Dampak Multiplier Sektor Pertanian terhadap Perekonomian

VI. PERANAN SEKTOR PERTANIAN BERDASARKAN ANALISIS MULTIPLIER SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI

6.1. Dampak Multiplier Sektor Pertanian terhadap Perekonomian

Memandang pembangunan pertanian hanya berdasarkan pertumbuhan sektor pertanian dibandingkan dengan pertumbuhan sektor-sektor yang lain telah membuat sektor pertanian menjadi tersisihkan dalam proses pengambilan keputusan pembangunan. Oleh karena disini pertumbuhan pertanian hanya diharapkan sebagai sektor pendukung saja. Akibatnya bisa kita lihat selama ini bahwa kebijakan moneter dan fiskal, serta perdagangan dan industri yang dikeluarkan sering tidak sejalan dengan tujuan pembangunan sektor pertanian. Sektor pertanian selain sebagai penghasil makanan yang dapat dikonsumsi secara langsung, juga sebagai sumber bahan baku industri makanan dan serat- seratan untuk diolah menjadi bahan jadi maupun setengah jadi. Disamping itu usaha pertanian dan industrinya pada umumnya mempunyai kandungan impor yang rendah, sehingga kegiatan pertanian dapat menghemat devisa. Sektor pertanian mempunyai efek multiplier pengganda yang tinggi sebagaimana hasil olah data disertasi ini. Di tengah-tengah krisis kenaikan harga BBM yang diluar kendali terkait dengan menipisnya cadangan minyak bumi, sektor pertanian dapat sebagai penyedia bahan bakar alternatif biofuel. Arti penting pertanian akan makin terasa dengan adanya perubahan kondisi global sehubungan dengan adanya kenaikan harga minyak bumi dunia yang telah melewati angka psikologis 100 US per barrel menyebabkan bahan bakar alternatif biofuel menjadi pilihan yang ekonomis dan masuk akal, sehingga meningkatkan perluasan areal tanam untuk menghasilkan biofuel tersebut yang akan menggeser luasan areal tanam untuk pangan. Meningkanya konsumsi daging perkapita di beberapa negara seiring dengan meningkatnya pendapatan perkapita negara tersebut seperti China, konsumsi perkapita hanya 20 kg pada tahun 1985 meningkat menjadi 50 kg per kapita pada tahun 2005. Demikian pula dengan adanya perubahan iklim dunia sebagai dampak dari pemananasan global global warming yang ditengarai telah menyebabkan kegagalan panen di beberapa negara, sehingga hal ini akan menyebabkan melambungnya harga produk pertanian di pasar dunia. Kondisi ini harus disikapi dengan hati-hati mengingat beberapa kebutuhan pokok yang strategis seperti beras, tepung, gula dan beberapa produk pertanian lainnya sebagian masih diimpor, jika tidak stabilitas ekonomi politik dan keamanan negara Indonesia akan terganggu Daryanto, 2008. Mengingat hal tersebut pemberdayaan dan pengembangan sektor pertanian urntuk kedepannya harus ditempatkan secara proposional dalam suatu kebijakan nasional yang komprehensif, dikarenakan pembangunan pertanian merupakan pembangunan di sektor perokonomian yang strategis dan menyangkut kelangsungan suatu bangsa. Pemberdayaan sektor pertanian tidak hanya terkait dengan pertumbuhan sektor pertanian itu sendiri akan tetapi terkait juga dengan sektor produksi lainnya dan juga dengan perubahan-perubahan indikator makro ekonomi seperti pendapatan rumahtangga, nilai tambah, penerimaan upah, pajak, dan lain-lain. Berbagai alat analisis telah digunakan oleh para ahli untuk menunjukkan keterkaitan di atas, dan salah satunya yang cukup baik serta mampu memaparkan hal tersebut secara komprehensif adalah model Sistem Neraca Sosial Ekonomi SNSE yaitu suatu model yang menerapkan analisis dengan menggunakan prinsip keseimbangan umum general equilibrium analysis dimana perubahan terhadap suatu sektor akan menyebabkan perubahan pada sektor lainnya, berbeda dengan analisis keseimbangan parsial partial equilibrium analysis yang menganggap sektor lainnya dalam keadaan ceteris paribus. Melalui analisis SNSE akan diperoleh berbagai angka pengganda yang dapat menjabarkan peranan dan dampak pembangunan pertanian secara menyeluruh, seperti dampaknya terhadap perubahan nilai tambah, produksi, perusahaan dan pendapatan rumahtangga. Dengan mengetahui berbagai dampak pembangunan pertanian dalam perekonomian melalui analisis angka pengganda yang diperoleh dari olahan data SNSE, maka dapat dijelaskan arti penting sektor pertanian, sehingga penentuan prioritas pembangunan nasional khususnya sektor pertanian kedepannya dapat lebih diberdayakan dan dilaksanakan dengan lebih baik. Berikut ini akan disajikan hasil perhitungan angka pengganda SNSE secara lengkap untuk menjelaskan bagaimana peranan dan dampak sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia. Angka pengganda yang dijabarkan meliputi angka pengganda nilai tambah atau value added multiplier VM , angka pengganda pendapatan rumah tangga atau household induced income multiplier HM, angka pengganda pendapatan perusahaan atau firm income multiplier FM, angka pengganda pendapatan sektor lainother sector income multiplier OSM, angka pengganda produksi atau production multiplier PM dan gross output multiplier GM. Adapun sektor pertanian yang dimaksudkan dalam ulasan ini adalah mencakup subsektor tanaman pangan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsekor kehutanan dan subsektor perikanan. Tabel 24. Angka Multiplier Sektoral Berdasarkan SNSE Tahun 2003 Sektor Produksi VM HM FM OSM PM GM Padi 2.4309 2.1742 0.3570 3.3715 4.5406 9.5027 Jagung 2.1832 1.9021 0.3660 3.1866 4.2760 8.7273 Pertanian tanaman pangan lainnya 2.2112 1.9550 0.3450 3.0874 4.2876 8.7988 Tebu 2.3065 2.0359 0.3630 3.5036 4.5620 9.2674 Kelapa sawit 1.7037 1.3606 0.3968 2.5113 3.5346 6.9957 Pertanian perkebunan lainnya 2.0622 1.8000 0.3426 3.0340 4.1462 8.3510 Industri pemotongan ternak 2.0333 1.7096 0.3964 3.6249 4.6693 8.8085 Peternakan dan hasil-hasilnya 1.9854 1.6721 0.3845 3.2179 4.3539 8.3959 Kehutanan dan perburuan 1.9659 15556 0.4708 2.7598 3.7734 7.7657 Perikanan 1.9838 1.5903 0.4567 2.8364 3.9613 7.9921 Pertamb batubara, bijih logam, minyak gas bumi 1.5110 1.0492 0.4935 1.6781 2.8153 5.8692 Pertamb dan penggalian lainnya 1.8750 1.5836 0.3581 2.8336 3.8418 7.6585 Ind