V. DESKRIPSI SEKTOR PERTANIAN BERDASARKAN KAJIAN SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI
Struktur perekonomian suatu negara dapat dikaji berdasarkan 3 indikator makroekonomi yaitu nilai tambah Produk Domestik Bruto, perdagangan luar
negeri dan tenaga kerja. Sebagai suatu neraca yang memiliki bentuk sistematis dan terintegrasi, SNSE mampu menjabarkan seluruh struktur ekonomi tersebut.
Dalam SNSE komponen nilai tambah dan tenaga kerja masuk pada neraca endogen, sedangkan perdagangan luar negeri berada di neraca eksogen. Struktur
perekonomian ini penting untuk menjelaskan kontribusi nilai tambah dari masing- masing sektor perekonomian sehingga terlihat sektor mana yang paling dominan
dalam menyangga perekonomian suatu negara dilihat dari besaran output yang disumbangkan terhadap perekonomian nasional. Demikian juga bisa dilihat
struktur tenaga kerja dari masing-masing sektor perekonomian, apakah suatu sektor itu merupakan sektor padat karya atau padat modal. Struktur perekonomian
dapat menjelaskan juga neraca perdagangan suatu negara dan dapat melihat sektor mana sebagai penghasil utama devisa, dan sektor mana yang paling sedikit
memberikan sumbangan devisa.
5.1. Struktur Nilai Tambah
Nilai tambah atau value added VA merupakan aliran pengeluaran setiap sektor produksi kepada faktor produksi, rumah tangga dan perusahaan. Ini berarti
bagi ketiga pelaku ekonomi tersebut nilai tambah merupakan pendapatan yang diterima dari sektor produksi, yang secara garis besarnya dapat dibagi atas
pendapatan upah untuk tenaga kerja, sewa untuk rumahtangga dan surplus usaha untuk perusahaan. Oleh karena nilai tambah merupakan komponen penting untuk
mengetahui kontribusi suatu sektor dalam perekonomian maka dalam studi ini disamping dicermati secara sektoral, juga dilihat dari masing-masing sektor
produksi untuk jelasnya bisa dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Distribusi Nilai Tambah PDB Tahun 2003 Dalam 5 Sektor
Sektor Kelompok Penerima Rp. Milyar
Nilai Tambah 1
2 3
4 5
Rp.Milyar Pertanian 218
894.1 31 238.5
6 728.7 4460.7
80 030.1 341
352.1 17.32
Pertambangan 0 15 666.8
25 081.4 126 704.6
167 452.8
8.50 Agroindustri
0 41 907.5 73
614.3 107 421.8 222
943.6 11.31 Manufaktur
58 171.5 129392.2
255 539.9 443 103.6
22.48 Jasa-jasa
0 139513.6 376853.4 279 960.2 796
327.2 40.40 Jumlah 218894.1
31238.5 261988.1
609402.0 849 656.6
197 1179
100.00
Tabel 8. Distribusi Nilai Tambah PDB Kelompok Sektor Pertanian
No. Kelompok Penerima Rp. Milyar Nilai
Tambah 1 2 3 4 5
Rp.Milyar 13
49 420.5 6 075.7
414.7 115.0
3 438.5 59 464.3
3.02 14
13 652.0 1 370.8
100.2 34.7
2 631.8 17 789.5
0.90 15
72 788.7 8 071.3
604.8 157.6
6 891.6 88 514.1
4.49 16
2 973.7 665.8
167.4 93.7
225.5 4 126.2
0.21 17
4 617.4 372.9
141.1 72.6
5 926.7 11 130.6
0.56 18
33 904.2 3 427.8
1 741.0 731.8
6 054.8 45 859.7
2.33 19
5 816.2 1 101.9
409.9 510.1
4 067.9 11 905.9
0.60 20
18 455.9 3 288.6
1 561.0 1 450.5
13 735.5 38 491.4
1.95 21
4 712.8 1 327.8
1 113.6 588.6
10 861.0 18 603.9
0.94 22
12 552.7 5 535.9
475.0 706.1
26 196.8 45 466.6
2.31 Jumlah 341
352.2 17.32
Keterangan : Kelompok
Penerima 1. Tenaga kerja pertanian di desa
2. Tenaga kerja pertanian di kota 3. Tenaga kerja nonpertanian di desa
4. Tenaga kerja nonpertanian di kota 5.
Kapital Sektor
Produksi 13.
Padi 14.
