Perdagangan Luar Negeri DESKRIPSI SEKTOR PERTANIAN BERDASARKAN KAJIAN SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI

diatas, tergambar bahwa Indonesia sudah mengarah pada kondisi negara yang menuju negara sedang berkembang apabila dikaitkan dengan sumbangan kelompok sektor jasa yang dominan dalam penyusunan PDB nasional Indonesia dan sektor pertanian kontribusinya terhadap PDB nasional makin mengecil. Tabel 12. Distribusi Nilai Tambah PDB Kelompok Sektor Jasa-Jasa No. Kelompok Penerima Rp. Milyar Nilai Tambah 1 2 3 4 5 Rp.Milyar 36 0.0 0.0 69 906.8 170 807.8 59 213.4 299 928.0 15.22 37 0.0 0.0 16 016.9 33 609.2 49 785.4 99 411.5 5.04 38 0.0 0.0 5 594.3 38 148.7 124 900.5 168 643.4 8.56 39 0.0 0.0 47 995.6 134 287.7 46 060.9 228 344.3 11.58 Jumlah 796 327.2 40.40 Keterangan : Kelompok Penerima 1. Tenaga kerja pertanian di desa 2. Tenaga kerja pertanian di kota 3. Tenaga kerja nonpertanian di desa 4. Tenaga kerja nonpertanian di kota 5. Kapital Sektor Produksi 36. Perdagangan, hotel dan restoran 37. Pengangkutan dan komunikasi 38. Keuangan, jasa perusahaan, real estate 39. Jasa-jasa

5.2. Perdagangan Luar Negeri

Kegiatan ekspor dan impor merupakan kegiatan perdagangan luar negeri yang dapat dilihat pada SNSE Indonesia tahun 2003 yang tersaji dalam vektor kolom ROW rest of world. Besarnya ekspor dan impor dapat dirinci atas sektor produksi sebagaimana terlihat pada Tabel 13. Berdasarkan tabel ini terlihat jelas neraca perdagangan sektor pertanian primer secara keseluruhan masih menunjukkan nilai surplus sebesar 1 935.28 milyar rupiah. Tabel 13. Nilai Ekspor Impor Kelompok Sektor Pertanian Primer Sektor Komoditi Impor Ekspor surplus Defisit Rp.Milyar Rp.Milyar 13 Padi 2.89 0.05 0 -2.85 14 Jagung 953.07 0.2 4.13 0 -948.95 15 Pertanian tanamn pgn lain 7 206.55 1.5 1711.18 0.27 -5 495.37 16 Tebu 1.68 0.03 0 -1.64 17 Kelapa sawit 2 565.17 0.5 37.13 0.01 -2 528.04 18 Pertanian perkebunan lain 5 856.55 1.2 6 147.30 0.98 29.75 19 Pemotongan ternak 315.64 0.1 134.01 0.02 -181.63 20 Peternakan dan hasilnya 3 607.25 0.8 1 403.01 0.22 -2 204.24 21 Kehutanan dan perburuan 457.53 0.1 324.25 0.05 -133.28 22 Perikanan 287.35 0.1 13 427.88 2.14 13 140.53 Jumlah 21 253.68 4.5 23 188.96 3.7 1 935.28 Dari seluruh kelompok sektor pertanian primer yang terbagi dalam 10 sektor kegiatan pertanian, sebanyak 8 subsektor menunjukkan neraca perdagangannya mengalami defisit, sedangkan 2 subsektor lainnya yakni pertanian tanaman perkebunan lainnya dan perikanan menunjukkan surplus, dengan nilai masing-masing sebesar 290.75 milyar rupiah dan 13 140.53 milyar rupiah. Pada Tabel 14 berikut, terlihat bahwa neraca perdagangan luar negeri Indonesia di sektor pertambangan mengalami surplus yang cukup besar, dengan keseluruhan mencapai 74. 939 milyar rupiah. Surplus tersebut berasal dari subsektor pertambangan batubara, biji logam, minyak dan gas bumi 23 sebesar 58 947.53 milyar rupiah dan subsektor pertambangan dan penggalian lainnya 24 sebesar 15 992.33 milyar rupiah. Jika memperhatikan kontribusi ekspor sektor pertambangan dan migas sebesar 14.23 persen dari ekspor nasional, maka dapat dikatakan bahwa upaya pemerintah untuk meningkatkan perolehan devisa dari sektor non migas telah menunjukkan hasil. Pada sektor pertambangan telah menunjukkan angka surplus yang cukup meyakinkan dengan angka 58 947.53 milyar rupiah untuk