makanan, minuman dan tembakau 1.7977 1.5242 0.3391 2.8873 4.2553 7.9163 Ind minyak dan lemak 1.7780 1.3491 0.4777 2.8137 4.0394 7.6442 Ind penggilingan padi 2.3191 2.0460 0.3658 4.0314 5.1515 9.8824 Ind tepung segala jenis 1.8972 1.5022 0.4534 2.9385 4.5037 8.3566 Ind gula 1.6478 1.4328 0.2786 2.9918 4.0132 7.3724 Ind pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit 1.7328 1.4031 0.3863 2.6567 4.3126 7.8348 Ind kayu, barang dari kayu 1.9526 1.5783 0.4372 3.1499 4.3507 8.3188 Ind kertas, percetakan; alat angk; barang logam 1.2730 1.0132 0.2996 2.0630 3.4379 6.0237 Ind kimia, pupuk; hsl dr tanah liatsemen; lgm dsr 1.3844 1.0622 0.3614 1.9004 3.4119 6.2199 Konstruksi 1.6944 1.3640 0.3847 3.2348 4.2511 7.6943 Listrik, gas dan air minum 1.7378 1.2375 0.5400 2.7822 3.9904 7.5057 Perdagangan, hotel dan restoran 1.9647 1.6693 0.3673 3.0182 3.5285 7.5298 Pengangkutan dan komunikasi 1.4625 1.1245 0.3797 2.3441 3.5065 6.4731 Keuangan, jasa perusahaan, real estate 1.5759 1.1621 0.4539 1.9212 3,2116 6.4035 Jasa-jasa 1.9740 1.6817 0.3652 2.8787 4,3613 8.3822 Sumber : data diolah Kontribusi sektor pertanian terhadap penciptaan nilai tambah value added dalam perekonomian Indonesia paling tinggi disumbangkan oleh komoditi padi, yang diindikasikan melalui angka VM terbesar yaitu 2.4309. Angka ini memberi suatu petunjuk bahwa jika neraca eksogen investasi, subsidi atau ekspor komoditi padi diinjeksi sebanyak 1 milyar rupiah maka pertambahan nilai tambah penerimaan upah dan modal yang dapat diciptakan dalam perekonomian adalah sebesar 2.4309 milyar rupiah. Sesudah padi, berikutnya yang paling besar juga dampaknya terhadap nilai tambah perekonomian adalah sektor industri penggilingan padi yang memiliki angka VM sebesar 2.3191. Setelah itu komoditi tebu dengan angka VM sebesar 2.3065. Di luar sektor pertanian, yang paling besar 1 2 3 4 5 6 7 8 9 VM HM FM OSM PM GM VM 2.0866 1.693 1.875 1.5224 1.7443 HM 1.7755 1.3164 1.548 1.1692 1.4094 FM 0.3879 0.4258 0.3912 0.3964 0.3915 OSM 3.1133 2.2559 3.067 2.4951 2.5406 PM 4.2105 3.3286 4.3752 3.7728 3.652 GM 8.4605 6.7639 8.1894 6.8609 7.1972 pertanian pertambangan agroindustri manufaktur jasa Gambar 11. Peranan Sektor-Sektor Produksi dalam Perekonomian Berdasarkan Nilai Multiplier dan Kelompok Sektor kontribusinya terhadap penciptaan nilai tambah perekonomian Indonesia adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai multiplier sebesar 1.9647. Bila diamati berdasarkan nilai rata-rata multiplier, tampak peranan sektor ekonomi berbasis pertanian pertanian primer dan agroindustri terhadap komposisi nilai tambah perekonomian Indonesia mengungguli sektor-sektor ekonomi lainnya. Sebagaimana yang disajikan dalam Gambar 11 angka value added multiplier VM sektor pertanian rata-rata berkisar 2.0866, sementara sektor agroindustri mencapai 1.8751. Di luar kedua kelompok sektor ini, terlihat sektor pertambangan memiliki peranan yang cukup tinggi, dengan nilai multiplier sebesar 1.6930, setelah itu menyusul sektor manufaktur sebesar 1.5224 dan terakhir sektor jasa sebesar 1.7443. Oleh karena padi menjadi sektor produksi yang paling tinggi memberikan dampaknya terhadap nilai tambah, sudah tentu peranannya terhadap peningkatan pendapatan rumahtangga menjadi paling besar dalam perekonomian. Sebagaimana yang tercantum pada Tabel 24, dampak multiplier komoditi ini terhadap perubahan pendapatan rumahtangga paling tinggi diantara semua sektor pertanian. Indikatornya dapat diperhatikan pada angka HM subsektor padi 13 yaitu sebesar 2.1742, yang dapat diartikan bila neraca eksogen komoditi padi diinjeksi sebanyak 1 milyar rupiah maka pendapatan rumahtangga secara keseluruhan akan naik sebesar 2.1742 milyar rupiah. Dan searah dengan analisis multiplier VM sebelumnya, subsektor industri penggilingan padi 27 juga menempati urutan kedua setelah padi yang memberi dampak terbesar terhadap perubahan pendapatan rumahtangga, dengan angka HM sebesar 2.0460. Disusul kemudian dengan subsektor tebu 16 yang memiliki angka HM sebesar 2.0359. Selanjutnya, jika diperhatikan dalam Gambar 11, terlihat jelas bahwa peranan sektor-sektor ekonomi yang berbasis pertanian pertanian primer dan agroindustri terhadap pendapatan rumahtangga paling besar dibandingkan sektor-sektor ekonomi yang lain. Secara rata-rata peranan sektor pertanian primer terhadap perubahan pendapatan rumahtangga yang ditunjukkan dengan angka HM adalah sebesar 1.7756, kemudian untuk agroindustri sebesar 1.5480. Sedangkan sektor pertambangan, industri lain, dan jasa-jasa masing-masing mempunyai angka HM sebesar 1.3164, 1.1692 dan 1.4094. Keadaan menjadi berubah ketika dampak multiplier sektor pertanian dilihat pada penerimaan perusahaan. Berdasarkan serangkaian angka FM yang dipaparkan pada Tabel 24, sektor yang paling menonjol memberi efek terbesar terhadap pendapatan perusahaan ternyata industri minyak dan lemak yang memiliki angka FM sebesar 0.4777, dengan demikian untuk setiap injeksi sebesar 1 milyar rupiah pada neraca eksogen industri minyak dan lemak diperkirakan dapat menaikkan pendapatan perusahaan sebesar 0.4777 milyar rupiah. Angka ini sekaligus juga menggambarkan bahwa industri minyak dan lemak menjadi bidang produksi pertanian yang paling menguntungkan dalam usaha agribisnis di Indonesia. Setelah industri ini, sektor berikutnya yang juga menonjol dalam memberi dampak multiplier terhadap penerimaan perusahaan adalah subsektor kehutanan dan perburuan 21 yang mempunyai angka FM sebesar 0.4708. Kemudian subsektor industri tepung segala jenis 28, dengan angka FM sebesar 0.4534. Dalam hal penerimaan perusahaan ini, peranan sektor pertanian jika dibandingkan dengan sektor-sektor non pertanian terlihat lebih kecil dari sektor pertambangan dan sektor jasa. Sektor pertambangan mampu memberi kontribusi nilai multiplier terhadap penerimaan perusahaan sebesar 0.4258, sedangkan sektor jasa sebesar 0.3915 sebagaimana ditampilkan pada Gambar 11. Adanya integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antara semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. Dalam