Jagung 15. Pertanian tanaman pangan lainnya
16. Tebu
17. Kelapa sawit 18. Pertanian perkebunan lainnya
19. Industri pemotongan ternak 20. Peternakan dan hasil-hasilnya
21. Kehutanan dan perburuan 22.
Perikanan Berdasarkan pengelompokan sektor yang disajikan dalam Tabel 7, total
nilai tambah perekonomian Indonesia menurut SNSE tahun 2003 adalah sebesar 1 971 179.60 milyar rupiah. Kontribusi terbesar dalam pembentukan nilai tambah
berasal dari sektor jasa sebesar 796 327.2 milyar rupiah atau 40.40 persen kemudian disusul oleh sektor manufaktur sebesar 443 103.6 milyar rupiah atau
22.48 persen sedangkan pertanian berada di posisi ke tiga dengan besar kontribusi sebesar 341 352.1 milyar rupiah atau 17.32 persen.
Selanjutnya pada Tabel 8, kontribusi sektor pertanian terhadap penciptaan nilai tambah PDB Indonesia pada tahun 2003 adalah sebesar 341 352.2 milyar
rupiah atau sekitar 17.32 persen, dimana yang paling tinggi memberi sumbangan terhadap PDB sektor pertanian adalah subsektor padi 13 dan subsektor tanaman
pangan lainnya 15 masing-masing sebesar 3.02 persen dan 4.49 persen, sedangkan yang paling rendah andilnya terhadap penciptaan PDB Indonesia
adalah sektor tebu yaitu sebesar 0.21 persen. Seluruh sektor pertanian paling banyak mendistribusikan nilai tambahnya
kepada faktor produksi tenaga kerja di perdesaan faktor 1. Rata-rata sektor produksi yang masuk dalam kelompok pertanian primer ini memberi nilai tambah
terhadap tenaga kerja tersebut masing-masing sebesar 56 persen. Sementara faktor produksi yang menerima nilai tambah dari sektor pertanian dalam jumlah yang
kecil adalah tenaga kerja nonpertanian di desa faktor 3, rata-rata hanya sebesar 3 persen. Terlihat juga bahwa ada perbedaan yang mencolok jika distribusi nilai
tambah tersebut diperhatikan berdasarkan faktor-faktor produksi yang
menerimanya. Sebagai misal untuk tenaga kerja pertanian di desa faktor 1 dan di kota faktor 2 lebih banyak menerima nilai tambah dari subsektor tanaman
pangan lainnya 15 masing-masing sebesar 33 persen dan 26 persen dari total penerimaan nilai tambahnya. Namun untuk tenaga kerja non pertanian di desa
faktor 3 ternyata lebih banyak menerima nilai tambah dari subsektor perkebunan lainnya 18 yakni sekitar 26 persen. Sedangkan sumber penerimaan nilai tambah
untuk tenaga kerja nonpertanian di kota faktor 4 dan modal faktor 5 lebih banyak berasal dari subsektor peternakan dan hasil-hasilnya 20, masing-masing
menerima sekitar 32.52 persen dan 17.16 persen. Tabel 9. Distribusi Nilai Tambah PDB Kelompok Sektor Pertambangan
No. Kelompok Penerima Rp. Milyar
Nilai Tambah 1 2 3 4 5
Rp.Milyar 23
0.0 0.0
7 084.5 19 115.1 121 475.3 147 674.9
7.49 24
0.0 0.0
8 582.3 5 966.3
5 229.3 19 777.8
1.00 Jumlah 167
452.8 8.50
Keterangan : Kelompok
Penerima 1. Tenaga kerja pertanian di desa
2. Tenaga kerja pertanian di kota 3. Tenaga kerja nonpertanian di desa
4. Tenaga kerja nonpertanian di kota 5.
Kapital Sektor
Produksi 23. Pertambangan batubara, bijih logam, minyak dan gas bumi
24. Pertambangan dan penggalian lainnya Dalam perekonomian Indonesia, terlihat subsektor pertambangan sangat
rendah menghasilkan nilai tambah, kurang lebih hanya sebesar 167 452.8 milyar rupiah atau 8.5 persen dari total penerimaan nilai tambah Indonesia, lihat Tabel 8.
Adapun sektor pertambangan yang paling besar menciptakan nilai tambah dalam kelompok sektor ini adalah subsektor pertambangan batu bara, bijih logam,
minyak dan gas bumi 23 yaitu sebanyak 7.49 persen, sedangkan yang terendah
adalah subsektor pertambangan dan penggalian lainnya 24 dengan kontribusinya hanya sekitar 1 persen. Sesuai dengan karakteristik jenis usahanya yang tidak
berhubungan sama sekali dengan tenaga kerja pertanian, jelas nilai tambah dari sektor pertambangan hanya didistribusikan kepada tenaga kerja nonpertanian dan
modal, dimana 76 persen terdistribusi kepada faktor modal, sisanya 24 persen di bagi ke faktor tenaga kerja nonpertanian di desa dan kota.
