, Magelang dan sekitarnya. Merupakan tipe hutan tropis dengan kondisi gunung api yang sangat aktif. Kawasan hutan ini sebelumnya merupakan kawasan yang seluruhnya berfungsi sebagai hutan lindung, kecuali seluas 198,5 Ha yang terletak di Kabupaten Sleman telah ditunjuk sebagai Cagar Alam Plawangan Turgo dan seluas 131 Ha sebagai Hutan Taman Wisata Alam yang ditetapkan berdasarkan SK Mentan No.155KptsUm81975. Kawasan Hutan Lindung yang berada dalam wilayah administratif daerah Propinsi DIY mencakup 1.461 Ha. Penunjukan Kawasan Hutan Gunung Merapi sebagai TNGM sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 134Menhut-II2004 tentang perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung pada tanggal 4 Mei 2004. Cagar Alam dan Taman Wisata Alam pada Kelompok Hutan Gunung Merapi seluas ± 6.410 ha, yang terletak di Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten Provinsi Jawa Tengah serta Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Taman Nasional Gunung Merapi terbagi menjadi dua Seksi Pengelolaan Taman Nasional SPTN. SPTN I : Kabupaten Sleman dan Kabupaten Magelang, dan SPTN II : Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten. Dalam Rencana Penglolaan Taman Nasional RPTN periode 2005-2024 pembagian zonasi dalam kawasan TNGM didasarkan pada 3 aspek yaitu: 1. Aspek ekologis : keanekaragaman hayati yang merupakan bagian integral dari konservasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Berdasarkan aspek ini, keberadaan TNGM yang memiliki potensi keanekaragaman hayati yang khas dan kaya akan jenis menjadi fokus perlindungan dari tekanan kepadatan populasi di sekelilingnya.