ekonomi pasar, integrasi ekonomi dapat dilihat jelas ketika terjadi interaksi antara pelaku ekonomi yang saling melakukan transaksi input produksi. Analisis multiplier SNSE mampu menunjukkan seberapa besar kegiatan ekonomi yang terintegrasi tersebut berjalan. Untuk keperluan ini kita bisa menelusurinya melalui angka OSM. Berdasarkan angka OSM yang disajikan pada Tabel 24, sektor produksi pertanian yang paling kuat integrasinya dengan sektor-sektor lain dalam perekonomian adalah industri penggilingan padi. Hal ini digambarkan dengan OSM industri penggilingan padi yang paling tinggi dari semua sektor pertanian yakni sebesar 4.0314. Artinya bila ada injeksi sebanyak 1 milyar rupiah pada neraca eksogen industri penggilingan padi, maka produksi pada sektor-sektor produksi lain secara keseluruhan akan meningkat sebesar 4.0314 milyar rupiah. Dengan angka OSM yang paling besar ini, bisa dikatakan bahwa industri penggilingan padi dalam perekonomian Indonesia merupakan sektor produksi yang paling terbuka dibandingkan seluruh sektor pertanian. Oleh karena itu bila pembangunan ekonomi lebih diutamakan secara sektoral, maka industri penggilingan padi harus diprioritaskan paling utama. Dampaknya dalam perekonomian bukan hanya dirasakan oleh pertumbuhan sektor-sektor produksi lain, namun juga memberi dampak terbesar terhadap pendapatan tenaga kerja, modal dan rumahtangga sebagaimana yang telah dijelaskan melalui angka VM dan HM di atas. Sesudah industri penggilingan padi, sektor produksi pertanian berikutnya yang ikut membawa pengaruh besar terhadap perubahan nilai produksi sektor lain adalah sektor industri pemotongan ternak dan komoditi tebu. Masing- masing memiliki angka OSM sebesar 3.6249 dan 3.5036. Secara keseluruhan, dalam perekonomian Indonesia peranan sektor pertanian dan agroindustri terhadap penerimaan sektor-sektor produksi yang lain adalah paling besar dibandingkan sektor pertambangan, industri nonpertanian, dan jasa-jasa. Seperti yang terlihat pada Gambar 11, angka OSM sektor pertanian 3.1133, sektor agroindustri 3.0670 sedangkan sektor pertambangan hanya sebesar 2.2559, industri nonpertanian sebesar 2.4951, dan jasa-jasa sebesar 2.5406. Setelah pemaparan angka OSM, analisis multiplier berikutnya yang masih terkait erat dengan kegiatan produksi adalah analisis multiplier produksi PM. Melalui angka PM dapat ditunjukkan seberapa besar pengaruh atau dampak dari kegiatan suatu sektor pertanian terhadap penerimaan produksi secara menyeluruh, baik itu pada dirinya sendiri maupun pada sektor-sektor yang lain. Dalam konteks ini, sektor yang paling besar dampaknya terhadap kegiatan produksi secara menyeluruh dalam perekonomian masih dipegang oleh subsektor industri penggilingan padi yang mempunyai angka PM terbesar yakni 5.1515. Angka ini mengandung arti jika ada injeksi sebanyak 1 milyar rupiah pada neraca eksogen industri penggilingan padi maka diperkirakan penerimaan total produksi dalam perekonomian akan bertambah sebesar 5.1515 milyar rupiah yang terdistribusi pada perubahan pendapatan sektornya sendiri sebesar 1.1201 milyar rupiah dan pendapatan sektor-sektor produksi lain sebesar 4.0314 milyar rupiah. Setelah industri penggilingan, subsektor berikutnya yang juga menonjol dalam memberi efek terbesar terhadap perubahan pendapatan sektor-sektor produksi adalah industri pemotongan ternak yang memiliki angka PM sebesar 4.6693, dan subsektor tebu sebesar 4.5620. Seperti halnya dengan angka multiplier sebelumnya, untuk sektor-sektor produksi yang bukan berbasis pertanian tampak lebih rendah peranannya terhadap kegiatan produksi dalam perekonomian secara menyeluruh. Indikasinya dapat diperhatikan pada besaran PM sektor-sektor tersebut yang lebih kecil dibandingkan sektor produksi berbasis pertanian. Untuk sektor pertanian dan agroindustri masing-masing angka PM sebesar 4.2105 dan 4.3752 sedangkan sektor pertambangan memiliki angka PM sebesar 3.3286, sektor industri nonpertanian sebesar 3.7728, dan sektor jasa-jasa sebesar 3.6520. Berdasarkan angka multiplier total GM yang menggambarkan dampak suatu sektor terhadap perekonomian secara keseluruhan, maka sektor produksi yang paling tinggi dampaknya terhadap perekonomian Indonesia saat ini adalah industri penggilingan padi yang mempunyai angka GM sebesar 9.8824, dimana dampaknya paling besar terlihat pada perubahan pendapatan sektor-sektor produksi. Kemudian komoditi padi yang memiliki angka GM sebesar 9,5027, yang mana pengaruhnya dalam perekonomian paling banyak terasa dalam perubahan nilai tambah dan pendapatan rumahtangga. Pengaruh dari sektor-sektor pertanian yang lain dalam perekonomian Indonesia juga terlihat cukup baik, terkecuali komoditi kelapa sawit yang terlihat paling rendah. Subsektor ini membawa pengaruh terhadap total perekonomian Indonesia hanya sebesar angka multiplier 6.9957, dengan kata lain dampak injeksi neraca eksogen sebesar 1 milyar rupiah pada komoditi kelapa sawit hanya bisa membawa perubahan pendapatan total perekonomian sebesar 6.9957 milyar rupiah, sementara sektor pertanian yang lain bisa memberi dampaknya diantara 7.3724 – 9.8824 milyar rupiah. Jika dilihat berdasarkan angka total angka penggandamultiplier GM, secara rata-rata peranan sektor pertanian dan agroindustri dalam perekonomian Indonesia masih jauh lebih besar dibandingkan sektor pertambangan, industri non pertanian dan jasa. Seperti yang disajikan pada Gambar 11, angka GM sektor pertanian dan agroindustri masing-masing sebesar 8.4605 dan 8.1894. Sementara untuk sektor pertambangan sebesar 6.7638, sektor industri nonpertanian sebesar 6.8609, dan terakhir sektor jasa sebesar 7.1972. Untuk melihat peran penting sektor pertanian dibanding dengan sektor lain dapat dilakukan juga dengan membuat peringkat atau ranking terhadap masing- masing subsektor berdasarkan angka multiplier sebagaimana yang disajikan pada tabel 23, dimana angka multiplier yang paling besar pertama diberi nomor urut 1, kemudian terbesar kedua diberi nomor urut 2, terbesar ketiga nomor urut 3, dan seterusnya hingga