sektor pertambangan batubara dan 15 992.33 milyar rupiah untuk sektor pertambangan lain. Sedangkan untuk keseluruhan surplus yang diperoleh dari sektor pertambangan sebesar 74 939.86 milyar rupiah atau setara dengan 17.36 persen surplus perdagangan nasional. Namun demikian jika diamati dari sisi impor, terlihat kemandirian sektor pertambangan masih jauh dari harapan. Tabel 14. Nilai Ekspor Impor Kelompok Sektor Pertambangan No Sektor Komoditi Impor Ekspor Surplus Defisit Rp.Milyar Rp.Milyar 11 23 Pertambangan batubara, biji logam, minyak dan gas bumi 30 299.39 6.41 89 246.92 14.23 58 947.53 12 24 Pertambangan dan penggalian lainnya 3 605.34 0.76 19 597.67 3.13 15 992.33 Jumlah 33 904.73 7.17 108 844.59 17.36 74 939.86 Selanjutnya pada Tabel 15 terlihat bahwa dari 7 tujuh sektor kelompok agroindustri menunjukkan angka defisit dengan rincian subsektor industri makanan, minuman dan tembakau 25 sebesar 3 019.78 milyar rupiah, subsektor industri minyak dan lemak 26 sebesar 27 649.14 milyar rupiah. Defisit terbesar disumbang oleh subsektor industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit sebesar 62 956.29 milyar rupiah, kemudian disusul oleh subsektor industri kayu, barang- barang dari kayu 31 sebesar 44 617.90 milyar rupiah. Jumlah total keseluruhan defisit yang berasal dari sektor agroindustri sebesar 134 431.83 milyar rupiah. Perdagangan luar negeri pada industri manufaktur menunjukkan adanya defisit yang cukup signifikan dengan nilai sebesar 6 385.89 milyar rupiah perhatikan Tabel 16. Defisit ini berasal dari industri kimia, pupuk , semen dan logam dasar dengan nilai defisit sebesar 17 850 milyar rupiah sedangkan pada Tabel 15. Nilai Ekspor Impor Kelompok Sektor Agroindustri Sektor Komoditi Impor Ekspor surplus Milyar Milyar Defisit 25 Industri makanan, minuman dan tembakau 10 231.90 2.16 13 251.68 2.11 301.78 26 Industri minyak dan lemak 424.70 0.09 28 073.84 4.48 27 649.14 27 Industri penggilingan padi 796.34 0.17 0.67 0.00 -795.67 28 Industri tepung segala jenis 531.33 0.11 147.81 0.02 -383.53 29 Industri gula 3 223.20 0.68 59.10 0.09 -2 632.09 30 Industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit 16 199.87 3.42 79 156.16 12.62 62 956.29 31 Industri kayu, barang- barang dari kayu 755.42 0.16 45 373.33 7.24 44 617.90 Jumlah 32 162.76 6.80 166 594.59 26.57 134 431.83 subsektor industri kertas, percetakan, alat angkutan, barang dari logam industri lainnya 32, dihasilkan surplus sebesar 11 464.29 milyar rupiah. Suatu hal yang menarik dari data pada Tabel 15 berikut ini, bahwa pada subsektor 34 konstruksibangunan 34 dan subsektor Listrik, gas dan air minum 35 tidak tergambar adanya aktivitas perdagangan antar negara, yang mengartikan pada ke 2 dua subsektor tersebut bersifat tertutup. Tabel 16. Nilai Ekspor Impor Sektor Industri Manufaktur Sektor Komoditi Impor Ekspor Surplus Defisit Rp.Milyar Rp.Milyar 32 Industri kertas, percetakan; alat angkutan, barang dari logam industri lainnya 144 671.91 30.59 133 207.62 21.24 -11 464.29 33 Industri kimia, pupuk, hasil- hasil dari tanah liat semen, dan logam dasar 124 559.72 26.33 142 409.91 22.71 17 850.18 34 Konstruksibangunan 0.00 0.00 0.00 35 Listrik, gas dan air minum 0.00 0.00 0.00 Jumlah 269 231.64 56.92 275 617.53 43.95 6 385.89 Tabel 17. Nilai Ekspor Impor Kelompok Sektor Industri Jasa Sektor Komoditi Impor Ekspor Surplus Defisit