Tabel 10. Distribusi Nilai Tambah PDB Kelompok Sektor Agroindustri No.
Kelompok Penerima Rp. Milyar Nilai Tambah
1 2 3 4 5 Rp.Milyar
25 0.0
0.0 16 065.2 30 737.9 13 698.1
60 501.3 3.07
26 0.0 0.0 974.9 1 198.4
23 067.0 25
240.3 1.28
27 0.0
0.0 3 572.8
4 061.8 3 594.2
11 228.7 0.57
28 0.0
0.0 1 776.8
2 272.6 17 485.4
21 534.8 1.09
29 0.0
0.0 870.2
949.2 356.8
2 176.2 0.11
30 0.0
0.0 9 911.5 26 853.0
35 320.9 72 085.4
3.66 31
0.0 0.0
8 736.1 7 541.4
13 899.4 30 177.0
1.53 Jumlah 222
943.7 11.31
Keterangan : Kelompok
Penerima 1. Tenaga kerja pertanian di desa
2. Tenaga kerja pertanian di kota 3. Tenaga kerja nonpertanian di desa
4. Tenaga kerja nonpertanian di kota 5.
Kapital Sektor
Produksi 25. Industri makanan, minuman dan tembakau
26. Industri minyak dan lemak 27. Industri penggilingan padi
28. Industri tepung segala jenis 29. Industri gula
30. Industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit 31. Industri kayu, barang-barang dari kayu
Jika diperhatikan pada Tabel 10, terlihat jelas bahwa kelompok sektor agroindustri termasuk kelompok sektor ekonomi yang kegiatannya cukup banyak
memberikan andil terhadap pembentukan PDB nasional. Pada tahun 2003 jumlah
sumbangan yang diberikan sebesar 222 943.7 milyar rupiah atau setara dengan 11.31 persen, dimana kontribusi yang terbesar diberikan oleh subsektor industri
pemintalan tekstil, pakaian dan kulit 30 yakni 72 085.4 milyar rupiah atau 3.66 persen, kemudian diikuti oleh subsektor industri makanan, minuman dan
tembakau 25 sebesar 60 501.3 milyar rupiah atau 3.07 persen, subsektor industri gula 29 merupakan subsektor dalam kelompok sektor agro industri yang
memberikan sumbangan nilai tambah yang paling kecil dengan nilai sebesar 2 176.2 milyar rupiah atau setara dengan 0.11 persen.
Seperti halnya sektor pertambangan sebelumnya, keterkaitan antara sektor agroindustri dengan tenaga kerja pertanian sama sekali tidak terlihat signifikan.
Hal ini tercermin pada Tabel 10, dimana tampak jelas bahwa seluruh sektor agroindustri mendistribusikan nilai tambahnya hanya kepada faktor produksi
tenaga kerja non pertanian dan modal. Faktor produksi yang paling banyak menerima nilai tambah dari subsektor
agroindustri adalah faktor produksi modal 5 yakni sebesar 48 persen dari total nilai tambah yang diciptakan sektor tersebut. Menyusul kemudian tenaga kerja
nonpertanian di kota yaitu sebesar 33 persen dan terakhir tenaga kerja nonpertanian di desa, sebesar 19 persen. Sekarang jika perhatian kita fokuskan
pada sumber-sumber penerimaan nilai tambah pada masing-masing faktor produksi, tampak jelas bahwa faktor produksi modal 5 lebih banyak menerima
nilai tambah dari subsektor industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit 30 yaitu sekitar 33 persen dari seluruh total penerimaan nilai tambah sektor
agroindustri. Sementara untuk faktor produksi tenaga kerja nonpertanian di desa dan kota, sumber penerimaan nilai tambahnya lebih banyak berasal dari subsektor
industri makanan, minuman dan tembakau 25 masing-masing sebanyak 38 persen untuk yang bekerja di desa dan 42 persen untuk yang bekerja di kota.
Tabel 11. Distribusi Nilai Tambah PDB Kelompok Sektor Manufaktur No.