multiplier yang paling kecil dengan nomor urut 27, maka dapat ditentukan sektor-sektor mana saja yang paling berperan dalam perekonomian Indonesia, baik itu dilihat dari nilai tambah, pendapatan rumahtangga, keterkaitan antarsektor maupun perekonomian secara menyeluruh. Perhatikan Tabel 25 berikut ini. Tabel 25. Ranking Sektor-Sektor Ekonomi Berdasarkan Multiplier SNSE Sektor Produksi VM HM FM OSM PM GM VM Total Rank Padi 1 1 22 4 4 2 1 35 2 Jagung 5 5 16 7 11 6 5 55 5 Pertanian tanaman pangan lainnya 4 4 23 9 10 5 4 59 7 Tebu 3 3 19 3 3 3 3 37 3 Kelapa sawit 20 20 9 22 21 22 20 134 21 Pertanian perkebunan lainnya 6 6 24 10 14 10 6 76 10 Industri pemotongan ternak 7 7 10 2 2 4 7 39 4 Peternakan dan hasil-hasilnya 8 9 13 6 7 7 8 58 6 Kehutanan dan perburuan 11 14 4 20 20 15 11 95 13 Perikanan 9 11 5 16 18 12 9 80 12 Pertamb batubara, bijih logam, minyak gas bumi 24 26 2 27 27 27 24 157 24 Pertamb dan penggalian lainnya 15 12 21 17 19 17 15 116 20 Ind makanan, minuman dan tembakau 16 15 25 14 12 13 16 111 17 Ind minyak dan lemak 17 21 3 18 15 18 17 109 16 Ind penggilingan padi 2 2 17 1 1 1 2 26 1 Ind tepung segala jenis 14 16 7 13 5 9 14 78 11 Ind gula 22 17 27 12 16 21 22 137 22 Ind pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit 19 18 11 21 9 14 19 111 18 Ind kayu, barang dari kayu 13 13 8 8 8 11 13 74 8 Ind kertas, percetakan; alat angk; barang logam 27 27 26 24 24 26 27 181 27 Ind kimia, pupuk; hsl dr tanah liatsemen; lgm dsr 26 25 20 26 25 25 26 173 26 Konstruksi 21 19 12 5 13 16 21 107 15 Listrik, gas dan air minum 18 22 1 19 17 20 18 115 19 Perdagangan, hotel dan restoran 12 10 15 11 22 19 12 101 14 Pengangkutan dan komunikasi 25 24 14 23 23 23 25 157 25 Keuangan, jasa perusahaan, real estate 23 23 6 25 26 24 23 150 23 Jasa-jasa 10 8 18 15 6 8 10 75 9 Berdasarkan ranking multiplier yang dipaparkan pada Tabel 25, terlihat jelas bahwa peranan sektor-sektor pertanian dan agroindustri dalam perekonomian Indonesia saat ini masih lebih besar dibandingkan sektor-sektor non pertanian. Sebagai indikatornya dapat dilihat bahwa ada 9 subsektor berbasis pertanian yang mempunyai ranking 10 terbaik, yakni padi dengan nilai 35 berada pada rank 2, Jagung nilai 55 rank 5, pertanian tanaman pangan lainnya nilai 59 rank 7, tebu nilai 37 rank 3, pertanian perkebunan lainnya nilai 76 rank 10, Industri pemotongan ternak nilai 39 rank 4, peternakan dan hasil-hasilnya nilai 58 rank 6, industri penggilingan padi nilai 26 rank 1, dan industri kayu, barang dari kayu nilai 74 rank 8 dan hanya satu subsektor di luar basis pertanian yang masuk dalam 10 besar yaitu subsektor jasa-jasa berada pada rank 9. Berdasarkan temuan ini maka sudah sepatutnya pemerintah lebih memfokuskan pembangunan ekonomi tersebut kepada pengembangan Agriculture and Agro-industry Based Development AABD. Penting sekali bagi pemerintah untuk mempromosikan AABD ini sebagai motor penggerak perekonomian nasional baik itu kepada DPR maupun masyarakat secara menyeluruh. Alasan obyektif yang melandasi gagasan AABD, karena model pembangunan ini memiliki fungsi yang luas dan besar yang mampu berperan sebagai mesin pengerak pembangunan yang tangguh dan dinamis, yaitu mampu meningkatkan pendapatan rumahtangga, nilai tambah perekonomian, integrasi sektoral dan produksi dalam perekonomian. Analisis multiplier SNSE telah menunjukkan bukti-bukti tersebut. Pembangunan ekonomi dengan model AABD merupakan pembangunan yang bersifat menyeluruh, ini artinya pelaku AABD tidak bisa hanya pemerintah saja, tetapi juga harus melibatkan petani dan swasta. Selain itu, yang terpenting juga pelaksanaannya harus bersifat lintas sektoral, sehingga keterlibatan dan keterkaitan antar wilayah sangat dibutuhkan guna menunjang keberhasilan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berbasis pertanian dan agroindustri. 6.2. Dampak Sektor Pertanian terhadap Pendapatan Tenaga Kerja dan Modal, Rumahtangga dan Sektor-Sektor Produksi Dalam ulasan di atas dampak sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi hanya dilihat secara agregat, sehingga tidak dapat menunjukkan siapa saja yang paling besar menerima dampak multiplier tersebut. Guna menelusuri hal ini maka multiplier total yang telah dihitung perlu didisagregasi kedalam kelompok-kelompok penerima yang lebih rinci. Untuk dampaknya terhadap nilai tambah akan di bagi kepada pendapatan tenaga kerja pertanian dan non pertanian, baik itu di desa maupun kota, dan dampaknya terhadap pendapatan modal. Tabel 26. Disagregasi Dampak Multiplier Sektor Pertanian terhadap Nilai Tambah Sektor Pertanian Kode Tenaga Kerja Pertanian Tenaga Kerja Non Pertanian Kapital Nilai Tambah Desa Kota Desa Kota Padi 13 0.9866 0.1257 0.1942 0.4578 0.6667 2.4309 Jagung 14 0.7310 0.0831 0.2020 0.4836 0.6835 2.1832 Pertanian tanaman pangan lainnya 15 0.7750 0.0933 0.2062 0.4924 0.6444 2.2112 Tebu 16 0.7518 0.1488 0.2281 0.5000 0.6779 2.3065 Kelapa sawit 17 0.4344 0.0455 0.1453 0.3375 0.7410 1.7037 Pertanian perkebunan lainnya 18 0.7038 0.0803 0.2004 0.4377 0.6398 2.0622 Industri pemotongan ternak 19 0.4918 0.0803 0.2188 0.5019 0.7404 2.0333 Peternakan dan hasil-hasilnya 20 0.4821 0.0756 0.2181 0.4915 0.7181 1.9854 Kehutanan dan perburuan 21 0.3691 0.0750 0.2085 0.4341 0.8792 1.9659 Perikanan 22 0.3767 0.0991 0.1931 0.4620 0.8529 1.9838 Industri makanan, minuman dan tembakau 25 0.2965 0.0433 0.2523 0.5724 0.6332 1.7977 Industri minyak dan lemak 26 0.2828 0.0341 0.1739 0.3951 0.8922 1.7780 Industri penggilingan padi 27 0.7707 0.0990 0.2418 0.5246 0.6831 2.3191 Industri tepung segala jenis 28 0.3096 0.0403 0.2163 0.4843 0.8467 1.8972 Industri gula 29 0.3709 0.0676 0.2295 0.4595 0.5203 1.6478 Industri pemintalan, tekstil, pakaian, kulit 30 0.2075 0.0284 0.2224 0.5530 0.7214 1.7328 Industri kayu, barang-barang dari kayu 31 0.2299 0.0365 0.3113 0.5583 0.8165 1.9526 Sumber : data diolah Sedangkan untuk dampaknya terhadap institusi rumahtangga didisagregasi menjadi beberapa kelompok penerima pendapatan yakni buruh tani, pengusaha tani, pengusaha golongan rendah dan atas