Milyar Milyar 36 Perdagangan, hotel dan restoran 28 419.25 6.008 10 545.70 1.682 -17 873.56 37 Pengangkutan dan komunikasi 30 052.85 6.354 10 722.50 1.71 -19 330.35 38 Keuangan, jasa perusahaan, real estate 37 533.76 7.935 6 064.00 0.967 -31 469.75 39 Jasa-jasa 20 439.10 4.321 25 487.11 4.065 5 048.00 Jumlah 116 444.96 24.62 52 819.31 8.42 -63 625.65 Sumber : data diolah Pada Tabel 17 terlihat kelompok sektor jasa-jasa menunjukkan defisit yang sangat signifikan. Nilai defisit dihasilkan pada sektor-sektor jasa-jasa sebesar 63 625.65 milyar rupiah. Pada sektor ini surplus perdagangan diperoleh dari sektor jasa-jasa, dengan nilai sebesar 5 048 milyar rupiah, selebihnya untuk semua subsektor menunjukkan nilai defisit dengan peringkat pertama dihasilkan dari subsektor keuangan dan jasa 38 dengan nilai defisit sebesar 31 469.75 milyar rupiah, disusul dengan subsektor pengangkutan dan komunikasi 37 sebesar 19 330.75 milyar rupiah dan terakhir subsektor 36 perdagangan, hotel dan restoran sebesar 17 873.56 milyar rupiah. Tabel 18. Total Ekspor Impor Indonesia Tahun 2003 Sektor Impor Ekspor Surplus Defisit Milyar Milyar Pertanian 21 253.68 4.49 23 188.96 3.7 1 935.28 Pertambangan 33 904.73 7.17 108 844.59 17.36 74 939.86 Agroindustri 32 162.76 6.80 16 654.6 26.57 134 431.83 Manufaktur 269 231.64 56.92 275 617.53 43.95 6 385.89 Jasa-jasa 116 444.96 24.62 52 819.31 8.42 -63 625.65 Total Semua Sektor 472 997.77 100.00 627 064.97 100.00 154 067.21 Dari paparan Tabel 18 di atas, terlihat secara keseluruhan neraca perdagangan Indonesia dengan negara luar, terlihat ekspor utama Indonesia adalah pada sektor manufaktur dengan nilai 275 617.53 milyar rupiah dengan pangsa sebesar 43.95 persen dari ekspor nasional, sedangkan impor paling utama juga berasal dari barang manufaktur dengan nilai 269 231.64 milyar rupiah setara dengan 56.92 persen impor nasional. Tabel 18 menunjukkan neraca perdagangan Indonesia pada tahun 2003 mengalami surplus sebesar 154 067.21 milyar rupiah. Semua sektor menunjukkan surplus kecuali kelompok sektor jasa-jasa. Penyumbang surplus terbesar berasal dari kelompok sektor agroindustri dan terkecil berasal dari kelompok sektor pertanian. Melihat kondisi ini perlu dilakukan reevaluasi dan dukungan yang lebih besar terhadap kebijakan pengembangan agroindustri Indonesia, dikarenakan menyumbang surplus yang cukup besar. Peran penting agroindustri dalam menghasilkan devisa tidak lepas dari kemudahan pemerintah dalam memberikan stimulus yang lebih mendorong peran pengusaha skala besar dan beradasarkan data keterkaitan yang dijelaskan dalam disertasi ini kurang terkait dengan unit usaha kecil dan menengah khususnya para petani kecil yang merupakan mata rantai penting dalam proses pengolahan hasil pertanian agroindustri. Jumlah ekspor sebesar 627 064.97 milyar rupiah merupakan 31.81 persen dari total nilai tambah yang besarnya 1 971 180 milyar rupiah. Angka 31.81 persen menggambarkan peran ekspor cukup besar kontribusinya terhadap PDB Indonesia. Sedangkan nilai impor sebesar 472 997.77 milyar rupiah merupakan 24 persen dari besaran PDB. Hal ini mnegindikasikan ketergantungan PDB Indonesia terhadap impr cukup tinggi dan jika dikaitkan dengan dengan total produksi semua sektor sebesar 4 666 475.88 milyar rupiah maka ketergantungan produksi terhadap impor adalah 10.14 persen.

5.3. Penggunaan Tenaga Kerja