Kelompok Penerima Rp. Milyar Nilai Tambah
1 2 3 4 5 Rp.Milyar
32 0.0
0.0 11 839.6 42 238.6 69 416.6
123 494.8 6.27
33 0.0
0.0 20 074.7 41 342.9 129 162.1 190 579.8
9.67 34
0.0 0.0 24 987.4 41 793.6
40 075.1 106 856.1
5.42 35
0.0 0.0
1 269.8 4 017.1
16 886.1 22 173.1
1.12 Jumlah 443
103.7 22.48
Keterangan : Kelompok
Penerima 1. Tenaga kerja pertanian di desa
2. Tenaga kerja pertanian di kota 3. Tenaga kerja nonpertanian di desa
4. Tenaga kerja nonpertanian di kota 5. Kapital
Sektor Produksi 32. Industri kertas, percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan industri
lainnya 33. Industri kimia, pupuk, hasil-hasil dari tanah liat serta semen dan ligam
dasar 34. Konstruksi atau bangunan
35. Listrik, gas dan air minum Kelompok sektor manufaktur secara keseluruhan cukup memberikan
sumbangan yang signifikan dalam membentuk PDB nasional, dengan andilnya terhadap nilai tambah sebesar 443 103.7 milyar rupiah atau 22.48 persen, lihat
Tabel 11. Kontribusi utama diperoleh dari subsektor industri kimia, pupuk, hasil- hasil dari tanah liat, semen dan logam dasar 33 sebesar 190 579.8 milyar rupiah
atau setara dengan 9.67 persen disusul kemudian oleh subsektor industri kertas,
percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan industri lainnya 32 sebesar 123 494.8 milyar rupiah atau setara dengan 6.27 persen dari PDB nasional. Subsektor
listrik, gas dan air minum 35 memberikan peran yang paling kecil dengan nilai tambah sebesar 22 173.1 milyar rupiah atau setara 1.12 persen.
Serupa dengan temuan-temuan sebelumnya, kontribusi sektor manufaktur terhadap pembentukan nilai tambah Indonesia juga lebih banyak bersumber pada
faktor produksi tenaga kerja nonpertanian dan modal. Melalui modal, nilai tambah yang berhasil diciptakan sektor manufaktur adalah sebesar 58 persen. Ini berarti
sisanya 42 persen berasal dari tenaga kerja nonpertanian di desa dan kota. Berdasarkan Tabel 10 juga kelihatan bahwa dalam kelompok sektor manufaktur,
faktor modal lebih banyak menerima nilai tambah dari subsektor industri kimia, pupuk, hasil-hasil dari tanah liat, semen, dan logam dasar 33. Sedangkan tenaga
kerja nonpertanian di desa lebih banyak memperoleh transfer nilai tambah dari subsektor bangunan 34 yakni sekitar 43 persen, sedangkan tenaga kerja
nonpertanian di kota lebih besar memperoleh nilai tambah dari sektor industri kertas, percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan industri lainnya
subsektor 33 yaitu sebanyak 33 persen. Pada Tabel 12 mengenai nilai tambah dari kelompok sektor jasa-jasa,
terlihat bahwa kelompok sektor ini menyumbangkan nilai tambah yang signifikan dengan jumlah mencapai 796 327.2 milyar rupiah atau setara dengan 40.40 persen
sumbangan terbesar diberikan oleh subsektor perdagangan, hotel dan restoran 36 dengan kontribusi sebesar 299 928 milyar atau setara dengan 15.22 persen.
kemudian disusul oleh subsektor aktifitas jasa-jasa 39 dengan sumbangan sebesar 228 344.3 milyar rupiah atau setara dengan 11.52 persen, sedangkan
kontribusi terkecil diberikan oleh subsektor pengangkutan dan komunikasi 37. Melihat komposisi susunan kontribusi kelompok sektor sebagaimana dijelaskan
diatas, tergambar bahwa Indonesia sudah mengarah pada kondisi negara yang menuju negara sedang berkembang apabila dikaitkan dengan sumbangan
kelompok sektor jasa yang dominan dalam penyusunan PDB nasional Indonesia dan sektor pertanian kontribusinya terhadap PDB nasional makin mengecil.
Tabel 12. Distribusi Nilai Tambah PDB Kelompok Sektor Jasa-Jasa No.
Kelompok Penerima Rp. Milyar Nilai Tambah
1 2 3 4 5
Rp.Milyar 36
0.0 0.0 69 906.8 170 807.8
59 213.4 299 928.0 15.22
37 0.0
0.0 16 016.9 33 609.2
49 785.4 99 411.5
5.04 38
0.0 0.0
5 594.3 38 148.7
124 900.5 168 643.4
8.56 39
0.0 0.0 47 995.6 134 287.7
46 060.9 228 344.3 11.58
Jumlah 796 327.2 40.40
Keterangan : Kelompok
Penerima 1. Tenaga kerja pertanian di desa
2. Tenaga kerja pertanian di kota 3. Tenaga kerja nonpertanian di desa
4. Tenaga kerja nonpertanian di kota 5.
Kapital Sektor
Produksi 36. Perdagangan, hotel dan restoran
37. Pengangkutan dan komunikasi 38. Keuangan, jasa perusahaan, real estate
39. Jasa-jasa
5.2. Perdagangan Luar Negeri