baik di desa maupun kota. Terakhir, untuk dampaknya terhadap pendapatan sektor-sektor produksi akan dirinci ke dalam 27 sektor produksi. Pertama kali kita mengkaji dampak sektor pertanian terhadap pendapatan faktor-faktor produksi yang akan menciptakan nilai tambah dalam perekonomian. Berdasarkan Tabel 26 terlihat jelas bahwa sektor produksi yang paling banyak memberi dampak terhadap kenaikan pendapatan tenaga kerja pertanian di desa adalah subsektor padi, pertanian tanaman pangan lainnya, dan industri penggilingan padi. Masing-masing memiliki angka multiplier sebesar 0.9866, 0.7750 dan 0.7707. Angka multiplier sebesar 0.9866 untuk tenaga kerja pertanian di desa mengandung arti bila neraca eksogen subsektor padi diinjeksi sebanyak 1 milyar rupiah maka pendapatan tenaga kerja pertanian di desa akan naik sebanyak 0.9866 milyar rupiah. Akan tetapi untuk pendapatan tenaga kerja pertanian di kota keadaan menjadi berbeda, tampak jelas subsektor tebu sekarang yang menjadi sektor produksi paling banyak memberi efek multipliernya yakni sebesar 0.1488, atau untuk setiap injeksi sebesar 1 milyar rupiah pada neraca eksogen subsektor tebu diperkirakan mampu menaikkan pendapatan tenaga kerja pertanian di kota sebesar 0.1488 milyar rupiah. Setelah tebu, subsektor berikutnya yang paling tinggi memberi efek terhadap pendapatan tenaga kerja ini adalah subsektor padi sebesar 0.1257 dan terakhir penggilingan padi yakni sebesar 0.0991. Sesuai dengan karakteristiknya, sudah tentu sektor-sektor industri pertanian memberi dampak multiplier paling besar terhadap tenaga kerja non pertanian dibandingkan sektor-sektor pertanian. Pola semacam ini telah ditunjukkan pada Tabel 26 di atas, dimana kelihatan bahwa hampir seluruh industri berbasis pertanian mendominasi dampak multiplier terbesar terhadap perubahan pendapatan tenaga kerja non pertanian baik di desa maupun di kota. Untuk tenaga kerja non pertanian di desa, sektor produksi yang paling tinggi memberi dampak multiplier adalah industri kayu dan barang-barang dari kayu, dengan angka multiplier sebesar 0.3113, yang berarti untuk setiap injeksi sebesar 1 milyar rupiah pada neraca eksogennya akan menaikkan pendapatan tenaga kerja pertanian, sebesar 0.3113 milyar rupiah. Setelah itu menyusul industri makanan, minuman dan tembakau sebesar 0.2523, serta industri penggilingan padi sebesar 0.2418. Industri gula meskipun saat ini sedang diambang kehancuran, namun terindikasi masih lebih baik memberi efek multiplier terhadap pendapatan tenaga kerja non pertanian di daerah perdesaan dibandingkan industri minyak dan lemak, serta industri tepung. Industri gula mampu memberi efek multiplier sebesar 0.2295, sementara industri minyak dan industri tepung masing-masing hanya sebesar 0.1739 dan 0.2163. Adapun untuk daerah perkotaan, sepertinya sektor produksi yang paling besar pengaruhnya terhadap perubahan pendapatan tenaga kerja non pertanian adalah industri makanan, minuman dan tembakau, yang diindikasikan melalui angka multipliernya sebesar 0.5724. Angka ini mengandung arti bahwa jika neraca eksogen industri makanan, minuman dan tembakau diinjeksi sebanyak 1 milyar rupiah maka pendapatan tenaga kerja non pertanian di kota akan meningkat sebesar 0.5721 milyar rupiah. Termasuk yang paling besar juga memberi dampak multiplier terhadap kelompok tenaga kerja ini adalah industri industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit, dan industri kayu, barang-barang dari kayu. Masing- masing mempunyai angka multiplier sebesar 0.5530 dan 0.5583. Dalam komposisi nilai tambah yang terakhir yaitu modal, kelihatan jelas bahwa perimbangan efek yang diberikan oleh sektor-sektor pertanian primer dengan industri pertanian relatif sama jika diperhatikan secara keseluruhan. Namun bila dilihat secara sektoral, tampak ada tiga sektor produksi yang paling mencolok memberi efek multipliernya terhadap perubahan pendapatan modal. Ketiganya adalah subsektor industri minyak dan lemak, subsektor perikanan, dan subsektor kehutanan dan perburuan. Paling tinggi multipliernya adalah industri minyak dan lemak yakni sebesar 0.8922, kemudian sektor kehutanan dan perburuan sebesar 0.8792 dan terakhir sektor perikanan sebesar 0.8529. Angka multiplier sebesar 0.8922 pada industri minyak dan lemak menunjukkan bahwa jika neraca eksogen pada industri tersebut menerima injeksi sebesar 1 milyar rupiah maka memberi efek kenaikan terhadap pendapatan modal sebesar 0.8922 milyar rupiah. Fenomena lainnya yang bisa dipotret melalui perhitungan disagregasi angka multiplier yang disajikan pada Tabel 25 adalah mengenai pola penyebaran efek multiplier terhadap komponen-komponen nilai tambah dari berbagai sektor pertanian. Dalam konteks ini kelihatan bahwa terdapat lima sektor produksi pertanian primer yang mendistribusikan efek multipliernya lebih besar terhadap pendapatan tenaga kerja pertanian dibandingkan pendapatan modal. Kelima sektor pertanian tersebut adalah subsektor padi, jagung, tanaman pangan lainnya, tebu, dan pertanian perkebunan lainnya. Sementara untuk subsektor kelapa sawit, pemotongan ternak, peternakan dan hasil-hasilnya, serta kehutanan dan perburuan, lebih banyak memberi efek multipier kepada pendapatan modal dibandingkan tenaga kerja pertanian. Adapun untuk kelompok sektor industri pertanian, hampir semuanya memberi dampak lebih besar terhadap pendapatan modal ketimbang pendapatan tenaga kerja, terkecuali industri penggilingan padi yang terlihat lebih banyak memancarkan efeknya kepada tenaga kerja pertanian. Setelah nilai tambah, disagregasi dampak multiplier berikutnya yang menarik untuk dipelajari adalah multiplier pendapatan rumahtangga sebagaimana yang disajikan pada Tabel 27. Melalui analisis multiplier yang lebih rinci ini kita dapat mengetahui dengan jelas sektor-sektor pertanian apa saja yang dapat Tabel 27. Disagregasi Dampak Multiplier Sektor Pertanian terhadap Pendapatan Rumahtangga Sektor Pertanian Kode Buruh Tani Pengusaha Tani Rumahtangga di Perdesaan Golongan Rumahtangga di Perkotaan Golongan HM Rendah Atas Rendah Atas Padi 13 0.1588 0.8484 0.2993 0.2063 0.3404 0.3210 2.1742 Jagung 14 0.1268 0.6657 0.2681 0.1779 0.3408 0.3229 1.9021 Pertanian tanm pgn lain 15 0.1334 0.6964 0.2740 0.1821 0.3439 0.3253 1.9550 Tebu 16 0.1517 0.7008 0.2855 0.1866 0.3644 0.3469 2.0359 Kelapa sawit 17 0.0837 0.4347 0.1975 0.1307 0.2628 0.2512 1.3606 Pertanian perkebunan lain 18 0.1216 0.6381 0.2597 0.1716 0.3129 0.2961 1.8000 Industri pemotongan ternak 19 0.1099 0.5084 0.2472 0.1560 0.3519 03361 1.7096 Peternakan hasil-hasilnya 20 0.1069 0.4975 0.2436 0.1533 0.3432 0.3276 1.6721 Kehutanan dan perburuan 21 0.0983 0.4279 0.2334 0.1462 0.3313 0.3185 1.5556 .Perikanan 22 0.1055 0.4358 0.2248 0.1420 0.3476 0.3347 1.5903 Ind makan, minum temb 25 0.0856 0.3651 0.2299 0.1343 0.3628 0.3465 1.5242 Indi minyak dan lemak 26 0.0748 0.3504 0.2026 0.1278 0.3025 0.2910 1.3491 Ind penggilingan padi 27 0.1394 0.7070 0.2957 0.1925 0.3654 0.3461 2.0460 Ind tepung segala jenis 28 0.0841 0.3805 0.2269 0.1390 0.3428 0.3288 1.5022 Ind gula 29 0.0921 0.3989 0.2192 0.1313 0.3027 0.2885 1.4328 Ind kain, tekstil, pakn kulit 30 0.0725 0.3014 0.2071 0.1211 0.3580 0.3431 1.4031 Ind kayu, barang dr kayu 31 0.0860 0.3436 0.2652 0.1508 0.3743 0.3585 1.5783 Sumber : data diolah menjadi tumpuan bagi perubahan pendapatan rumahtangga yang tergolong rendah. Jika pemikiran ini yang menjadi fokus pembahasan, hasilnya ternyata kurang begitu baik. Oleh karena untuk semua sektor pertanian, ternyata satu pun tidak ada bisa membantu kenaikan pendapatan rumahtangga buruh tani dan rumahtangga golongan rendah di perdesaan yang umumnya masuk dalam kelompok penduduk miskin. Seluruh sektor ekonomi yang berbasis pertanian tampak memberi dampak lebih besar terhadap perubahan pendapatan pengusaha tani yang bisa digolongkan sebagai penduduk mampu, dengan angka miltiplier rata-rata sebesar 0.5118 per sektor. Ini berarti untuk rata-rata injeksi sebesar satu milyar rupiah pada neraca eksogen sektor pertanian akan menaikkan pendapatan pengusaha tani rata-rata sebesar 0.5118 milyar rupiah. Sementara pendapatan buruh tani dan rumahtangga perdesaan golongan rendah masing-masing hanya bertambah sebanyak 0.1077 milyar rupiah dan 0.2459 milyar rupiah untuk setiap injeksi yang sama pada neraca eksogennya. Jelas kondisi obyektif semacam ini telah menunjukkan bahwa keberpihakan sektor pertanian terhadap penduduk perdesaan yang tergolong miskin masih sangat rendah. Meskipun ada indikasi sebelumnya bahwa sektor-sektor pertanian, khususnya pertanian primer, lebih banyak kontribusinya terhadap perubahan pendapatan tenaga kerja pertanian, namun karena ada saluran pendapatan yang tersumbat akhirnya surplus pendapatan yang diterima tenaga kerja pertanian tersebut tidak dapat ditransmisikan dengan baik ke pendapatan rumahtangga yang tergolong rendah. Terlepas dari berbagai fakta empiris di atas, bila kita telusuri secara individu terlihat jelas bahwa sektor pertanian yang paling besar memberi efek multiplier terhadap perubahan pendapatan buruh tani adalah subsektor padi, tebu dan tanaman pangan lainnya. Subsektor padi memiliki angka multiplier untuk pendapatan buruh tani sebesar 0.1588, yang dapat diartikan bila neraca eksogen komoditi padi dinaikkan sebanyak 1 milyar rupiah maka pendapatan buruh tani akan meningkat sebesar 0.1588 milyar rupiah. Selanjutnya subsektor tebu yang memiliki angka multiplier sebesar 0.1517 dan terakhir subsektor tanaman pangan lainnya sebesar 0.1334. Adapun sektor pertanian yang paling menonjol memberi efeknya terhadap perubahan pendapatan pengusaha tani petani pemilik lahan atau modal adalah subsektor padi, industri penggilingan padi, dan tanaman pangan lainnya, masing- masing dengan angka multiplier sebesar 0.8484, 0.7070 dan 0.6964. Angka multiplier sebesar 0.8484 pada subsektor padi menunjukkan bahwa jika terdapat injeksi sebesar 1 milyar rupiah pada neraca eksogen subsektor padi maka pendapatan pengusaha tani akan meningkat sebesar 0.8484 milyar rupiah. Dari dua keadaan yang dipaparkan di atas, tampak jelas bahwa yang lebih banyak menikmati surplus pendapatan dari peningkatan produksi komoditi padi selama ini adalah para petani pemilik modal ketimbang buruh tani dan rumahtangga golongan rendah di perdesaan. Petani pemilik modal menerima efek multiplier dari komoditi padi sebesar 0.8484, sedangkan buruh tani dan rumahtangga golongan rendah di perdesaan masing-masing hanya sebesar 0.1588 dan 0.2993. Terdapatnya perbedaan yang kontras ini memberi suatu indikasi bahwa selama ini bargaining power buruh tani dalam pasar masih lemah jika berhadapan dengan petani pemilik modal. Lebih dari 60 persen penduduk Indonesia tinggal di perdesaan dimana dari jumlah penduduk sebanyak itu, sekitar 60 persen yang hidupnya bergantung pada kegiatan pertanian dan sisanya 40 persen hidup dari kegiatan non pertanian. Pembangunan pertanian yang dijalankan selama ini tampaknya belum berhasil mengangkat kesejahteraan masyarakat perdesaan. Indikatornya, sampai kini masih terlihat adanya disparitas spasial antara kota dan desa. Sebagaimana yang dipaparkan dalam Tabel 27, dampak pembangunan sektor pertanian lebih banyak dinikmati oleh penduduk yang tinggal di perkotaan dibandingkan penduduk perdesaan. Kondisi ini tercermin pada nilai rata-rata multiplier sektor pertanian untuk rumahtangga yang berada di perdesaan dan perkotaan. Pada daerah perdesaan, efek multiplier sektor pertanian terhadap pendapatan rumahtangga rata-rata diantara 0.1559 sampai dengan 0.2459. Sementara di perkotaan, multiplier pendapatan rumahtangga dari sektor pertanian rata-rata bisa mencapai 0.3225 sampai dengan 0.3381. Secara teoritis konsumsi rumahtangga termasuk salah satu variabel makroekonomi pembentuk pendapatan nasional. Besar kecilnya jumlah konsumsi rumahtangga sangat menentukan pertumbuhan sektor-sektor produksi, dimana semakin tinggi konsumsi maka semakin tinggi pertumbuhan produksi. Di negara Inonesia bahkan kontribusi konsumsi terhadap penciptaan pendapatan nasional sangat dominan, sehingga perkembangan perekonomian Indonesia sangat ditentukan besar kecilnya konsumsi. Matriks SNSE mampu memotret kecenderungan tersebut secara komprehensif, dimana konsumsi rumahtangga tidak saja didisagregasi terhadap sektor-sektor produksi, namun dirinci juga berdasarkan kelompok rumahtangga. Analisis SNSE yang lazim digunakan untuk mengamati dampak dari perubahan konsumsi rumahtangga terhadap pertumbuhan sektor-sektor produksi adalah analisis multiplier pendapatan rumahtangga terhadap sektor atau household income multipliers by sector. Berdasarkan angka multiplier konsumsi rumahtangga yang disajikan pada Tabel 28, terlihat bahwa kelompok rumahtangga yang berpendapatan rendah paling besar memberi kontribusi terhadap kenaikan pendapatan sektor pertanian. Terutama sekali untuk komoditi tanaman pangan, efek multiplier dari rumahtangga pendapatan rendah di desa paling tinggi yakni sebesar 0.3632, yang berarti jika terjadi kenaikan konsumsi pada rumahtangga tersebut sebanyak 1 milyar rupiah, maka penerimaan sektor tanaman pangan akan naik sebanyak 0.3632 milyar rupiah. Keadaan yang sama juga terlihat pada rumahtangga berpendapatan rendah di perkotaan yang lebih banyak memberi efek multipliernya terhadap subsektor tanaman pangan, yakni sebesar 0.3466. Subsektor tanaman pangan dianggap paling banyak memperoleh manfaat ketika terjadi kenaikan pendapatan rumahtangga di perdesaan. Berdasarkan konsep pemikiran tersebut, serta multiplier yang disajikan dalam Tabel 28, ada kesan sementara ini bahwa kehidupan rumahtangga di negara kita umumnya belum mapan, oleh karena pola konsumsinya lebih cenderung kepada pemenuhan kebutuhan primer. Indikasinya dapat diperhatikan pada multiplier konsumsi rumahtangga untuk komoditi pertanian primer yang kelihatan lebih besar dibandingkan konsumsi terhadap barang-barang industri pertanian. Rata-rata multiplier konsumsi terhadap komoditi pertanian primer untuk semua kelompok rumahtangga berkisar diantara 0.1200 yang paling rendah dan 0.1580 yang paling tinggi. Sedangkan untuk komoditi industri pertanian, multiplier konsumsi rumahtangga yang berhasil dihitung diantara 0.1099 paling rendah dan 0.1294 paling tinggi. Tabel 28. Dampak Konsumsi Rumahtangga terhadap Pendapatan Sektor Pertanian Sektor Produksi Buruh Tani Pengusaha Tani Pengusaha gol. Rendah Desa Pengusaha gol. Atas Desa Pengusaha gol. Rendah Kota Pengusaha gol. Atas Kota Padi 0.0887 0.0889 0.0983 0.0867 0.1046 0.0945 Jagung 0.0406 0.0373 0.0431 0.0348 0.0428 0.0357 Pertanian tanm pgn lain 0.2240 0.1882 0.2069 0.1532 0.1891 0.1707 Tebu 0.0090 0.0082 0.0088 0.0082 0.0101 0.0090 Kelapa sawit 0.0144 0.0152 0.0164 0.0143 0.0179 0.0165 Pertanian perkebunan lain 0.0752 0.0679 0.0710 0.0612 0.0687 0.0612 Industri pemotongan ternak 0.0604 0.0504 0.0517 0.0449 0.0503 0.0436 Peternakan hasil-hasilnya 0.1462 0.1154 0.1194 0.0980 0.1106 0.0950 Kehutanan dan perburuan 0.0140 0.0116 0.0114 0.0099 0.0105 0.0096 Perikanan 0.1174 0.1044 0.1084 0.0888 0.1009 0.0875 Ind makan, minum temb 0.3404 0.3427 0.3762 0.3318 0.4001 0.3584 Indi minyak dan lemak 0.0573 0.0607 0.0654 0.0570 0.0718 0.0659 Ind penggilingan padi 0.1087 0.1102 0.1222 0.1080 0.1309 0.1183 Ind tepung segala jenis 0.0938 0.0936 0.1033 0.0914 0.1107 0.1011 Ind gula 0.0228 0.0210 0.0227 0.0212 0.0260 0.0232 Ind kain, tekstil, pakn kulit 0.2499 0.2005 0.1922 0.1610 0.1730 0.1510 Ind kayu, barang dr kayu 0.0241 0.0200 0.0202 0.0171 0.0182 0.0167 Total 1.6869 1.5362 1.6376 1.3875 1.6362 1.4579 Sumber : data diolah Pada ulasan OSM sebelumnya telah ditunjukkan bahwa sektor pertanian yang memiliki keterkaitan ke belakang paling kuat dalam perekonomian Indonesia adalah subsektor industri penggilingan padi 27, subsektor industri pemotongan ternak 19 dan subsektor tebu 16. Dalam analisis berikut ini akan dijabarkan kemana saja dampak pembangunan ketiga sektor pertanian tersebut didistribusikan ke sektor-sektor produksi lain. Untuk hal itu angka OSM telah didisagregasi ke dalam sektor-sektor, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 28. Terlebih dahulu kita akan mengulas angka OSM industri penggilingan padi. Dalam Tabel 29 kelihatan nyata bahwa dampak peningkatan neraca eksogen industri penggilingan padi sebesar 1 milyar rupiah paling banyak diserap oleh subsektor padi yakni 0.8613 milyar rupiah, kemudian subsektor industri kimia, pupuk, hasil-hasil dari tanah liat dan semen, dan logam dasar 33 sebesar 0.4393 milyar rupiah, subsektor industri kertas, percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan industri lainnya 32 sebesar 0.3237 milyar rupiah, subsektor jasa-jasa 39 sebesar 0.3151 milyar rupiah dan terakhir subsektor industri makanan dan minuman 25 sebesar 0.3119 milyar rupiah. Selanjutnya untuk dampak injeksi neraca eksogen pada industri pemotongan ternak sebanyak 1 milyar rupiah, terdeteksi bahwa yang paling banyak menerimanya pertama kali adalah subsektor peternakan dan hasilnya 20 yaitu sebesar 0.6031 milyar rupiah, menyusul kemudian subsektor industri makanan, minuman dan tembakau 25 sebesar 0.4176 milyar rupiah, subsektor industri kimia, pupuk, hasil-hasil dari tanah liat dan semen, dan logam dasar 33 sebesar 0.3572 milyar rupiah, subsektor industri kertas, percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan industri lainnya 32 sebesar 0.2806 milyar rupiah dan sektor jasa-jasa 39 sebesar 0.2699 milyar rupiah. Adapun dampak injeksi pada neraca eksogen sebesar 1 milyar rupiah untuk komoditi tebu ternyata paling banyak diserap oleh subsektor industri kimia, pupuk, hasil-hasil dari tanah liat dan semen dan logam dasar 32 sebanyak 0.5555 milyar rupiah, subsektor industri kertas, percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan industri lainnya 32 sebesar 0.3417 milyar rupiah, jasa-jasa 39 sebesar 0.3341 milyar rupiah, industri makanan, minuman dan tembakau 25 sebesar 0.3080 milyar rupiah dan terakhir subsektor jasa keuangan, perusahaan, dan real estate 38 sebesar 0.2965 milyar rupiah. 137 Tabel 29. Disagregasi Multiplier Produksi Sektor Pertanian Kode 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 25 26 27 28 29 30 31 13 1.1691 0.0799 0.0816 0.0817 0.0561 0.0880 0.0914 0.1076 0.0659 0.0717 0.0802 0.0604 0.8613 0.0760 0.0619 0.0632 0.0698 14 0.0354 1.0894 0.0331 0.0336 0.0230 0.0340 0.0440 0.0588 0.0264 0.0314 0.0976 0.0295 0.0345 0.0684 0.0258 0.0254 0.0279 15 0.1745 0.1602 1.2002 0.1663 0.1099 0.1488 0.1588 0.1682 0.1290 0.1383 0.1802 0.1164 0.1700 0.3020 0.1265 0.1212 0.1355 16 0.0078 0.0071 0.0073 1,0584 0.0051 0.0067 0.0075 0.0083 0.0059 0.0063 0.0089 0.0053 0.0076 0.0084 0.3910 0.0056 0.0062 17 0.0142 0.0127 0.0130 0.0136 1.0233 0.0120 0.0119 0.0119 0.0106 0.0110 0.0125 0.2951 0.0136 0.0129 0.0099 0.0100 0.0111 18 0.0995 0.0627 0.0584 0.0661 0.1339 1.1123 0.0591 0.0666 0.0862 0.0966 0.0863 0.1426 0.0875 0.0535 0.0571 0.1102 0.0611 19 0.0469 0.0450 0.0463 0.0455 0.0297 0.0406 1.0443 0.0433 0.0359 0.0397 0.0501 0.0329 0.0462 0.0395 0.0344 0.0396 0.0392 20 0.1149 0.1232 0.1207 0.1035 0.0745 0.1190 0.6031 1.1361 0.0813 0.0908 0.1187 0.0856 0.1103 0.0971 0.0777 0.0799 0.0856 21 0.0108 0.0095 0.0097 0.0114 0.0073 0.0095 0.0086 0.0085 1.0136 0.0085 0.0082 0.0092 0.0101 0.0075 0.0076 0.0237 0.1957 22 0.0951 0.0851 0.0875 0.0891 0.0588 0.0801 0.0881 0.0987 0.0677 1.1250 0.1592 0.0596 0.0899 0.0724 0.0634 0.0612 0.0690 23 0.0906 0.0812 0.0800 0.0998 0.0693 0.0833 0.0740 0.0734 0.0667 0.0706 0.0796 0.0644 0.0859 0.0675 0.0691 0.0848 0.0847 24 0.0046 0.0042 0.0042 0.0056 0.0036 0.0042 0.0038 0.0038 0.0039 0.0037 0.0039 0.0033 0.0044 0.0035 0.0049 0.0036 0.0040 25 0.3230 0.2988 0.3046 0.3080 0.2102 0.2850 0.4176 0.5660 0.2440 0.2925 1.3680 0.2213 0.3119 0.2913 0.2275 0.2298 0.2555 26 0.0562 0.0504 0.0516 0.0536 0.0362 0.0474 0.0472 0.0471 0.0420 0.0435 0.0485 1.2257 0.0539 0.0515 0.0391 0.0393 0.0437 27 0.1041 0.0983 0.1007 0.1012 0.0677 0,0901 0.0975 0.1006 0.0811 0.0881 0.0983 0.0728 1.1201 0.0932 0.0766 0.0772 0.0865 28 0.0887 0.0841 0.0861 0.0867 0.0579 0.0771 0.0838 0.0869 0.0694 0.0757 0.1138 0.0628 0.0880 1.5652 0.1127 0.0956 0.0927 29 0.0200 0.0182 0.0187 0.0193 0.0130 0.0171 0.0178 0.0184 0.0152 0.0161 0.0229 0.0135 0.0194 0.0216 1.0214 0.0144 0.0160 30 0.1808 0.1582 0.1630 0.1701 0.1124 0.1506 0.1398 0.1361 0.1272 0.1308 0.1225 0.1088 0.1684 0.1230 0.1187 1.6559 0.1353 31 0.0184 0.0166 0.0172 0.0188 0.0119 0.0160 0.0150 0.0146 0.0138 0.0146 0.0136 0.0263 0.0175 0.0133 0.0130 0.0132 1.2009 33 0.4698 0.4113 0.3947 0.5555 0.3927 0.4479 0.3572 0.3543 0.3366 0.3559 0.3595 0.3400 0.4393 0.3312 0.3619 0.4207 0.4277 32 0.3389 0,3064 0.3137 0.3417 0.2342 0.2933 0.2806 0.2751 0.2757 0.2776 0.2698 0.2268 0.3237 0.2573 0.2468 0.2476 0.2872 34 0.0176 0.0186 0.0184 0.0418 0.0197 0.0196 0.0173 0.0166 0.0255 0.0174 0.0168 0.0163 0.0181 0.0163 0.0233 0.0158 0.0189 35 0.0699 0.0647 0.0661 0.0686 0.0461 0.0605 0.0611 0.0581 0.0534 0.0561 0.0576 0.0483 0.0676 0.0557 0.0501 0.0707 0.0664 36 0.1796 0.2419 0.2477 0.2043 0.1220 0.1841 0.2473 0.2260 0.1841 0.2449 0.2366 0.1874 0.2182 0.2424 0.1977 0.2016 0.2287 37 0.1885 0.1749 0.1789 0.1872 0.1254 0.1632 0.1627 0.1566 0.1459 0.1516 0.1523 0.1345 0.1827 0.1523 0.1367 0.1417 0.1663 38 0.2903 0.2772 0.2827 0.2965 0.1927 0.2530 0.2600 0.2497 0.2336 0.2490 0.2453 0.2101 0.2865 0.2416 0.2214 0.2343 0.2633 39 0.3314 0.2960 0.3014 0.3341 0.2983 0.3027 0.2699 0.2625 0.3328 0.2540 0.2445 0.2406 0.151 0.2392 0.2369 0.2263 0.2718 137 Sudah seharusnya memang subsektor industri penggilingan padi akan lebih banyak memberi dampak terhadap subsektor padi, oleh karena subsektor ini yang terkait paling erat dengan subsektor industri penggilingan padi. Demikian pula dengan industri pemotongan ternak, sudah pasti kaitannya kebelakang paling tinggi adalah dengan sektor peternakan. Namun untuk subsektor tebu situasinya menjadi sangat kontras, karena subsektor ini ternyata paling banyak memberi dampak pertama kali adalah pada subsektor industri kimia, pupuk, hasil-hasil dari tanah liat dan semen dan logam dasar. Sedangkan dengan subsektor industri gula yang seharusnya paling erat keterkaitannya karena tebu menjadi bahan baku industri, malah sangat lemah sebagaimana terlihat saat ini. Dalam Tabel 28 besarnya keterkaitan antara komoditi tebu dengan industri gula yang diindikatorkan melalui angka OSM komoditi tebu hanya sebesar 0.0193, menempati urutan paling bawah penerima dampak injeksi dari subsektor tebu. Melalui disagregasi multiplier produksi kita juga bisa melihat bagaimana tingkat keterbukaan suatu sektor pertanian dalam sistem perekonomian Indonesia. Untuk mendapat gambaran semacam ini bisa dilihat pada besaran angka sel matriks yang disajikan pada Tabel 28 secara diagonal. Dalam terminologi SNSE angka ini disebut owner multiplier OM yang menggambarkan seberapa besar dampak injeksi suatu sektor pertanian terhadap perubahan pendapatan produksi dirinya sendiri. Semakin rendah nilai OM suatu sektor pertanian berarti semakin terbuka sektor tersebut dengan sektor-sektor lainnya, begitu sebalinya bila angka OM terlihat tinggi. Jika ini yang menjadi tolok ukurnya maka dapat dikatakan bahwa terdapat 5 subsektor pertanian yang mempunyai tingkat keterbukaan tinggi dalam perekonomian karena memiliki OM paling rendah dalam interval 1.0136–1.0584. Kelima subsektor tersebut adalah kehutanan dan perburuan 21, industri gula 29, kelapa sawit 17, industri pemotongan ternak 19, dan tebu 16. Sedangkan subsektor pertanian yang memiliki tingkat keterbukaan sedang, dengan angka OM berkisar di antara 1.0894-1.1691 adalah jagung 14, pertanian perkebunan lainnya 18, industri penggilingan padi 27, perikanan sektor 22, peternakan dan hasil-hasilnya 20 dan padi 13. Terakhir untuk subsektor pertanian yang tergolong paling rendah tingkat keterbukaannya adalah sektor pertanian tanaman pangan lainnya 15, industri kayu, barang-barang dari kayu 31, industri minyak dan lemak 26, industri makanan, minuman dan tembakau 25, industri tepung segala jenis 28 dan industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit 30. Seluruh subsektor ini memiliki angka OM berkisar diantara 1.2002 sampai dengan 1.6559.

6.3. Dekomposisi Multiplier Sektor Pertanian